Still You Part 3

147K 5.6K 66
                                    

Gadis ini memasukkan segala perlengkapan kerjanya ke dalam tas dan tidak lupa, tanda pengenal dirinya, sebagai karyawan tergantung di lehernya.

Clara Nathania Wijaya.

Setelah memakai blezer abu-abunya dia dengan cepat keluar dari kamarnya karena klakson motor temannya udah mem-bel sejak tadi.

“Iya-Iya.” ucapnya sembari memasang heelsnya.

“Berangkat, kak.” ujar salah satu tetangga kos-nya, Kiki.

“Iya, udah siang, kamu nggak kerja kok masih make piyama gitu.” ujarnya.

Gadis itu tersenyum, “Aku nggak masuk, kak. Bolos. Heheh...” ucapnya polos.

“Sakit? Muka kamu pucet deh, Ki.. pulang malem lagi ya.”

“Iya nih, abis dari luar kota, capeknya belum ilang. Ya udah bolos deh...”

“Istirahat, paling tar di apelin cowoknya juga sembuh.”

“Ih kak Clara apaan deh.” ujarnya mencebik, “Nggak punya cowok juga.” Clara tersenyum dan Kiki ini mengingatkan pada adiknya, yang telah tiada. Seumuran...

“Yodah, aku berangkat dulu, ati-ati jaga kos...”

“Iyaa, pulang bawain aku kakak ipar ya.”

Clara hanya memeletkan lidahnya, kemudian menutup pintu. Sementara temannya ini menatapnya dengan wajah, yang lumayan...sangar.

“Nath, lo bikin kita telat tau nggak. Ini nih hari dimana Bos kita dari—“

“Ih, Beti.., Gue udah tahu!”

“Makanya buruan, naik.. nih pake helm.”

***

Fiuhhh! Dengan kualitas mengemudi temannya ini yang nyaris mirip Valentino Rossi, tapi sedikit banyak membuatnya menahan nafas karena hampir berungkali kali nasibnya hanya tinggal nama, akhirnya mereka sampai juga di tempat kerjanya.

“Gila, gue mau mati kayaknya.” ujar Clara sembari mengatur nafasnya. Sementara Beti hanya ketawa melihatnya.

“Makanya, jangan telat. Seenggaknya, sebelum gue nyampe kos lo, lo udah siap di depan gerbang kos lo, Nath!”

“Iya-iya. Gue kecapean abisnya minggu gue bersih-bersih, cucian gue...”

“Ntar, kalo gue udah ambil mobil, lo nggak bakalan bisa kayak gini. Hahaha...”

“AMIEN!!” ucap Clara mengamini serius doa temannya yang berharap bisa membeli mobil dengan uang gajinya selama ini.

Beti, temannya saat dia pertama kali masuk di perusahaan ini. Walau bukan perusahaan besar dan kantornya juga bukan di gedung-gedung bertingkat seperti di novel-novel tapi, ini cabang dari perusahaan besar di Jakarta, bahkan Asia, dan Dunia. Duh, berlebihan nggak sih?

Dulu, dia masih di divisi keuangan dengan Beti, satu ruangan, dan satu kubikel hanya di batasi oleh meja komputer saja, sebelum dia tiba-tiba diangkat menjadi asisten Manager di sini. Gila. Walau tidak menyangka, namun gajinya yang cukup untuk biaya hidupnya dan keluarganya, dia terima saja.

Tanpa ada kecurigaan apa-apa.

“Eh, tunggu. Lo sabtu pulang sama siapa?” tanya Beti saat mereka masuk ke dalam kantor berlantai tiga ini.

“Kenapa lo nanya gitu?”

“Siapa tau, lo sama Manager lo—“

“Gila lo Bet!” Clara menggeplak lengan Beti membuat gadis itu mengaduh.

Still YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang