Cerita Dari Tahun Lalu

2 0 0
                                    

Catatan 11.03 

07 April 2019

Ramadan tahun lalu kuhabiskan waktuku untuk membangun harapan tentangmu

Hari itu aku datang ke tempat yang sering kita sebut rumah kedua dengan perasaan campur aduk. Ada rasa bahagia, semangat, cangung, ragu, kawatir dan gengsi bergejolak dalam diriku. Semua itu karena aku tahu aku akan bertemu denganmu hari itu.

Benar, kamu ada disana sibuk dengan urusanmu. Aku pun pura-pura sibuk dengan urusanku, tak benar-benar berpura-pura sebetulnya karena hari itu aku memang ada janji temu disana. Aku bisa mendengar suaramu saat memimpin rapat relawan yang kamu ketuai, suaramu yang hangat. Meski begitu setengah dari diriku yang mencoba membertahankan harga diri menahanku untuk menyapamu. Buat apa, kalau memang mau menyapa biar dia duluan, batinku rada sombong.

Rapatmu sudah selasai. Satu, dua orang perlahan keluar dari ruangan. Beberapa aku kenal dan mereka menyapa, sebagian menyapa karena kami kenal baik, sebagian lagi hanya sebagai formalitas belaka.

Tiba-tiba seseorang memangilku untuk ikut rapatmu babak kedua. Mati aku, rasanya jantungku mau berhenti berdetak. Saking gugupnya aku tak kunjung mendatangi pangilan itu sampai-sampai aku harus dijemut. Ahirnya kukeluarkan seluruh keberanianku. Aku berjalan mencoba terlihat sok keren ke-arahmu. Kamu menatapku. Secara otomatis kulemparkan senyum padamu sambil melambaikan tangan. Kamu terdiam sejenak kemudian dengan ragu mengangkat tangamu membalas lambaianku dengan tersipu malu. Sepertinya kamu bahagia sekali bertemu denganku hari itu, kamu juga bicara banyak tak seperti biasanya.

Rapat benar-benar sudah selesai, sekitar 20 menit lagi adzan magrib berkumandang tandanya puasa harus segera diakhiri. Aku berencana membeli takjil di alun-alun. Kudekelarasikan keinginan itu dengan keras agar kamu bisa mendengarnya.

Hampir semua orang sudah pergi mencari takjil, tinggal aku dan beberapa orang yang memang kuketahui tidak berpuasa. Sebelum pergi aku membereskan pekerjaanku, kulihat kamu berdiri di depan gerbang sambil sesekali melihat ke arah jendela ruangan dimana aku berada. Mungkin kamu menungguku?, semua temanmu sudah pergi tinggal aku, lalu kamu menunggu siapa lagi?.

Aku menghampirimu, kamu tersenyum, "ayo" katamu. Benar, kamu menunggku. Dalam perjalanan kita bercerita banyak tentang hari kemarin, hangat dan bahagia rasanya. 

#Catatan11.03 Sang SamudraWhere stories live. Discover now