Cheating on you.

2.3K 140 6
                                    

Alex menyodorkan kartu Timezone kearah ku, aku yang tengah menggendong Gio sembari menyuapinya bubur nasi pun agak sedikit bingung. Entah apa maksud Alex.

Gio menangis saat fokus ku mulai terbagi, ada kekecewaan di suara tangisnya. Aku tak tega, langsung ke dekap dengan erat calon anak ku ini.

"Bawa Gio nanti ke Timezone, aku gak punya ide lain."

"Hanya aku dan Gio?"

Alex mengangguk pelan, wajahnya kembali berekspresi datar.

Sial, kayak pembantu aja gua! Rutukku.

"Aku kira bareng sama kamu, kalo sendiri mah ga usah, mendingan Gio disini aja bareng aku di apartemen sambil nunggu kamu pulang,"

Alex sepakat menitipkan Gio di apartemenku, karena di apartemen milik Alex, Gio sering rewel dan menangis tiba tiba. Maka dengan senang hati aku menerima titahnya. Lagi pula aku sayang sekali dengan Gio. Tidak hanya mencintai ayahnya, aku pun cinta pada anaknya.

Alex menghela nafas, dia membelai lembut Surai hitam ku, tatapannya berubah, ia seakan paham dengan rajukanku.

"Tapi satu jam aja ya, aku ada kerjaan penting. Sayang, kalo sampai dilewatkan"

Oh shit, sebesar apa keuntungan maksimal pekerjaan Alex di Jakarta? Dia bahkan tak pernah mengenalkan aku dengan dunianya. Ya, meskipun aku dan dia satu sama. Aku juga tak pernah bercerita tentang hidupku seluruhnya. Tentang keluarga atau apapun.

Aku menghela nafas pelan, mencoba paham tentang dunia Alex. Meski berat rasanya.

"Pulangnya mungkin gak bisa aku antar,"

Dan untuk hal ini, aku mengabaikan ucapannya. Tidak peduli dengan omongannya. Sampai dia membawaku keluar dari apartemen menuju lobby bawah bersama Gio.

Kami mulai meninggalkan halaman parkir apartemen, Gio kembali berceloteh, dia menyebut Alex dengan sebutan Papa.

Aku jadi ikut tertawa sembari mencium pipi Gio yang memerah karena terpapar sinar matahari melalui jendela mobil yang sedikit terbuka.

Alex membelai rambut coklat anaknya dengan penuh kasih sayang.

"Gio, nanti panggil Reiner dengan sebutan Ayah, ya. Nanti tapinya, kalo Papa udah dapat restu dari Nenek kamu,"

Mataku terbelalak lebar, aku kaget, Alex benar benar serius dengan hubungan ini? Bagaimana bisa? Aku fikir kita hanya akan tinggal serumah tanpa memperdulikan restu ibunya lagi, apalagi aku juga tidak pernah memberi tahu kepada orang tuaku di Yogyakarta bahwa aku tengah menjalin hubungan dengan pria bule dengan status duda.

"Kamu, serius, Lex?" Tanyaku dengan bibir yang bergetar.

Alex mengangguk sembari melirikku sebentar, lalu fokus kembali ke arah depan.

"Lalu gimana dengan orang tuaku di Yogyakarta? Mereka belum tau kalo aku pacaran sama kamu, aku takut mereka kaget pas tau kenyataan ini. Aku takut mereka kenapa-napa"

Alex menghela nafas pelan, seperti membuang kekesalan atas ucapanku barusan.

"Bukankah sejak awal aku berani untuk memikul dosa saat mencintai kamu, Reiner?"

Tak lama, aku merasakan ada tangan lain yang menggenggam jemari ku dengan lembut dan seperti meyakinkan aku atas ucapannya.

Dia, Alex. Orang yang kini tengah menciumi jariku pelan.

"Jadi, biarin aku yang menanggung segalanya."

Tak terasa air mataku menetes secara perlahan.

Lelaki terindahkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang