Tiga Puluh Satu

1K 131 11
                                    

Yugi dan Whean duduk berdampingan di bangku tunggu rumah sakit. Sesekali menatap ruang operasi, berharap mereka segera keluar dan membawa kabar terbaru tentang kondisi Nana. Dua laki-laki saling mendiamkan, layaknya orang asing yang tidak saling mengenal. Namun sepertinya orang asing jauh terlihat baik, jika mereka orang asing setidaknya meski hanya sekali mereka akan bertukar senyum.

"Whean gimana keadaan Nana?" tanya seorang wanita paruh baya yang membuat Whean dan Yugi langsung bangkit.

"Lagi dioperasi untuk mengangkat janinnya!" jawab Whean.

"Maksud kamu Nana keguguran?" Whean mengangguk. "Astaga!"

"Maafkan saya, semua terjadi karena saya!" ucap Yugi yang terlihat begitu merasa bersalah.

"Tentu saja itu salah kamu! Setelah kamu membuang dia karena hamil, kamu membuat dia keguguran! Puas kamu sekarang!" teriak wanita itu yang tak lain adalah ibu Ayundana. Dia memukuli Yugi untuk menyalurkan emosinya sebelum akhirnya dia terduduk dan menangis. "Kenapa kamu lakukan ini pada anak saya."

Whean membantu Ibu Ajeng bangkit dan membawa untuk duduk di bangku. Sementara Yugi masih mematung di tempatnya. Dia memikirkan kata-kata wanita yang menangis di pelukan Whean itu.

"Saya tidak pernah membuang Nana, dia yang memutuskan untuk pergi. Lagi pula yang terjadi antara kami hanya sebuah skenario yang telah di susun! Semuanya palsu," ujar Yugi.

Mendengar kata-kata Yugi, Whean kembali terpancing emosi. Dia bangkit dan langsung memukul Yugi hingga dia roboh.

"Sebenarnya Anda itu bodoh atau memang bajingan! Katakanlah Nana mendekati Anda karena saya dan Yola yang membayarnya, tapi tidak perasaannya. Kami hanya menyuruh dia membuat bukti palsu jika kamu berselingkuh agar Yola bisa menceraikan Anda dengan mudah. Bukan untuk jatuh cinta pada Anda, menjalin hubungan dengan Anda bahkan tidur dengan Anda!" ujar Whean penuh emosi hingga mereka cukup menjadi pusat perhatian. "Perasaan dia untuk Anda tulus, bahkan dia lebih mengutamakan Anda dibandingkan dirinya sendiri! Dia bahkan memilih pergi, karena Anda bilang lebih baik jika kalian tidak bertemu lagi! Padahal saat dia tahu dia hamil!"

Kali ini pertahanan Yugi benar-benar runtuh. Dia menangis, dia mengingat kedatangan Nana waktu itu. Mungkin saja saat itu dia ingin memberitahunya, tapi dia mengurungkan niatnya karena tak ingin membuat Yugi lebih terluka. Dia menyesal, jika saja waktu itu dia tidak mengatakan hal itu mungkin saja dia akan tahu lebih awal jika Nana sedang mengandung dan hal seperti ini tidak harus terjadi.

Perhatian mereka kemudian teralih pada dokter yang keluar dari ruang operasi. Mereka langsung menghampiri dokter itu.

"Operasi berjalan dengan baik, pasien akan segera dipindahkan ke ruang rawat setelah kondisinya stabil," jelas dokter itu.

"Alhamdulillah!" ucap mereka lega.

"Terima kasih dokter!" ucap Whean.

Dokter itu kemudian meninggalkan mereka. Wajah mereka terlihat lega setelah mengetahui kondisi Nana baik. Namun tidak dengan Yugi yang masih terlihat begitu terpukul karena kehilangan calon anaknya bahkan belum sempat diketahuinya.

"Lebih baik Anda pulang!" ujar Whean dengan nada yang tidak terdengar bersahabat.

"Saya akan menunggu hingga Nana sadar!"

