Rafka (5)

185 9 2
                                    

"Mbak, kemarin dimarahi Dokter Nena, ya?" ucap Suster Siska saat mengecek saturasi Rafka. Aku mengangguk mengiyakan.

"Dokter Nena memang seperti itu orangnya. Sabar aja, nanti lama-lama juga kebal," ucapnya sembari mengusap lenganku.

"Hari ini yang visite Dokter Nena lagi, Sus?" tanyaku.

"Iya. Dokter Risty belum datang. Siap-siap saja, ya! Yang kuat," ucapnya sembari mengacungkan kepalan tangannya memberiku semangat.

Aku tersenyum getir. Berharap kali ini Dokter Nena tak melakukan apapun untuk menghancurkan hatiku lebih hancur lagi.

Kunyalakan murottal dan aku ikut larut dalam bacaan suci itu. Dia benar. Sungguh hanya dengan mengingat Dia, hati menjadi tenang.

"Ya ampun, ini bayi kenapa dibiarkan melorot begini?"

Aku tercekat. Dokter Nena kembali datang dengan lengkingan suaranya.

"Ya begitu, bagus. Ngaji. Begini ini gak diajarin, kan, sama Dokter Risty?" tanya Dokter Nena. Tangannya begitu saja terulur membenahi posisi tidur Rafka.

"Gak usah muluk-muluk ingin anak bisa ini itu. Anakmu cacat! Idiot! Gak berguna! Gak bisa apa-apa!" bentaknya lagi.

Aku menunduk menghadapi tamparan kata-katanya. Jangan tanya lagi seberapa sakitnya. Terlalu sakit.

Dia lantas melenggang pergi, mengambil handsnitiser, lalu entah sengaja atau tidak, dia mencipratkannya ke mukaku.

Kemana etika dia sebagai dokter?

*

Beruntung, Dokter Nena hanya melakukan visite dua kali itu saja. Di hari ketiga, Dokter Ristylah yang datang. Rafka dirawat hingga sepuluh hari lamanya.

Oleh-oleh baru yang kudapati dari opname kali ini adalah bahwa Rafka dinyatakan undesensus testis (UDT) berdasarkan hasil USG scrotal. Artinya, testis Rafka tidak berada di tempatnya, skrotum. Dokter Yudi meminta kami menunggu hingga satu tahun ke depan. Berharap, testis itu akan turun dengan sendirinya menuju skrotum.

Oleh-oleh kedua, Rafka dinyatakan positif hipotiroid. Ia harus mengkonsumsi euthyrox seumur hidupnya. Hipotiroidisme merupakan suatu kelainan pada kelenjar tiroid yang mengakibatkan kelenjar tersebut tidak dapat menghasilkan hormon dalam jumlah yang cukup. Akibat kondisi ini, proses metabolisme tubuh Rafka akan melambat sehingga energi yang diproduksi oleh tubuhnya akan berkurang. Rafka menjadi sangat pendiam dan malas bergerak.

Oleh-oleh berikutnya, saat CT-Scan kembali dilakukan. Hasilnya, Rafka benar-benar positif Agenesis Corpus Callosum. Tidak lagi suspect (dugaan) seperti sebelumnya.

Bedanya, hydrocephalus rupanya tidak dialami Rafka. Tidak ada cairan di dalam otaknya. Kepala Rafka besar bukan karena itu. Tetapi karena Mega Cisterna Magna (MCM) yang dideritanya. Aku tidak mengerti apa itu MCM. Berulang kali aku mencari informasinya tapi tak juga bisa kupahami. Mungkin karena aku terlalu awam untuk bisa mengerti istilah medis serumit itu.

Tidak hanya itu, Rafka juga mengalami microcephaly dengan brachycephaly. Otak Rafka tidak berkembang, bagian belakang kepalanya rata. Jadi kepala Rafka terkesan melebar dan dahinya menonjol ke depan.

"Rafka akan mengalami intelectual disability. Perkembangannya akan lambat, tidak akan sama dengan anak normal lainnya."

Lagi, aku harus mendengarnya.

"Adakah yang bisa kita lakukan, Dok?" tanyaku.

Dokter Brianna menggeleng.

"Kita hanya bisa melakukan terapi untuk optimalisasi tumbuh kembangnya. Kalau untuk obat-obatan maupun suplemen, hingga saat ini belum ada yang bisa menyembuhkannya."

Koleksi penyakit Rafka semakin kompleks bukan? Dokter Yudi kembali mengingatkanku untuk melakukan tes kromosom. Pasti, akan kulakukan saat dananya telah cukup. Aku sedang mengusahakannya.

===== Bersambung =====

SELAKSA CAHAYA DARI SURGA  [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang