26. Si anak olim

113 72 20
                                    

Gue menghela napas kembali dan dengan tangan penuh dengan buku tebal berukuran kecil, merasa berat. "Giliran lo main kapan?"

Kadek menoleh menatap gue yang dengan kerepotan membawa beberapa kamus tebal milik anak olimpiade. "Mungkin gue bakalan pulang aja. Kemageran lo udah mulai nular ke gue, Mal"

Gue terkekeh mendengarnya, jika saja tangan tak memegang kamus kecil nan tebal ini mungkin gue akan mencekik Kadek, bermaksud bercanda. "Yaudah gih sana masuk lapangan sama mereka, kayaknya bentar lagi kelas kita mulai."

Kadek mencebikkan bibir, menatap pasrah. "Beruntung lo gak ikut lomba, ntahlah Fajar mikir apa sampe sekretaris kelas gak ikut lomba."

Gue kembali terkekeh mendengarnya, ntahlah Kadek yang membuat lelucon atau memang gue-lah yang terlalu receh. Kadek menghembuskan napas kasar lalu memasuki lapangan seraya melambaikan tangan.

Kelas 11 MIPA 5 adalah kelas yang dijadikan ajang olimpiade tahun ini. Setiap tahun berganti-ganti tempat sekolahnya, dan berhubung hari ini juga merupakan anniversary SMA Kartikatama maka diselenggarakan lomba olimpiade antarsekolah beserta lomba mendukung lainnya antarkelas.

Berhentilah gue disini, tempat yang amat membosankan ketika yang datang adalah orang-orang berkacamata tebal dan juga tumpukan buku ditangannya.

"Udah sampai?" Tanya suara dari arah belakang membuat gue menoleh dan mendapati Fero dengan plastik ditangannya.

"Nih pesenan lo. Kalo gue gak mikir lo baik, gak mungkin gue mau bawain kamus dan buku lo yang tebal itu!"

Fero menerima buku - buku tersebut dan menaruhnya diatas meja paling depan. "Makasih."

Gue mendengus dan merapikan poni yang sedikit berantakan. "Ada gak sih buku kecil gitu biar enak dibawa kemana - mana. Kalo gede gitu kan nyusahin."

"Ada."

"Memo? Gue nanya buku."

"Ada, judulnya Teeny Ted from Turnip Town ditulis oleh Malcom Douglas Chaplin yang memiliki ketebalan 0,07mm dijual secara ekslusif dan hanya 100 eksemplar. Gue udah nyari buku itu tapi tetep gak ketemu dimana-mana karena ukurannya terlalu kecil, alhasil gue beli ukuran normal dengan isi yang sama." jelasnya bersemangat.

Gue menghela napas, Fero ini benar - benar wikipedia. Sedangkan gue? Hanya tau makanan dan juga negri gingseng.

"Lo emang cocok sih olimpiade Kebumian sekaligus Fisika. Mipa dan sos lo balance, bener - bener seimbang. Tapi sangat disayangkan lo memilih lingkup sos dan bertemu dengan gue..."

"Memang kalo gue masuk mipa, gak bisa berteman dengan lo?"

"Hmmm...bisa sih, lagian temen lingkup mipa gue juga banyak." katanya seraya berhenti dikoridor. "Lo hari ini olimpiade apa?"

"...fisika mungkin..."

"Ahh...fisika."

Fero mengangguk sebagai jawaban lalu kami sama - sama terdiam. Gue gelisah memikirkan percakapan apa selanjutnya yang akan kami bahas. Sedangkan Fero serius membolak - balik lembar didalam buku tebal yang tadi gue bawa.

"Mmmm...materi tentang apa?"

"Hmm?"

"Tentang apa?"

"Memangnya kalo gue jelasin lo bakal tertarik?"

Gue meringis mendengarnya kemudian mengangguk. Menatap Nazwa yang juga sama sibuknya membolak - balik buku cetak. "Wa...nanti sore gue kerumah lo ya."

"Drama korea?"

"Iya..."

"Lo udah nonton Fight For My Way?"

"Park Seo Joon sama Kim Jiwon?"

"Yap...bagus njir kemarin gue mewek nontonnya..."

"Mau dong ntar sore gue kerumah ya...soalnya gue baru episode 10 kayaknya. Nanggung banget."

Nazwa mengacungkan jempol lalu kembali membaca buku tebalnya. Karena ia akan ikut olimpiade 'kebumian' sama seperti Fero tetapi beda sesi.

Nazwa itu tipikal teman yang bisa berbagi dalam urusan negri gingseng. Tetapi sangat pelit dalam urusan ujian. Juara kelas dari tahun ke tahun selalu diperingkat satu se-ips. Si otak brilian kesayangan semua guru. Anak olimpiade yang banyak teman.

"Mala!" seruan itu membuat gue menoleh, menatap si pemilik suara tersebut.

Sintania melambai-lambaikan tangan pertanda memanggil, taklama kemudian ia telah sampai didepan gue.  "Apa?"

"Temenin gue ke kantin yuk..."

"Lomba karikatur belum mulai?"

"Belum...katanya nunggu anak komik dulu. Per lo kapan komik?"

"Nunggu olim fisika."

"Kapan?"

"Sembilan."

"Hah?" katanya melongo. "Njirlah per yang bener napa ngomongnya, setengah - setengah malahan."

Gue menggelengkan kepala, sudah hafal dengan kelakuan Fero yang menyebalkan. "Mau makan dulu?"

Fero menggeleng sebagai jawaban. "Gue harus fokus belajar buat olimpiade nanti." katanya seraya melihat jam yang melingkar ditangan kirinya. "Duapuluh menit lagi mulai...gak sempet kalo makan."

Sintania mengangguk lalu menarik tangan kanan gue agar bangkit dari bangku. "Yaudah kalo gitu kita duluan ya."

Fero mengangguk lalu kembali fokus membolak - balik buku tebal tersebut. "Fer...jangan lupa makan." entah kenapa gue bersuara seperti itu.

Fero tersentak dan menoleh kaget. "Hmm?"

"Apapun yang terjadi, lo jangan telat makan." kata gue dan menatap pemuda itu. "Kalau ada waktu istirahat, ke kantin atau ke UKS. Otak lo juga butuh istirahat..."

Fero melebarkan kedua matanya, menatap gadis itu dengan tatapan tak terbaca. Sedangkan gue tersenyum tipis, dengan kedua matanya menyipit dan kedua pipi mengembang merona. "Semangat olimpiade ya!" gue bersorak kecil dan ikut tertarik ajakan Sintania agar keluar dari kelas dan meninggalkan Fero yang mematung ditempat.

Entah kenapa hati pemuda itu berdesir hangat.

#A/N

Hai gaes bentar lagi cerita ini bakalan kelar ya, mungkin 4 sampai 6 chapter lagi atau bahkan kurang xixixi. Jangan lupa vote dan juga comment ya, luv💛

Pemilik Otak Rumit [TERBIT-OPEN PO✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang