My pillow talk

1.8K 111 67
                                    

Fly over Jakarta menjadi saksi bisu antara aku dan Alex, air wajahnya yang kebas tengah memandang dengan tatapan kosong dan seperti menerawang jauh ke dimensi lain. Semelingir angin berhembus kencang di sore ini, keadaan dijakarta dibawah fly over ini begitu padat dan rapat.

Sudah lebih dari 2 jam Alex menepikan mobilnya di fly over sepi ini. Aku dan dia sama sama terdiam, terpaku, membisu bahkan diantara kami tak punya nyali untuk bersuara.

Sampai ku dengar Alex menghembuskan nafasnya ke udara. Dengan cepat, ia membalik tubuhku untuk berhadapan dengannya, menatap maniknya yang sayu.

"Aku pasti tidak bisa memberi ikatan sakral atas hubungan kita, pernah sekali atau bahkan ratusan kali aku berfikir untuk menjadikanmu pasangan hidupku jika Ibu rela dengan kebahagiaanku, tapi sayang, ibu ga ngasih. Aku harus apa? Lagipula ini Indonesia, negara yang sangat sanksi dengan hubungan tabu kita, aku ga bisa berbuat banyak, kalaupun aku membawa kamu ke negara lain, aku masih sangat waras tentang keluargamu, aku tidak bisa mengorbankan lebih banyak hati untuk hubungan kita. Aku bukan ingin mengakhiri aku hanya tidak bisa memberimu kesakralan, meski aku tau kamu begitu ingin hidup bersama denganku."

Aku menelusuri sorot matanya yang seakan akan berbicara sesuai gerak bibirnya. Ya, dia tidak berbohong untuk semua argumennya.

"Aku tau betapa rumitnya hubungan kita, betapa rusaknya fisik dan mental yang kamu sembunyikan dibelakangku dan betapa brengseknya aku menghancurkan hatimu dengan hubungan seks ku dengan wanita yang aku sewa semalam suntuk, itu aku lakukan karena aku tak ingin membuatmu terlalu jauh dalam mencintaiku, aku fikir kamu akan pergi setelah melihat betapa brengseknya aku, tapi kamu tetap bertahan. Lalu, dari sudut hati mana yang akan membuat aku tega untuk membuatmu terluka lagi, Rei? Mungkin, keputusan Ibu tentang hubungan terlarang kita sudah final, aku pun menyerah pada kenyataan, aku tidak bisa menyentuh hati ibu lebih dalam. Biarlah, biarlah kita seperti ini, menyatu meski tanpa memiliki ikatan apapun."

"Aku pernah berfikir bahwa kamu itu terlalu sempurna untuk orang sepertiku, yang bahkan kehidupan asli kita pun selama ini belum kita kuak satu sama lain, tentang banyak masa lalu dan masa sekarang. Aku mohon, seburuk apapun aku, tolong terima, terlepas bagaimana cinta yang nantinya kamu lihat dariku."

Alex terus menginterupsi. Aku tergugu, lidahku kelu.

Dia mendekapku kedalam sebuah pelukan hangat. Aku mendengar suara tangis darinya.

"Tolong, buat aku bertahan, karena terkadang aku mulai merasa tak sanggup dengan hubungan ini, mentalku terlalu sakit hanya untuk sekedar memahami apa itu kenyataan." Ucapku.

Aku tak membalas pelukannya. Aku membiarkan tanganku tergantung bebas seperti tadi.

"Genggam tanganku ketika kamu mulai merasa muak, luapkan segala emosimu di dadaku. Aku akan memperbaiki semuanya. Mulai saat ini, tolong percayai aku." Balas Alex.

***

My birthday, Alex memberiku surprise sederhana ketika aku terbangun pagi, dengan wajah bantal aku mencoba meniup satu persatu lilin yang tertancap di kue tart yang Alex pegang dihadapanku. Total lilin ada 22, sesuai dengan usiaku. Genap satu tahun aku dan Alex bersama.

Dia memintaku untuk menyuapinya kue tart yang tengah aku potong, lagipula tanpa ia suruhpun aku pasti akan memberi dia suapan pertama. My sweet birthday party from Alex.

Canda dan tawa menghiasi ruangan apartemenku. Alex bahkan memberiku hadiah yang selalu aku mimpikan sejak dulu, jam tangan rolex keluaran terbaru. Jam tangan impian semua orang. Aku terharu dibuatnya, maka satu kecupan lolos untuk Alex pagi ini.

"Kalo kamu kemana mana pake jam nya, asal jangan ilang, bukan nominalnya, tapi itu hadiah dari aku."

"Makasih ya, oh ya kamu mau aku masakin apa? Sekalian aku bikinin bekal ya, jadi ga usah makan diluar."

Alex mencolekkan krim kue itu di ujung hidung ku.

"Okidoki, manis!"

Lelaki terindahkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang