17. Definisi Hujan

122 77 38
                                    

Pelajaran Bahasa Indonesia sering dipandang sebelah mata. Banyak yang meremehkan, tetapi tetap saja tak ada yang bisa mengerjakan soal dengan sempurna.

Maka dari itu, gue selalu tertarik sama pelajaran Bahasa Indonesia. Kita sebagai murid Indonesia, seharusnya bangga dengan bahasa sendiri bukannya meremehkan.

Hari ini tugas Bahasa Indonesia membuat drama. Tadinya sih mau di rumah gue, tapi gak jadi karena gue males. Dan berakhirlah di rumah Sinta karena ambil rumah tengah katanya.

"Terus gimana? Lo nanti mau sama siapa?" Tanya gue saat berada di parkiran.

Lutfiatus diam sebentar lalu berbicara. "Sama Queenara kali, kan sekalian ngelewatin rumah Sinta, jadi bisa lah kalo buat berentiin gue disitu"

Gue manggut - manggut setuju aja. Sinta di samping gue ngomong. "Kenapa lo gak bareng sama Wawan aja? Ato sama Fero kan sekalian satu kelompok"

Lutfiatus mencuatkan bibirnya lalu mengangguk setuju. "Eh iya ya? Yaudah deh nanti gue bareng salah satu dari mereka"

"Apa mau sama Gio?" tanya Mentari yang sedari tadi mengamati perubahan ekspresi Lutfiatus.

Lutfiatus menggeleng, menolak tawaran Mentari secara halus. "Enggak deh, gue bareng Wawan kalau enggak Fero aja"

Beberapa menit kemudian, Fero dateng berbarengan dengan Wawan yang mengekori dibelakang.

Saat dilihatnya Fero berada didepanya, Lutfiatus ngomong. "Nanti bareng ya, Fer?"

Fero menggelengkan kepala terus nunjuk Wawan. "Lo bareng dia aja"

Wawan yang di tunjuk natap Fero sinis lalu beralih ke Lutfiatus. "Yaudah, tapi gesit"

Lutfiatus mengangguk antusias sebagai jawaban. Lalu naik ke motor yang akan dikendarai Wawan.

Tak lama kemuadian kita sampai di depan rumah Sinta. Lalu masuk ke gerbang dan duduk dikursi teras dengan nyaman.

Beberapa menit kemudian kita mulai ngerjain naskah yang harus dibuat. Karena targetnya minggu ini naskah sudah harus kelar.

Kadek dan Mentari sibuk dengan tugas Bahasa Inggris dari gue. Sedangkan Sinta dan Angel sibuk masak mie instan di dapur.

Lutfiatus dan Fero sibuk di depan laptop. Sedangkan Wawan gatau deh pergi kemana tuh bocah.

Berkali - kali Lutfiatus dan Fero beradu pendapat tentang naskah drama yang lagi dibuat.
Gue geleng - geleng kepala terus ngikut duduk di dekat mereka. "Gak ngambung heh jadinya" Hardik Fero.

"Nyambung loh ini tuh. Lo aja yang ngeyel gak nyambung"

"Masa ganteng? Anak? Apaan dah"

Lutfiatus ngedeham lalu menoleh ke laptop. "Loh naskahnya di ganti?"

Fero menatap Lutfiatus bingung. "Bukannya lo yang buat? Lah terus ngapa tanya sama gue?"

Lutfiatus langsung menggelengkan kepala pertanda tak setuju. "Gue gak buat seaneh ini, tanya noh sama Mala"

Gue diem aja gak ngerespon mereka debat. Sampai akhirnya gue bersuara akibat kalimat tanya yang di lontarkan Fero. "Lo yang buat?"

Gue nyengir. "Abisnya otak gue buntu, gue sih niatnya benerin aja typo dari Lutfiatus. Tapi kok lama - lama tangan gue gatel jadinya ya gue tambah - tambah"

Wawan bersuara tiba - tiba di depan pintu. "Terserah aja mau naskah gimana. Yang penting fell nya dapet gak?" Tanya Wawan yang tiba - tiba muncul entah darimana.

Fero mengarahkan laptop ke Wawan yang sudah duduk di depan gue. "Masuk akal gak?"

Wawan membaca sebentar lalu mengerutkan keningnya bingung. "Kok gue punya anak? Ini ceritanya gue udah punya bini?"

Pemilik Otak Rumit [TERBIT-OPEN PO✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang