Pertanyaan

28 0 0
                                    

Ada banyak pertanyaan yang sebenarnya ingin aku tanyakan, tapi mereka memilih untuk bungkam dan membiarkan menjadi sebuah rahasia yang tak pernah terungkap sampai entah. Pertanyaan-pertanyaan itu bermunculan sejak kamu memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan secara tiba-tiba. Kamu menghakimi kalau dirimu tidak bahagia denganku. Kamu meng-klaim kalau aku tidak bisa menjadi apa yang kamu mau. Lantas, seperti apa maumu? 

Apakah kamu sudah menemukan seseorang yang baru, jadi kamu bisa mengklaim diriku ini tidak seperti yang kamu mau? Apakah aku harus menjadi seperti yang kamu mau agar bisa dicintai sepenuhnya olehmu? Sebenarnya, apa alasanmu pergi? 

Bisakah aku meminjam waktumu sebentar saja? Entah sudah hari keberapa setelah kita usai, tapi sejujurnya aku masih penasaran dengan keputusanmu. Kita memulai hubungan dengan kesadaran dari dua belah pihak, tapi kenapa setiap perpisahan disetujui hanya satu pihak saja? Apakah hal seperti itu sudah menjadi tradisi perihal meninggalkan?

Setelah kupikir-pikir, kenapa aku begitu berharap kamu bisa menyisihkan waktumu untukku padahal aku sudah bukan siapa-siapamu lagi? Aku takut. Aku takut jika aku mengajukan pertanyaan-pertanyaan itu, bukan jawaban yang aku dapat--melainkan kekecewaan yang nantinya akan semakin menggunung, kemudian timbul benci. 

Baiklah. Aku mengalah untuk kedua kalinya--membiarkan rasa penasaran alasanmu pergi menjadi rahasia kita. Bahagialah dengannya, seperti aku bahagia yang pernah memilikimu meski tak sampai akhir. 

Proses panjang melupakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang