Semua Tentangmu

145 17 1
                                    

Lantunan sholawat yang berasal dari ponsel milik Disya, menemaninya belajar malam ini.

Disya mempunyai banyak video grup  hadroh sekolah yang ia simpan di dalam ponsel , serta beberapa video Nazmi yang sedang bermain darbuka.

"Alhamdulilah..."

Disya merebahkan tubuhnya begitu selesai mengerjakan soal Geografi. Matanya menatap lurus pada lampu kamar yang menyala.

"Nazmi..."

Begitu video berganti menjadi suara darbuka yang dimainkan Nazmi, pikiran Disya semakin penuh oleh sosoknya.

"Ya Allah ... jauhkan pikiran hamba dari kaum Adam yang memikat hati."

Perlahan Disya  menutup mata. Pelajaran Geografi yang tadi sempat mampir di otaknya kini tergantikan sepenuhnya oleh sosok Nazmi.

"Dis, jadi ke rumah Ayah gak?"

Suara Azam, kakak laki-lakinya membuat Disya tersadar akan sesuatu.

"Eh iya Ka, sebentar!"

Disya bangkit dari tidurnya, kemudian buru-buru memasukan beberapa baju ke dalam tas. Ia berniat menginap di rumah Ayah sampai dua hari.

                  ****
Setelah berpamitan dengan Ibu, Azam mengantarkan Disya ke rumah Ayah.

Raut wajah Ibu selalu sama ketika Disya satu minggu sekali menginap di rumah Ayah bersama Ibu tirinya yang sudah memiliki satu anak.

Ibu memang tak menolak permintaan mantan suaminya agar Disya seminggu sekali menginap di rumahnya, tapi raut wajah khawatir selalu terlihat jelas ketika Disya berpamitan menginap di rumah Ayah.

"Gak masuk dulu, Ka?"

Disya menyerahkan helm yang barusan ia pakai kepada Azam.

"Nggak, langsung balik."

Disya menghembuskan nafas berat, sedikit kecewa.

"Yaudah hati-hati."

Azam mengangguk, lantas kembali menyalakan motor dan segera pergi dari hadapan Disya.

"Assalamualaikum."

Disya mengetuk pintu bercat biru sebanyak tiga kali. Di halaman rumah Ayah terparkir mobil Jeep, tanda bahwa Ayahnya sedang ada di rumah.

"Waalaikumsalam."

Pintu terbuka, menampilkan sosok wanita paruh baya berumur tiga puluh lima tahun yang menatap Disya dengan tatapan biasa saja.

"Masuk, Dis."

Disya mengangguk, mengikuti langkah Ibu Tirinya memasuki rumah.

"Aril udah tidur, Mah?" tanya Disya.

"Belum. Kamu sudah makan?"

Lastri berhenti di depan kamar Disya, memperhatikan anak tirinya yang sedang celingukan mencari seseorang.

"Udah Mah. Kalau begitu, aku ke kamar dulu."

Disya memasuki kamarnya yang sengaja dipersiapkan Ayah setiap kali ia menginap.

Tas biru yang ia bawa tergeletak begitu saja di lantai. Langkah kakinya menuntun Disya untuk berhenti di depan jendela kamar yang kemudian ia buka.

Dari kamarnya, ia bisa melihat dengan leluasa rumah bercat putih tulang yang selalu membuat ia betah menginap di rumah Ayah.

Yahhh... rumah itu milik orang tua Nazmi.

Dan kabar baiknya, rumah  Ayah berhadapan dengan rumah Nazmi.

                      ***
"Selamat pagi Nazmi!"

Disya melebarkan senyumnya ketika mengucapkan sebaris kalimat itu saat kaki nya memasuki gedung sekolah.

Ia percaya, bahwa Allah mendengar apa yang baru saja ia ucapkan dan berharap akan tersampaikan pada Nazmi.

"Pagi Disya."

Rizal tersenyum mendapati keterkejutan Disya ketika melihat dirinya tiba tiba ada di samping gadis itu.

"Ehh, Rizal."

Disya menunduk, ia takut Rizal mendengar sebaris kalimat yang baru saja ia ucapkan.Mengingat Rizal adalah vokalis grup hadroh sekolahannya yang sudah pasti berteman dekat dengan Nazmi.

"Aku duluan ya."

Rizal berjalan meninggalkan Disya yg bernafas lega. Ketakutannya hilang saat tau bahwa Rizal tak mendengar kalimat yg ia tujukan untuk Nazmi.

_____
Lanjut baca, sebelum itu vote dan komen dulu ya gaes :)

Memendam RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang