Ke Kelas Nazmi

106 11 1
                                    

Bismillah...
Jangan lupa vote dan comment_

___
Disya memperlambat langkahnya ketika sudah mendekati gerbang sekolah.

Kedua tangannya memilin ujung jilbab yang ia kenakan, pertanda bahwa ia sangat gugup untuk bertemu Nazmi yang ingin mengembalikan HP miliknya.

Ia tidak tau bagaimana menyembunyikan wajah merahnya karena malu saat Nazmi mengetahui bahwa galeri di HP'nya penuh dengan foto Nazmi.

Disya ingin sekali menghilang dan tak perlu lagi bertemu Nazmi.

"Hey Dis."

Disya terlonjak kaget saat tangan seseorang menepuk tas di punggungnya dengan keras.

Sontak ia membalikkan tubuh dan langsung bernafas lega saat mengetahui bahwa yang berdiri dibelakangnya itu Rizal, bukan Nazmi.

"Astaghfirullah, ngangetin aja sih."

Rizal tersenyum lebar.
"Kaget? Disangka aku Nazmi ya?"

Disya memutar bola matanya malas saat Rizal menggodanya dengan menaikturunkan kedua alisnya.

"Apaan sih."

Disya kembali melanjutkan langkahnya dengan debaran jantung yang menggila. Takut sekali tiba-tiba Nazmi muncul.

Sungguh ia belum siap dibuat malu.

"Eh tunggu Dis. Aku ada titipan nih."

Rizal berhasil mengejar langkah Disya dan menghentikannya, lantas memberikan sebuah benda pipih dari saku jaketnya pada Disya.

"Dari Nazmi. Katanya HPmu ketuker pas razia ya ? Dia gak bisa ngasihin langsung karena hari ini masuknya telat. Ada urusan."

Disya mengambil HP miliknya dengan tangan gemetar, kedua lutut nya juga terasa lemas.

Namun hatinya bisa bernafas dengan lega. Bersyukur tak usah bersitatap dengan Nazmi langsung.

"Kecewa ya? Karena yang balikin HPmu bukan Nazmi?"

Rizal kembali menggoda, kali ini Disya menatap sahabat dari SMP'nya itu dengan tajam. Lantas pergi begitu saja hingga lupa mengucap terimakasih pada Rizal.

*****
"Dis, ceritain dong gimana tadi ketemuannya sama Nazmi?"

Disya mendelik ke arah Sima, sahabatnya itu berbicara dengan intonasi keras hingga beberapa siswa yang duduk di dekat meja mereka, menoleh penasaran.

"Apaan sih. Orang gak jadi ketemu juga. HPku dititipkan ke Rizal, katanya Nazmi datang terlambat."

Sima mendesah kecewa. "Yah ... sayang banget ya. Padalah itu kesempatan kamu buat natap sang pujaan hati lebih lama."

Disya mencubit Sima yang terkekeh saat Bu Endang sibuk mengabsen siswa di kelas satu persatu.

"Disya?"

Bu Endang berdiri di depan meja Disya dengan tangan kananya memegang sebuah buku.

"Iya Bu?"

"Bisa minta tolong?"

Tentu saja Disya yang baik hati dan tidak sombong, langsung menganggukkan kepala.

"Bisa Bu. Ada apa ya?"

Bu Endang menyerahkan buku yang ia pegang pada Disya.

"Tolong balikin buku catetan milik Nazmi ke kelasnya. Sehabis ini saya akan mengadakan ulangan di kelas Agama."

Deg...Nazmi.

Kenapa dari banyaknya siswa kelas Agama harus Nazmi? Orang yang saat ini sedang tak ingin Disya temui.

"Bagaimana Dis?" tanya Bu Endang.

"Eh iya Bu."

"Sekarang ya Dis. Soalnya sebentar lagi jam saya di kelas kamu selesai."

Disya mengangguk pasrah, menatap buku bersampul batik milik Nazmi dengan lesu.

"Semangat Dis! Kesempatan emas."

Sima berbisik saat Bu Endang kembali ke mejanya.

"Kamu aja deh."

Disya menyerahkan buku milik Nazmi pada Sima. Namun sahabatnya itu menolak.

"Gak baik ah nikung sahabatnya sendiri. Nazmi emang keren, tapi aku gak minat. Lebih seneng dukung kamu jadian sama dia!"

Disya mengerucutkan bibirnya kala melihat Sima melebarkan senyum meledek padanya.

******
Kedua telinga Disya mendengar jelas suara lantunan sholawat yang dibarengi dengan permainan alat darbuka saat langkahnya terhenti di depan pintu kelas Agama yang tertutup.

Sudah bisa ditebak bagaimana ramainya kelas Agama karena mereka sedang jam kosong.

"Masuk gak ya?"

Disya mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya pada pegangan pintu.

Ragu apakah ia akan masuk ke dalam atau menunggu pintu dibuka dari dalam?

Namun sebelum Disya menentukan pilihannya, seseorang dari dalam kelas membuka pintu dengan gerakan tiba-tiba. Membuat Disya terkejut dan tubuhnya refleks terdorong masuk ke dalam kelas dengan kondisi terduduk.

"Duh!"

Disya memegangi bagian belakang tubuhnya yang terasa sakit akibat jatuh dengan tiba-tiba.

Ia baru tersadar kini dirinya menjadi pusat perhatian semua siswa di kelas Agama, termasuk sosok Nazmi yang tengah memegang alat darbuka di meja terdepan.

"Eh sory, kamu gak papa?"

Siswa laki-laki yang tadi membuka pintu langsung mendekat pada Disya. Memastikan bahwa ia baik baik saja.

"Aku baik baik saja. Maaf."

Disya menjauhkan tangan laki laki di depannya yang hendak membantu ia berdiri.

Walau masih sakit, Disya mencoba bangkit sendiri dan membersihkan bagian rok belakangnya yang kotor.

"Dari kelas mana? Ada keperluan apa?"

Disya menoleh pada laki laki di depannya, lantas tak sengaja menemukan sosok Nazmi yang entah sejak kapan terus mengamatinya dari meja terdepan.

Secepat mungkin Disya menundukkan kembali pandangannya dengan debaran jantung yang berpacu cepat.

"Aku dari kelas IPS. Tadi Bu Endang suruh ngasih buku ini pada pemiliknya. Beliau juga nyuruh saya kasih tau bahwa nanti di jam Bu Endang akan ada ulangan mendadak."

Disya menyerahkan buku milik Nazmi pada laki laki yang masih berdiri di depannya.

"Kalo gitu aku permisi."

Tanpa berniat menoleh lagi pada Nazmi, Disya segera berlari keluar kelas Agama.

Ia ingin sekali bercermin agar tahu seberapa merahnya wajahnya saat ini.

Ia sungguh sangat malu.

___________
Lanjut=>

Memendam RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang