“Namanya Nadira Stefanny, namun biasa dipanggil Dira. Dia itu anak tunggal dari pengusaha besar William Harlan dan designer ternama Nazla Rafina. Banyangin coba berapa banyak duit yang orang tua dia punya? Pasti banyak banget!” Jordi menggeleng pelan sambil menatap sosok dira yang baru saja ia ceritakan pada sahabatnya.
“Mana dia anaknya cantik banget, ramah pula. Gak heran kalau banyak cowok yang naksir dia”
“termasuk elo?” sahut Dennis dan jordi-pun mengangguk mantap.
“iya, termasuk gue nis!” Dennis tergelak kemudian kembali pada buku yang ia pegang. Mencari kembali paragraph terakhir yang ia baca sebelum jordi datang dengan berbagai informasi tidak pentingnya.
“huhh dasar.. cewek aja yang lo fikirin di.. di..” Dennis menggeleng pelan sesaat matanya sudah menilik pada sebaris kalimat dibuku itu. Dan laki-laki pendek disampingnyapun sewot.
“yah dari pada elo.. buku mulu yang diperhatiin. Liat noh! Banyak cewek yang naksir sama elo.. tapi pada dicuekin. Lo itu normal apa kagak sih?” alih-alih menoleh dan menjawab ocehan Jordi, Dennis justru semakin larut pada buku yang ia baca.
“yah.. gak dijawabkan. Berarti emang gak normal nih anak.. pacarannya cuma sama buku. Cewek cantik macam Dira mah kalah deh..” Dennis tersenyum namun bukan karena buku yang ia baca, melainkan karena kalimat jordi yang terkesan lucu ditelinganya.
“tuh kan senyum-senyum sendiri.. nis! Oi nis.. Dennis..!” Dennis menoleh kali ini.
“iya jordiwer.. bibir dower.. ada apa hah?” Dennis tergelak sekali lagi.
“lu gila nis! Gue aduin ke nyokap lu yeh..”
“aduin aja kalo gak berakhir dengan elu yang kena omelan nyokap gue hahaha” Dennis menunduk kemudian melipat ujung halaman bacaannya pada buku berjudul My name is red.
“Eh nis.. coba deh lu liat kesana. Gue gak salah liatkan?” Dennis menoleh saat Jordi tiba-tiba menunjuk kearah lapangan basket.
“liat apa sih?”
“itu.. disana..” perlahan titik fokus Dennis mengarah pada sesuatu yang benar-benar jordi tunjuk dengan telunjuk pendeknya.
“Itu Kevin ngapain sih?” Dennis terdiam saat melihat Kevin, mantan ketua Tim Basket yang berdiri dihadapan Dira sambil memegang satu bucket bunga.
“jangan bilang dia mau nembak Dira..” Suara jordi kembali terdengar, namun kali ini dengan volume yang sudah diperkecil.
“gila tuh anak, bukannya minggu lalu dia udah ditolak” Dennis tersenyum kecut ketika melihat beberapa siswa mulai mengerubungi aksi menyatakan cinta ditengah lapangan basket itu.“kan bisa aja kali ini cintanya diterima.. gak ada yang gak mungkin di..” ucap Dennis pelan, namun lebih terdengar seperti gumaman.
“iya lu bener.. tapi kayaknya dia ketolak lagi deh” Jordi tersenyum kemudian menoleh kearah Dennis yang rupanya sudah berjalan pergi meninggalkannya.
“Ah sial gue ditinggal, Dennis!”
oOo
Didalam sebuah perpustakaan tua dengan debu yang membalut hampir setiap buku-bukunya. Dennis berjalan pelan berusaha agar suara langkah kakinya tidak terdengar. Pasalnya akan sangat berbahaya jika ia sampai ketahuan memasuki tempat itu. tempat yang sudah dua tahun ditutup sebagai perpustakaan sekolah dan akan segara dijadikan tempat penyimpanan barang-barang bekas atau sebut saja gudang.
Dennis tidaklah benar-benar gila seperti yang jordi katakan, hingga ia sangat suka mengunjungi tempat penuh debu itu. Ia hanya ingin mencari sesuatu. Atau dirinya sendiri kadang menyebut hobinya ini sebagai berburu buku tua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dennis & Dira
Teen FictionSebab khayal selalu dapat mengantarkan kita pada rasa bahagia. Seperti bahagia yang terukir pada diri sepasang remaja dalam cerita ini. Ketika malam-malam mereka terisi penuh dengan obrolan tentang masa depan, memenuhi untaian kalimat dengan rasa op...