"Bisa tidak jangan menjadi orang yang hanya memikirkan diri sendiri. Ayah macam apa Anda, apa Anda tidak memikirkan kondisi putri Anda? Dia lebih membutuhkan Anda saat ini!" Kali ini nada bicara lebih enak untuk di dengar.

Sekali lagi Yugi merasa bodoh, dia nyaris melupakan Shena. Padahal putrinya pasti sangat membutuhkan dia saat ini.

"Saya pamit, tapi besok saya akan datang lagi!" ujarnya lalu segera pergi.

***

Jarak rumah sakit dan rumah orang tuanya lumayan jauh hingga membutuhkan beberapa jam hingga dia sampai di rumah itu. Bagas sempat mengabarinya jika dia membawa Shena pulang ke rumah mereka. Akhirnya dia sampai di rumah.

"Assalamualaikum!" ucap Yugi.

"Walaikumsalam!" sahut ibunya yang rupanya sudah menunggu kedatangannya.

Plakkk! Satu tamparan mendarat di pipi kanannya. Plakkk! Kali ini di pipi kirinya. Mata ibunya terlihat berkaca-kaca, menatapnya penuh kekecewaan.

"Ibu kecewa sama kamu!" ujar Ibu.

Seketika Yugi langsung berlutut di depannya ibunya. Tanpa penjelasan dia sudah tahu penyebab sang ibu melakukan semua ini. Ibunya pasti sudah mendengar apa yang terjadi.

"Maafin Yugi, Bu. Yugi sudah jadi laki-laki brengsek. Yugi gagal menjadi ayah yang baik untuk Shena maafin Yugi!" ucapnya penuh penyesalan.

"Bangun kamu!" bentak ibunya. "Bukan ibu yang harus kamu mintai permintaan maaf! Kamu sudah melakukan dosa dengan berzina ditambah lagi kamu bersikap seperti pengecut dan meninggalkan dia!"

"Yugi nggak ninggalin Nana, Yugi nggak tahu kalau Nana hamil! Yugi benar-benar menyesal Bu." Yugi menangis.

Bu Dina ikut menangis, lalu memeluk putranya itu. Selain tahu tentang dia dan Nana, Bu Dina juga tahu semuanya yang terjadi. Bagas telah menceritakan semua. Di satu sisi Bu Dina sangat kecewa dengan apa yang putranya itu lakukan, tapi di sisi lain dia juga mengasihani putranya itu.

"Semuanya sudah terjadi, besok ibu akan menemui keluarga Nana. Sebagai ibu kamu Ibu ikut bertanggung jawab karena tidak mendidikmu dengan benar!"

Yugi menggeleng. "Enggak Bu, Ibu nggak salah. Ibu sudah menjadi ibu yang terbaik, semuanya terjadi adalah salah aku Ibu nggak bersalah!"

"Ibu bersalah, karena gagal menjaga Nana. Ibu salah, karena ibu tahu, tapi ibu menutup mata. Jika waktu itu mencegah hubungan kalian agar tidak lebih jauh semua ini pasti tidak terjadi. Sekarang lebih baik kamu istirahat, kita bicara lagi besok pagi."

Ibunya lalu pergi meninggalkan dia. Dia juga meninggal ruangan itu menuju kamarnya. Namun dia terhenti di depan kamar yang dulu pernah Nana tempati. Bayangan saat pertama kali membawa Nana ke rumah itu berputar kembali seolah baru saja terjadi. Semuanya terasa begitu nyata, termasuk senyuman Nana.

"Om Yugi ngapain!" tanya Bagas yang menariknya dari semua khayalannya.

"Enggak kok!"

"Pasti lagi mikirin Nana, kan? Aku juga begitu setiap kali melihat kamar ini. Aku merasa Nana masih ada di sini," ujar Bagas sambil menerawang masa-masa kebersamaan mereka.

"Aku iri karena kamu menghabiskan banyak waktu dengan Nana!"

"Aku lebih iri dengan Om Yugi, karena berhasil membuat dia jatuh hati, tapi sayangnya dia jatuh di hati yang salah!"

Bagas meninggalkan dia dan masuk ke kamarnya.

"Maafkan saya membuat kamu jatuh di tempat yang salah."

***

TBC

Bougenville Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang