Rafka (2)

298 11 0
                                    

Setelah empat hari menjalani perawatan pasca SC, aku akhirnya diperbolehkan pulang. Bukan, aku bukan pulang ke rumah seperti halnya ibu-ibu lain pasca melahirkan. Aku pulang dari RS Husada menuju RSSA, tempat di mana Rafka dan suamiku berada.

Rafka berada di ruang perinatologi bersama bayi-bayi lain yang sedang berjuang untuk sembuh. Aku bersama suamiku hanya bisa menugguinya di luar gedung. Kami duduk beralaskan tikar bersama keluarga lain. Kami bersama, bernasib sama. Berada di sini menemani perjuangan putra putri kecil kami.

"Keluarga Rafka," panggilan dari mikrofon ruang perinatologi terdengar.

Aku bergegas berdiri. Berjalan cepat ke ruang perinatologi.

"Bu, Rafka akan melakukan Echo. Bisa ditemani?" ucap salah satu suster di ruang perinatologi.

"Echo itu apa ya?" tanyaku polos. Aku memang buta dengan dunia medis. Aku sama sekali tidak mengerti dengan istilah-istilah kedokteran.

"Echocardiography, pemeriksaan untuk mendeteksi cacat jantung dan untuk melihat seberapa baik fungsi jantung."

Aku mengangguk. Masih blank sebenarnya.

"Saya Dokter Anastasia, PPDS." Perempuan yang menjelaskan tentang echo tadi mengenalkan diri.

Aku mengernyitkan kening. Istilah apa lagi itu?

"Program Pendidikan Dokter Spesialis," katanya sambil tersenyum. Dia cantik sekali. Senyumnya menular, akupun ikut tersenyum. Inilah senyum pertamaku sejak kelahiran Rafka.

Dengan menggunakan box bayi yang didorong (aku tidak tahu ini namanya apa), aku bersama Dokter Anastasia dan dua orang suster membawa Rafka ke ruang kardiografi. Beberapa kali, aku menyingkap tirai yang menutup kaca pada box bayi Rafka. Kuperhatikan ia dengan lekat. Tubuh putih kurus pucat, kepala besar, napas sesak dan berisik. Dia benar-benar tidak terlihat seperti bayi normal pada umumnya. Aku yakin, ada sesuatu yang salah dalam diri Rafka.

Saat dilangsungkan echo, aku melirik melihat papan nama yang terpajang di meja dokter yang memeriksa Rafka. Dokter Risty, dokter spesialis anak subspesialis kardiologi.

"Wah, susah ini, Bu," ucap Dokter Risty. Lalu dia menyebutkan beberapa istilah yang sama sekali tak kumengerti. Aku melihatnya dengan tatapan kosong.

"Masalahnya kompleks banget. Jantungnya bocor gedhe banget," ucap Dokter Risty sambil memegang kedua pundakku.

Seperti dihantam ratusan batu beton, kepalaku terasa sangat berat. Aku menunduk, air mataku kembali menetes perlahan. Segera kuusap dengan cepat. Aku menguatkan diri. Aku tidak boleh menangis. Aku harus tahu apa yang terjadi dengan Rafka. Aku harus mengambil tindakan untuk kesembuhannya. Rafka tidak butuh ibu yang cengeng.

"Lalu apa yang harus kita lakukan, Dok?" tanyaku.

"Operasi. Tapi tidak sekarang. Kita observasi dulu."

Aku mengangguk, lalu meminta Dokter Risty untuk menuliskan seluruh diagnosa Rafka yang dia sebutkan tadi. Aku harus mencari tahu, apa yang sedang dialami Rafka sebenarnya.

DORV - VSD
ASD besar

Tulisan yang sama sekali tak kumengerti. Tapi tentu saja aku tak tinggal diam. Aku punya HP, aku punya kuota. Sekarang mencari informasi sangatlah mudah.

*

Hari-hariku berikutnya kuisi dengan browsing. Aku mencari informasi sebanyak-banyaknya. Double Outlet Right Ventricle (DORV) artinya kedua arteri besar di jantungnya keluar dari bilik kanan. Ventricular Septal Defect (VSD) berupa lubang di dinding pemisah antara bilik kanan dan bilik kiri jantung. Atrial Septal Defect (ASD) berarti ada sebuah lubang di dinding yang memisahkan serambi kiri dan kanan.

Kepalaku sangat pening membacanya. Susah sekali aku mencerna kalimat itu. Aku yang sebelumnya bergelut dalam ilmu bisnis, sekarang harus memahami bahasa kedokteran.

Aku hanya bisa menyimpulkan bahwa kondisi itu menjadikan darah yang kaya oksigen tidak dipompa ke seluruh tubuh, melainkan masuk kembali ke paru-paru. 

Lalu bagaimana caranya Rafka bisa bertahan hidup?

*

"Keluarga Rafka," panggilan dari mikrofon perinatologi kembali kudengar. Aku segera menuju ke sana. Rafka juga berada di bawah pengawasan Dokter Edgar, konsultan perinatologi. Ia memiliki PPDS, Dokter Stevie namanya.

"Bu, saat di IGD Rafka sempat kejang. Kami sudah melakukan CT-Scan atas persetujuan bapak. Apakah ibu sudah mengetahui hasilnya?" ucap Dokter Stevie.

Aku terpaku. Tuhan, masalah apa lagi ini? Tidak cukupkah dia dengan kelainan jantung bawaannya saja?

=====Bersambung=====

SELAKSA CAHAYA DARI SURGA  [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang