Empat hari terlewati.
Terhitung dari hari ketika aku bertemu dengan Rangga.
Terhitung dari hari ketika aku mengambil keputusan untuk berdiam diri di kamar hotel.
Alasan utamanya tentu saja karena aku takut akan bertemu kembali dengan Rangga jika melangkahkan kaki keluar dari kamar dan berkeliaran mengelilingi kota Yogyakarta. Untung saja lokasi hotelku tak jauh dari Malioboro. Paling tidak aku masih bisa mengamati hiruk pikuk kota Yogyakarta setiap hari dari balkon kamar hotel.
Tapi pagi ini aku menerima sebuah pesan dari Rangga.
"Hei, masih di Jogja?
Besok aku akan pulang. Mau temani aku makan malam hari ini?
Aku tunggu jam 7 malam di tempat kemarin".
Seketika hatiku kembali berdebar.
Makan malam katanya.
Untuk sesaat pikiranku benar-benar kosong dan hatiku mendominasi akal sehat dan logika. Sebelum aku sempat menyadari, tanganku sudah bergerak dan mengirim pesan balasan kepada Rangga.
"Tentu".
Lagi-lagi aku kalah. Tapi aku berusaha meyakinkan diri bahwa tidak ada salahnya menemani Rangga makan malam sebagai teman baik. Apalagi aku bukannya ingin bermusuhan dengannya. Paling tidak ini adalah langkah awal yang bisa aku ambil untuk membiasakan diri berhadapan dengan Rangga.
Tapi...
Rangga, apa aku akan terus kalah jika berhadapan denganmu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilatory
Teen FictionKetika memiliki satu sama lain tidak selalu menjadi solusi dari sebuah persatuan rasa. Kadang melepas adalah satu-satunya cara untuk mendewasakan satu sama lain. Di Kota Yogyakarta, dua insan kembali dipertemukan dan diizinkan untuk mengatakan apa y...