Tujuh belas

955 122 7
                                    

Seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahun berdiri di depan pagar rumah keluarga Yugi. Dia terlihat cantik meski hanya mengunakan rok hitam tiga perempat dan kemeja berwarna biru tua. Rambutnya yang hitam panjang diikat begitu saja.

"Permisi!" ucapnya sambil membunyikan lonceng yang ada di depan gerbang setinggi satu meter itu.

"Iya sebentar."

Ibu Dina keluar dan membuka pintu gerbang itu.

"Maaf ini benar rumah orang tua Yugistian?" tanya wanita itu sopan.

"Iya benar, Anda siapa ya dan ada urusan apa dengan putra saya?" tanya Bu Dina mengintrogasi.

"Saya Ajeng Bu, Ibu dari Ayundana. Saya dengar dia tinggal di sini. Sudah lama saya mencari-cari dia sejak empat bulan yang lalu!" ujar wanita itu dengan berurai air mata.

"Oh jadi Anda ibunya Nana, ayo masuk!"

Bu Dina mempersilahkan wanita itu masuk. Kemudian mendengarkan semua cerita yang wanita itu ceritakan.

"Ya Allah, saya tidak tahu jika Nana ternyata kabur dari rumah. Kata anak saya, dia itu sendirian di sini, jadi dia menitipkan Nana di rumah ini."

"Semuanya salah saya!" Wanita itu kembali terisak yang membuat Ibu Dina semakin merasa iba. Biar bagaimanapun dia juga seorang ibu. Dia tahu benar rasanya saat anaknya tidak kunjung pulang, karena salah satu putrinya juga tidak pernah pulang setelah menikah dan pindah keluar negeri.

Nana sampai di rumah dengan diantar Yugi seperti biasanya. Senyuman yang semula terpatri di wajahnya mendadak hilang saat melihat wanita yang sedang dipeluk oleh ibu Dina. 

"Yunda akhirnya ibu nemuin kamu nak!" Wanita itu langsung memeluk Nana erat, seperti seorang ibu yang sangat merindukan anaknya.

Nana langsung menarik dirinya dengan kasar. Terlalu menyakitkan saat melihat wanita itu menangis dan memeluknya selayaknya seorang ibu pada umumnya yang sudah lama tidak bertemu anaknya.

"Untuk apa Anda di sini?" tanya Nana dingin.

"Nana! Kamu tidak boleh kasar sama ibu kamu. Ibu kamu udah susah payah mencarimu selama empat bulan!" tegur Bu Dina karena merasa Nana tidak sopan.

Ingin rasanya Nana mengungkapkan siapa wanita itu sebenarnya dan apa yang terjadi, tapi biar bagaimanapun wanita itu tetaplah seseorang yang telah membawanya lahir ke dunia dan dia tidak ingin mempermalukannya.

"Bu, saya pamit keluar sebentar ya. Ada hal yang harus saya selesaikan dengan ibu saya," ujar Nana sopan.

"Ya udah, kamu selesaikan masalah kamu sama ibu kamu tidak perlu kabur-kaburan lagi. Kasian ibu kamu."

"Na, biar aku antar!" ujar Yugi, karena sedikit banyak dua tahu tentang bagaimana hubungan Nana dan ibunya.

"Tidak usah, ini urusan saya dan ibu saya!"

Nana menarik wanita itu untuk pergi bersamanya. Tidak jauh hanya taman yang berada di depan komplek perumahan orang tua Yugi. Dia menatap wanita itu penuh kebencian.

"Ada apa lagi? Bukannya dulu Anda bilang, kita adalah orang asing jadi urus, urusan kita masing-masing. Kenapa Anda tiba-tiba datang dan mengusik hidup saya?" tanya Nana dingin.

"Begitu cara kamu menyapa ibumu setelah bertahun-tahun tidak bertemu?" Wanita itu menghela napas tak percaya.

"Ibu?" Nana tersenyum remeh. "Mana ada ibu, yang menjadikan anaknya yang masih di bawah umur  jaminan hutang dan menjualnya di tempat pelacuran? Mana ada   seorang ibu yang membiarkan anaknya di penjara karena tidak mau menjaminnya!" ujar Nana berusaha keras agar tidak menangis.

Bougenville Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang