Shophia 14

674 72 13
                                    

Hannah, Hannah!

Aku melafalkan nama itu ratusan kali.

Cewek manis berbodi setipis ATM ini sepertinya punya pesona tersendiri buat pak Rendra.

Nampaknya dia bakal jadi bayangan masa lalu yang bisa mengoyak masa depan.

Aku tau semuanya dari cara pak Rendra menatap cewek berhijab lebar yang katanya udah jadi SPN ini, eh PNS maksudnya.

Dasar pak Rendra! Ukuran mini aja bisa nyedot perhatian dengan segitunya, hmm! Aneh memang.

Ah, apa aku cemburu pada wanita berhijab itu? Mbak Hannah! Ya, Mbak Hannah.

Kenapa hatiku sakit saat menyebut namanya? Apa perasaanku pada Pak Rendra seserius ini? Rea, ngaca kamu, Re. Kamu punya apa yang bisa mengalihkan perhatian guru muda ganteng itu?

Aku tertegun, ada sakit menyeruak dalam dada saat ingat bagaimana tatapan pak Rendra pada Mbak Hannah.

Terus, suara lembut wanita itu juga begitu menghipnotis siapa saja yang mendengarnya.

Pak Rendra begitu gugup dan tegang, ah! Pesona mbak Hannah sangat mengalihkan perhatiannya, sampai dia lupa jika ngajak aku ke tempat sialan ini.

Intinya kamu harus strugle, Rea! Berjuang, singsingkan lengan baju, ayo semangat empat lima! Merdeka.

"Merdeka!" Tak sadar aku memekikan kata itu dengan sedikit kencang.

"Rea!" seorang cowok menepuk pundakku.

"Ka Ragil? Kok ada disini?"

"Lah Kakak yang harusnya nanya kamu? Ngapain kamu disini malam-malam?" Mata Kak Ragil menatap lekat.

"Aku tadi bareng pak Rendra," jawabku menunduk.

"Dia lagi. Trus kenapa kamu kok sekarang sendiri?"

"Dia sibuk mikirin bayangan peri cantik," jawabku asal.

"Kalau gitu ayo aku antar pulang." Kak Ragil menarik tanganku.

"Rea!"

Suara pak Rendra menghentikan langkah kami.

"Mau kemana kamu?"

"Aku mau pulang sama kak Ragil aja." Aku terbata.

"Enggak bisa gitu dong, Re. Kamu pergi sama saya masa pulang sama bocah ini?" Pak Rendra menunjuk muka Kak Ragil.

"Kenapa gak bisa, Pak? emang ada aturannya? Undang-undang ayat dan pasal berapa tuh?" Kak Ragil nyolot.

"Bukan masalah undang-undang anak muda, tapi gak etis, aku yang bawa kamu yang nganterin pulang, lagian kamu kok mau aja, Re?" Kini pak Rendra menatapku.

"Bapak urus Mbak Hannah aja," sentakku kasar. Kutarik tangan kak Ragil dan berlalu cepat dari sana.

Kak Ragil tersenyum penuh kemenangan pada Pak Rendra. Mungkin dalam hatinya berkata 'Kasian deh lo'.

Pak Rendra mematung menatap kepergian kami.

Hm! Rea dilawan!

Antara kecewa, marah, cemburu dan ingin menangis nyatu hari ini, semuanya gara-gara Pak Rendra.

***

'Assalamualaikum, Rea.'

Sebuah pesan dari pak guru ganteng masuk.

'Waalaikum salam, Pak,' balasku malas, kalau dia tidak mengucap salam rasanya aku lebih memilih untuk tidak membalasnya.

Namun, kata pak Ustadz hukum menjawab salam itu wajib.

Rearen (Sudah Terbit) Part Tidak DihapusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang