Novie 13

664 93 19
                                    

Yess! Yess!

Akhirnya jebol! Untuk pertama kalinya aku berhasil membonceng Rea. Untuk pertama kalinya juga aku melihat gadis belia itu menjelma menjadi wanita dewasa. Saat dia keluar dari pintu rumah, wajahnya merona memandangku. Bibir Rea tersaput lipstik nuansa pink yang cocok dipadukan dengan kaus marun dan jaket navy.

Jantungku copot saat lengan mungil itu melingkari pinggangku. Menyandarkan tubuhnya lekat pada punggung. Tahu sendiri, kan? Bagaimana bentuk motor ninja. Boncengan belakangnya memang dibentuk sedemikian rupa hingga mengharuskan untuk berpegangan erat.

Nggak nyangka, badan Rea begitu ... hangat. Mengusir dinginnya angin malam yang menembus pori-pori kain. Sengaja memang aku memakai motor, sedikit pikiran liar menang. Sejujurnya naluri laki-laki menginginkan sentuhan.

"Ah, Rend! Pikiranmu benar-benar telah dikuasai iblis laknat! Dimana prinsipmu! Katanya nggak bakalan menggoda murid." Itu kata hati baikku.

Pikiran jahat pun menepisnya. "Murid apaan? Toh kamu sudah mengundurkan diri. Rea juga hampir lulus. Status kalian sudah bukan guru dan murid. Apa salahnya?"

Hati baik nggak terima, "Tetep nggak boleh! Rea masih gadia di bawah umur. Kamu bisa tercyduk bertindak amoral. Lagian, dalam agama yang kamu peluk nggak memperbolehkan pacaran. Dosa itu dosa. Pacaran itu pintu masuk perbuatan zina."

"Hahaha!" Pikiran jahat terbahak. "Eleh kek tau dosa aja. Buktinya banyak orang yang paham agama tetapi pacaran jalan terus. Apa mereka semua dosa? Dasar sok suci kamu. Jaman gini nggak pacaran rugi, Coy! Masa muda bakal menguap dengan sia-sia."

Pikiran jahat semakin membesar dan terus membesar, menyelimuti cahaya putih dengan lubang kelam.

Fiks saat ini hawa napsu menguasai. Dalam hati kecil aku tahu perbuatan ini salah, namun aku nggak sanggup menolak kata hati paling purba : berduaan bersama lawan jenis.

Di sinilah kami berada. Di sebuah kafe yang lumayan ramai. Sengaja kupilih tempat ini karena tempatnya terang benderang. Interiornya juga mewah, setiap meja yang terbuat dari kayu dilengkapi dengan tempat duduk sofa yang empuk. Embusan udara dingin yang berasal dari AC membuat ruangan itu terasa adem.

Biar Rea aman dan nyaman.

Kafe ini juga tempat nongkrong para mahasiswa untuk berdiskusi, mengerjakan tugas atau melepaskan lelah sekadar bermain game. Suatu saat aku ingin mempunyai kafe seperti ini. Tapi jelas membutuhkan modal yang nggak sedikit. Nabung-nabung dulu kumpulin modal. Targetku, dalam lima tahun, aku sudah punya usaha kafe keren. Bukan sekadar kafe yang menyediakan menu murah buat mahasiswa tetapi juga buat mereka nyaman seperti di dalam rumah.

Ketika sedang menikmati ranumnya wajah Rea yang terlihat salah tingkah, ada sebuah suara merdu menyapa.

"Rendra."

Aku mendongak. Seorang yang selama ini menghantui mimpi berdiri menatap kami berdua dengan pandangan menyelidik.

Hannah. Dia tetap ... cantik. Bukan, pesonanya semakin menguar. Hijab lebar Pink Purple yang dia pakai membuat wajah mungilnya bersinar.

"Hannah."

Reflek aku berdiri. Dia tetap mungil, hanya setinggi bahu. Hannah mendongak setiap kali menatapku.

"Lama nggak ketemu, Rend. Kamu masih kek dulu."

"Keren, kan?"

"Jelek."

Kami tertawa bersama. Hannah menutupi bibirnya dengan jemari, entah kenapa aku merasa lega. Belum ada cincin kawin yang tersemat di sana.

"Kamu sama siapa, Han?" Kepo juga aku akhirnya.

Rearen (Sudah Terbit) Part Tidak DihapusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang