BAB 1

7.2K 173 18
                                    

🌹"Jalan mengubah takdir Allah memang berbeda. Namun, Dia akan tetap menentukan kebaikan takdir untuk hamba-Nya."🌹

🍁🍁🍁

Pria jangkung dengan setelan seragam ngetuk pintu kamar dengan cukup kencang. Gendang telinganya mendengar teriakan yang cukup keras dari kamar yang kebetulan bersebelahan.

"Aaarrrgghhh ... kenapa gue harus mimpi itu lagi?" Seseorang menjambak rambutnya dengan kasar.

Tatapan beralih ketika seseorang baru saja mendobrak pintu kamar. Terlihat mata hitam pekat itu menyorot tidak suka atas kelakuhan saudaranya.

Dengan napas terengah, Pria jangkung itu berkata, "Kenapa Marvin? Mimpi buruk lagi?" Ia melangkah dengan panik, mendekat kearah saudaranya.

"Bukan urusan lo," serunya ketus seraya beranjak dari ranjang menuju kamar mandi.

Tatapan tajam itu beralih meraih handuk yang tergantung di sudut pintu. Pria dengan tinggi seratus delapan puluhan itu dengan santai meninggalkan saudara kembarnya yang masih berdiri mengamati sikap Marvin yang semakin dingin. Pria jangkung itu menunduk dengan mengusap wajah dengan kasar.

"Hufftt .... " Dengusan itu terdengar begitu pasrah. Marten segera beranjak dari tempatnya berdiri, lalu menutup kembali pintu yang telah ia dobrak.

***

Pagi itu suasana begitu mendung. Tidak ada ramainya kicauan burung yang bernyanyi di atas awan. Sinar mentari yang begitu terang seakan terasa ikut lenyap. Terlihat kendaraan bermotor tengah berlalu lalang di depan gerbang rumah mewah yang menjadi sorotan para tetangga.

Rimbunnya pohon yang hijau nan lebat, menambah suasana asri yang begitu menyejukkan mata yang dipadukan dengan cat warna putih tulang dengan pilar besar yang tengah berdiri kokoh.

Deretan mobil mewah bermacam merek, tengah dijaga oleh sang supir di sisi kanannya, menunggu sang empu mengambil kunci yang menjadikan wibawa di tengah ramainya kota metropolitan.

Terlihat dari kaca jendela, seorang pria tengah bersiap mengenakan seragam sekolah yang terlihat begitu lusuh. Wajah yang masih basah dipadukan dengan rambut yang berantakan, menambah kesan tidak enak untuk dipandang. Parasnya yang tampan juga tertutupi oleh rambut panjang yang tergerai.

Ia merapikan anak rambut hang menghalangi pandangan. Sekilas pria jangkung itu melihat ke arah kaca dan menyunggingkan sabit senyum tipis di wajahnya.

"Hmm ... Sempurna," ujar Marvin datar.

Tangan kekar itu meraih knop pintu, lalu beranjak menuruni anak tangga untuk sekedar menyeruput kopi pagi sebagai awal pembukaan hidup, katanya.

Langkah lebarnya berhenti di akhir tangga. Tatapannya beradu dengan mata Marten yang tengah duduk bersama seorang pria paruh baya di meja makan.

Ia mengembuskan napas kasar sejenak. Lalu mengangkat wajahnya untuk tidak terlalu memperdulikan keberadaan mereka berdua.

Tiga langkah dirinya berjalan telinga itu menangkap suara berat milik sang Ayah.

"Marvin, coba kemari, Nak. Ayah mau bicara sebentar," ucap seseorang dengan begitu datar sembari meletakkan sendok di atas piring yang berbunyi pelan.

Terpaksa. Kata yang melintas dari pikiran lelaki dengan seragam kumal saat itu. Tanpa menjawab, kakinya melangkah berat untuk bergabung di meja makan.

Tangan kekar dengan pergelangan kiri yang terlilit gelang hitam itu pun menarik kursi dengan kasar, lalu menghempaskan tubuhnya seraya meneguk air di dalam gelas.

Alasan Syurga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang