ZV || Ruangan diatap toilet (2)

72 5 1
                                    

Aku semakin dibuat kesal dengan rasa penasaranku ini saat tiba-tiba mak kantin datang membawakan beberapa gorengan. Kurasa Abi yang memesannya sebelum kami bertiga menemuinya.

Saat Abi mulai bicara kembali, datanglah Hilda membawa minum. Aku tidak tau ini disengaja atau tidak, tapi ia sekarang menyandung pot bunga hingga minuman yang dibawanya tumpah dan Gelasnya pecah. Aku sempat berfikir, Sepertinya mereka berdua berusaha mengulur waktu.

Aku tidak tau apakah cuma aku yang gelisah ingin mendengarkan kelanjutannya, karena kulihat Ummi dan Abi sesekali saling menatap seperti memberi kode. Hilda pun sama. Dan mak kantin? Dia seperti paham apa yang ingin dibicarakan, makanya ia datang.

"Abi, lanjutkan saja!" Rasa penasaranku tidak terkendali. Soalnya ini menyangkut teman baikku, aku tidak ingin Fahma terluka.

"Zahra, kamu tidak lihat Hilda terluka?"

Sepintas aku melihat Hilda yang panik membersihkan pecahan kaca. Ada sesuatu dibalik ekspresinya yang panik. Seperti.. Ntahlah sulit dibahasakannya. Melihat itu, aku hanya terdiam. Tidak membantu. Karena Ummi, Abi dan Mak kantin juga begitu.

Setelah Hilda selesai membereskan semuanya, termakan waktu 15 menit, ia mendudukkan dirinya dengan santai, yang pasti setelah ia meletakkan minumannya diatas meja.

Kami sekarang berempat. Posisi duduk kami unik. Semuanya berada di ujung kursi. Jadi jika dilihat seperti garis yang akan membentuk persegi. Aku awalnya tidak sadar dengan ini. Tapi setelah kutau, ternyata Abi yang mengatur semuanya. Pengecualian mak kantin.

" Maaf pak, apa saya bisa pergi dari sini?? Saya masih ada urusan dikantin." Mak kantin bertanya seperti sedang menyembunyikan sesuatu menurutku.

Tiba-tiba Ummi menghadang Mak kantin.

"Jangan pergi dulu mak, ada yang ingin kami tanyakan juga padamu."

Seakan tau apa yang akan kami tanyakan, Mak kantin tampak gelisah dan ketakutan.

"Ada apa mak?" Kali ini Hilda bertanya dengan wajah sulit diartikan.

Mak kantin tidak menjawab, karena setelah Hilda bertanya, kalimatnya tersambung oleh kalimat Abi.

"Gudang diatap toilet sebenarnya tidak ada."

"Jadi itu tempat apa Abi??" Aku berteriak. Kali ini memang aku sadar aku berteriak. Sengaja. Agar abi tidak bertele-tele.

"Itu hanya pintu menuju ruangan bawah tanah." Abi terlihat serius.

"Bawah tanah? Bukankah pesantren ini hanya ada 5 lantai?"

"Itu hanya setaumu. Sebenarnya pesantren kita ini ada 10 lantai. Ada 5 lantai bawah, dan 5 lantai atas."

"5 lantai bawah untuk apa abi??"

"Huh, kan abi sudah bilang. Jangan penasaran lagi. Abi kan sudah memberitahumu, itu bukan gudang!" Bentakan abi membuatku terkejut. Sungguh tidak pernah abi membentak santri seperti ini. Apalagi aku yang memang tidak pernah dibentak.

Bentakan itu membuatku marah. Tidak sadar, aku juga mengeluarkan air mata.

"Abi tolong beritahu zahra yang sebenarnya! Fahma ada disana abi! Dia butuh pertolongan--kumohon! Hiks hiks."

Semuanya terdiam. Ummi, Hilda dan Mak kantin menunduk.

"Zahra tau Abi pasti tau sesuatu kan?! Ummi barusan bilang kalau ruangan itu makan korban! Tolonglah abi--Zahra tidak ingin kehilangan Fahma! Fahma sahabat baik Zahra!!"

"Makan korban?" Abi bingung.

Aku tidak sanggup menjawab pertanyaan Abi. Seakan tau maksud dari ucapan Abi, Ummi buka suara.

"Abi, itu benar. Dulu ruangan itu sering makan korban saat Ummi masih kelas 1. Abi ga tau karena Abi tidak satu Asrama dengan Ummi."

Abi terdiam. Menunggu Ummi melanjutkan bicaranya.

"Dulu teman Ummi salah satu korbannya. Kebetulan dia satu kamar dengan Ummi, sebelum dia masuk ke ruangan itu, dia sempat bilang gini. -akan aku tunjukkan sesuatu yang menarik untukmu, aku akan kembali- yaa begitulah, semua berawal dari penasaran seperti apa yang Fahma lakukan. Tapi sampai sekarang dia tidak datang. Sudah berselang 14 tahun lamanya."

•••||•••
BERSAMBUNG

Pesan-TrendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang