To My Dear Sky

64 2 0
                                    

Temuilah lambaian pohon kelapa yang mendayu-dayu, seolah berdansa-- tanpa kenal lelah.
... juga, temui sang elemen udara, yang bergolak di bawah kontelasi bintang gemini dan aquarius. Transformasi dari sang udara yang membentuk angin semilir, sebagai pembimbing tiap gesekan segala partikel.

...

Keheningan-pun mulai menjemput.
===

Sambil menutup mata, dan menghirup dalam-dalam aromanya, angin semilir mulai berbisik ringan;
"Pergilah katakan kepada langit malam, yang diam-diam merindu hangatnya langit biru. Terang dan silaunya yang mempesona".

"Katakan juga kepada langit siang, yang sebenarnya mendamba langit malam,  --pun ingin menyaksikan gemerlapan bintang yang berkelap-kelip".

Hembusaannya kian terasa, menentramkan hingar-bingar. Menina-bobokanku dalam pusaran imaji alam bawah sadar.

Angin semilir terus mengalunkan bisikannya padaku, "mereka salinglah mendamba, tapi masing-masing dari mereka terus saja lirih berasumsi;
'warna langit kami berbeda, bagaimana mungkin kami bisa menjadi sama?'.

Semilir hening terus saja menerpa.

Ia membawaku semakin memasuki alam bawah sadar, melantunkan bisikannya lagi dan lagi, katanya:
"katakan pada langit, tak perlu takut untuk berbeda, bahwasanya, langit biru dan langit malam, pada hakikatnya adalah sama. Sama-sama langit".

Aku yang masih berada pada dimensi gelombang frekuensi theta, di sela kesadaranku yang masih utuh, namun raga sudah jatuh tertidur.. bagai mati suri, ingin rasanya untuk semakin menurunkan gelombang otakku. Namun sesuatu menahan. Kesadaranku.

Sayup-sayup, bisikannya kembali terdengar,
"...maka, katakanlah kepada langit, bahwa mereka adalah langit yang Indah, langit malam dan langit siang".

"Indah bagai Yin dan Yang, mengisi dan tak terpisahkan. Saling melengkapi".

"Adalah magenta, warna  yang tak kenal lelah menyatukan langit. Magenta mempertemukan antara siang dan malam".

...

Sembari angin mulai kian bergemuruh derasnya, aku mulai merasakan kaki yang kesemutan. Aku tersentak. Lalu kubuka mata dan menemukan kembali tubuhku. Kembali pada dimensiku. Dimensi di mana aku berpijak sebelumnya, di atas tanah ibu bumi.

Ketenangan yang tak terucapkan, yang bersarang pada denyut nadiku, saat itu juga mengajak untuk menengadah ke atas.

Kutemui langit sudah mulai memerah, matahari sudah mulai terlelap dalam semedinya.

Magenta, warna langit sore yang begitu indahnya, beraroma sakral dan terdengar mistik.

Oh..  Magenta, warna langit senja.
Langit senjaku, yang penuh misteri.

-IRH-

Di-MonologTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang