05

410 39 5
                                    

Rasanya perjalanan kereta dari Busan ke Seoul itu sudah menghabiskan waktu setengah abad. Jungkook menghentak-hentak tumitnya tak sabar, ingin segera keluar. Jadi teringat satu cerita urban legend yang pernah ia baca di salah satu postingan di internet, Express Train to Hell. Pas sekali.

Matanya melirik ke samping, ke arah mayat pria yang ia sandarkan di dinding toilet. Darah yang membasahi kepalanya sebagian sudah mengering dan mengeras di gumpalan rambutnya. Melihat itu membuat pikirannya semakin kacau, belum lagi pesan berisikan foto tiga buah jari Min Yoongi.

Detak jarum di jam tangan menusuk telinganya, hening dan berisik di saat bersamaan. Jungkook terdiam, menenggelamkan wajah di sela-sela paha dengan pikiran berkecamuk.

"Kak Hoseok.."

Kata-kata perempuan itu terngiang lagi, tentang ia yang juga meretas nomor teman-temannya. Kalau begitu apakah ia harus membatalkan bertemu dengan Hoseok? Jungkook tak bisa membayangkan apabila permintaan tolongnya pada Hoseok akan berbuntut pada terancamnya keselamatan Hoseok sendiri.

Tangannya menekan nomor itu lagi.

Drrrrrrrt drrrrrrrt

Tak ada sahutan, hanya bunyi khas nada tunggu yang terdengar.

"Apa ia sudah di jalan?"

"Bagaimana kalau perempuan itu mendahuluiku menemui kak Hoseok di stasiun dan mencelakainya?"

Menelpon berkali-kali namun tetap tak ada sahutan. Jungkook berpikir, walaupun perempuan itu pasti akan mengetahui Jungkook yang menghubungi Hoseok, setidaknya Hoseok bisa menjauhi stasiun, setidaknya perempuan itu tidak mengetahui keberadaannya.

Jungkook sekali lagi menghubungi nomornya, tetap tak diangkat. Lalu berakhir memberitahu lewat pesan.

Kak Hoseok, kau dimana?

Tolong baca pesanku. Jangan ke stasiun! Aku hanya bercanda kak! Sungguh, seperti yang kau katakan, aku hanya membuat lelucon tentang kak Yoongi.

Kak? Kau belum pergi kan?!
Maaf membohongimu, aku hanya merasa kesepian di Busan. Kau bisa memukulku ketika kita bertemu di kampus.

Aku tidak akan ada di stasiun kak, jadi tidak usah pergi!

Tak lama kemudian terdengar pengumuman bahwa kereta telah tiba di stasiun dari pengeras suara di luar. Kareta lambat laun memelan lalu berhenti sepenuhnya.

Mulai terdengar suara langkah-langkah kaki. Jungkook berdiam saja memastikan semua penumpang—atau setidaknya sebagian penumpang sudah turun dari kereta sebelum ia keluar dari persembunyian.

Ia berdiri, memasang kembali tas ranselnya dan memasukkan ponsel ke dalam kantong celana sebelum melihat pukul yang tertera, pukul 2 lebih 15 menit. Matanya tertuju pada cermin wastafel, hoodie abu-abunya masih ada percikan darah.

Di bersihkan berkali-kali namun masih ada noda darah di sana, membuatnya melepas lagi ranselnya dan mengambil pakaian. Pakaian yang ia ambil secara acak di lemarinya dengan tergesa-gesa sebelum berangkat.

Jungkook manatap dirinya yang terpantul pada cermin. Rambut berantakan, kaos hitam yang sedikit ketat sehingga mencetak abs perutnya, serta jaket hitam leather sebagai luaran. Jungkook memijit pangkal hidung sebentar, sedikit menyesal karena ia yang malah mengambil pakaian seperti ini untuk di bawa. Membuatnya terlihat seperti badboy saja.

Matanya mengintip dari celah pintu toilet, sudah sunyi dan hanya menyisakan satu dua orang yang masih bersiap untuk turun. Ia pun segera keluar dari toilet lalu bergegas turun dari kereta, berjalan cepat dan sesekali berlari menuju luar stasiun.

ONE DAY✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang