Teganya kamu membohongiku

22 0 0
                                    


Kamu bilang, dia adalah sahabat. Aku percaya. Kamu bilang, dia adalah teman curhat, aku pun percaya meski aku sudah merasa tidak lagi dianggap kekasih olehmu. Jika memang aku ini masih kekasihmu, kenapa teganya kamu curhatkan seluruh masalahmu padanya? Apakah aku ini kurang memberikan saran padamu? Atau apakah aku ini lebih pintar darinya dalam mengendalikan atau mencari solusi dari setiap masalah? Kurasa, aku tidak lagi sebagai pilihan.

Jika memang dia adalah seseorang yang sedang kamu dekati sebelum merencanakan pergi dariku, kenapa kamu tidak terus terang saja padaku? Kenapa kamu lebih tega menyembunyikan dia di depanku. Meskipun kamu bilang itu akan mengecewakanku, tapi diam-diam memiliki perasaan dengan orang lain selain aku, itu lebih mengecewakan. Karena bagaimanapun, baik kamu berterus terang atau diam-diam seperti itu, keduanya tetap akan melukai hatiku.

Aku memang mencintaimu. Aku memang mempercayaimu. Tapi bukan berarti kamu bisa memanfaatkan kepercaayaanku dengan cara seperti itu. Menduakan perasaan, menduakan hati. Setelah kupikir-pikir, aku belum pernah menduakanmu, lalu bagaimana bisa kamu menduakanku? Apakah memang dia lebih baik dari aku? Bisakah kamu sebutkan apa kelebihan dia padaku hingga kamu begitu tertarik padanya? Bisakah kamu menemukan sisi baikku pada dirinya? Kenapa yang kamu lihat dari aku hanyalah kekurangan dan kekurangan setelah kamu mengenalnya, padahal sebelumnya kamu adalah orang yang amat rajin memujiku tanpa mau peduli kekuranganku.

Aku menghela nafas panjang. Aku menabahkan hatiku sendiri, berbeda dari sebelumnya yang biasanya kamu adalah tiang ketabahanku, tiang tempatku bersandar saat aku lelah. Pernah aku memberimu kesempatan untuk memperbaiki diri, memperbaiki hubungan kita, meski aku tahu hatiku begitu sulit untuk menerima kenyataan. Aku memberimu kesempatan selain karena aku menyayangimu, tidak mau kehilanganmu, kupikir kamu pun manusia normal yang memiliki kekhilafan sama sepertiku. Mungkin kamu sedang khilaf, pikirku.

Ternyata, kamu sadar dan tidak sedang khilaf. Kamu melakukan itu dengan penuh kesadaran. Kamu menduakan aku, menghadirkan seseorang yang baru di hatimu dengan waras. Dan lagi, aku harus bersabar. Kamu tidak bisa meninggalkannya, begitupun kamu tidak bisa meninggalkan aku. Lalu, bagaimana dengan hubungan yang sudah kita bangun selama ini? Katamu, kamu ingin menikahiku segera, setelah kamu siap. Tapi nyatanya, kamu malah menghadirkan seseorang yang kamu pikir lebih sempurna dari aku. Aku mengalah, kubiarkan kamu memilih dia, meski itu menyakitkan. Kadang, cinta memang harus ada yang dikorbankan, walau aku tidak mau aku menjadi korban pada kejadian seperti ini. 

Proses panjang melupakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang