Pukul lima sore di Stasiun Tugu Yogyakarta.
Di hadapanku Rangga berdiri sambil membawa tas besar. Kacamata tebal yang menghiasi matanya tidak mampu menutupi lingkaran hitam di sana.
Wajahnya tampak lelah, tapi bibirnya masih menyunggingkan seulas senyum.
"Terima kasih ya sudah mengantar".
"Iya, sama-sama".
Hening sejenak. Pikiranku mulai kacau membayangkan setelah ini aku tidak akan bertemu Rangga lagi.
"Aku harap kamu tidak melupakanku".
Curang. Bahkan setelah semua penolakanku kemarin, dia masih mampu berkata-kata seperti itu dan membuatku berdebar sekali lagi.
"Aku tidak mengharap balasan dari kamu, tapi aku akan mengirim kabar".
Tidak, jangan. Usahaku untuk melupakannya akan sia-sia jika dia berbuat begitu.
"Aku harap kita benar-benar akan dipertemukan lagi jika waktunya sudah tepat".
Aku bersumpah aku juga akan selalu berharap hal yang serupa dengannya. Sekalipun aku sudah memutuskan untuk melupakannya saat ini.
"Doakan aku, semoga aku bisa menjalani studiku dengan lancar".
Hei, tanpa diminta seperti itu pun namanya selalu tersemat dalam setiap doaku. Bahkan di saat aku kecewa padanya sekalipun, aku masih selalu mengharapkan kebahagiaannya.
Kali ini aku menjawab.
"Tentu saja. Hati-hati, ya".
Rangga menatapku, lalu berkata lagi.
"I love you".
Aku terkesiap lalu tersenyum. Jeda sejenak sebelum aku memutuskan untuk menjawab.
"I love you too, Rangga".
Rangga tampak terkejut, namun raut wajahnya bahagia.Kali ini kami tidak berpelukan seperti kemarin. Cukup dengan tiga kata dan kami pun telah siap mengawali sebuah perpisahan.
Aku berusaha keras menahan sesuatu yang hangat mengalir turun dari mataku. Sangat sulit untuk tidak menangis saat ini. Ketika hati ingin sekali menahan Rangga pergi, namun logika berkata untuk tidak melakukan hal bodoh sekali lagi.
Tak lama, kereta yang ditumpangi Rangga pergi.
Pertahananku runtuh seketika. Air mataku meleleh dan aku terduduk di lantai stasiun. Setelah berhasil menguasai diri, aku pun melangkah pergi. Senja sore ini di Kota Yogyakarta masih indah seperti biasa. Tapi kali ini entah mengapa indahnya tidak mampu membuat hatiku damai.
Rangga, kisah yang kumulai denganmu memang rumit. Tapi aku akan selalu bersyukur kepada Tuhan karena telah dipertemukan dengan sosok ajaib sepertimu.
Ily.
It will always be you.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilatory
Teen FictionKetika memiliki satu sama lain tidak selalu menjadi solusi dari sebuah persatuan rasa. Kadang melepas adalah satu-satunya cara untuk mendewasakan satu sama lain. Di Kota Yogyakarta, dua insan kembali dipertemukan dan diizinkan untuk mengatakan apa y...