Sholat

27 3 0
                                    

Tidak terasa sudah 2 minggu aku bekerja di sini. Bila ditanya aku betah atau tidak, sejujurnya aku betah. Tapi di sisi lain, ada yang membuatku tidak betah. Mau tau apa? Entah siapa yang mengetahui hal ini, tapi ada yang menyebarkan tentang alasan aku permisi dari acara minum-minum tersebut. Dan semenjak saat itu, mereka suka menjodohkanku dengan Inoo-san. Awalnya, kami berdua merasa tidak nyaman. Tapi karena sudah terlalu sering dan semakin ke sini intensitasnya semakin berkurang, kami menjadi terbiasa. Mereka hanya menggoda kami saat kami berdua saja.

Aku baru ingat rencanaku untuk membawa Inoo-san berbuka puasa di luar. Mungkin di sebuah cafe yang bagus atau restoran elit. Tapi sepertinya aku harus menanyakan Inoo-san dulu tentang makanan kesukaannya. Karena sekarang pekerjaanku tidak terlalu banyak, mungkin aku bisa membicarakan ini dengan Inoo-san. Tapi saat aku menghampiri mejanya, Inoo-san justru tidak ada di sana.

"Inoo-san kemana ya?" tanyaku pada salah satu staff di sana.

"Kalau jam segini, Inoo-san selalu izin keluar. Biasanya akan kembali dalam 15-20 menit"

"Kalau boleh tau, kemana ya?" 

"Saya kurang tau"

Aku mengangguk dan mengucapkan terima kasih lalu kembali ke mejaku. Kemana Inoo-san pergi? Apa maksudnya selalu izin keluar? Apa mungkin Arioka-san atau Chinen-san tau akan hal ini?

"Oh... dia sedang sholat" jawab Arioka-san saat aku mampir ke mejanya untuk menanyakan hal ini.

"Sholat? Apa itu?"

"Sholat itu... berdoa kepada Tuhan. Semacam beribadah" jawab Arioka-san.

"Begitu ya? Btw, apa kau tau makanan kesukaan Inoo-san?"

"Setauku dia suka nasi dan tomat. Kenapa? Kau mau mengajaknya makan ya?" Arioka-san menyunggingkan senyum jahilnya. Aku menjadi salah tingkah.

"Ya... begitulah" aku mencoba menyembunyikan wajahku yang mulai memerah.

"Kalau itu tujuanmu, aku sarankan cari tempat makan yang halal. Yang tidak menjual daging babi apalagi alkohol. Karena itu haram untuknya" saran Arioka-san. Aku mengangguk sambil menggumami 'O'.

"Terima kasih atas sarannya ya, Arioka-san" aku membungkuk sedikit seraya mengucapkan terima kasih.

"Tidak masalah. Semoga berhasil~" ucapnya dengan senyuman yang manis. Sepertinya aku tau kenapa Takaki-san tergila-gila padanya.

~

Jam makan siang, seperti biasa ia tidak ikut makan bersama kami dan memilih beristirahat di mejanya. Aku mencuri-curi kesempatan ini untuk berbicara dengan Inoo-san. Aku makan dengan cepat dan beralasan pergi ke toilet karena perutku sakit. Padahal kalian tau tujuanku sebenarnya, bukan?

"Inoo-san, apa kau kosong malam ini" tanyaku pelan setelah sampai di meja Inoo-san.

"Sepertinya iya. Ada apa Nakajima-san?" tanyanya balik setelah menjawab.

"Aku ingin mengajakmu buka puasa di luar. Apa boleh?" tanyaku seraya duduk di bangku sebelahnya.

"Apa kau yakin? Itu akan memperkuat gosip bahwa kita pacaran" candanya sambil tertawa kecil. Hatiku langsung sejuk mendengar tawanya itu.

"Sejujurnya, aku tidak masalah dengan itu. Apa Inoo-san risih dengan hal itu?" tanyaku penasaran. 

"Tidak. Ini masih biasa daripada saat aku dicerca waktu itu" sepertinya aku tau maksudnya.

"Kalau begitu... mau khan?" tanyaku memastikan.

"Tentu saja. Kita tidak boleh menolak kebaikan orang lain" ia menyunggingkan senyumannya yang selalu sukses membuat lututku lemah.

Takdir RamadhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang