Part 43 - Menunggumu

1.1K 83 0
                                    

Airin dan Kaisar Zian tengah berjalan-jalan di suatu jalan setapak dengan rerumputan hijau dan bebungaan cantik di sekeliling mereka. Aroma hutan yang menenangkan terasa begitu kuat tercium di indera pembau Airin. Airin sesekali menghirup aromanya dalam-dalam.

"Airin, kau suka sekali ya berada di sini?" tanya Kaisar Zian.

Airin menoleh agar dia bisa beradu pandang dengan Kaisar Zian yang mendadak lebih tampan dari hari biasanya. Mungkin karena baju yang dipakainya sekarang berwarna putih bersih sehingga nampak sangat menyatu dengan suasana di sekeliling mereka.

"Benar, Yang Mulia. Hamba sangat suka berada di sini. Apakah Yang Mulia juga merasakan hal yang sama?"

"Jika kau bahagia, maka itu sudah menjadi alasan yang cukup bagiku untuk ikut bahagia juga."

Airin tersenyum lebar dan Kaisar Zian balas mengacak puncak kepala Airin begitu gemas. Dan mendadak mata di balik topeng beliau membulat lebar, disertai pegangan erat jemari kaisar di bahunya. Airin juga menjadi begitu waspada.

Matanya menatap sekeliling namun tak ada satu hal pun yang mencurigakan. Dia beralih untuk memastikan apa yang terjadi dengan Kaisar Zian. Matanya menangkap sesuatu yang berada di kain penutup perut Kaisar Zian. Pada kain tersebut, menyembullah bekas cairan berwarna merah yang Airin sangat yakini adalah darah. Apalagi tangan kanan Kaisar Zian yang memegan perutnya itu juga mulai terdapat tetesan darah di sana.

Sekali lagi dia menatap Kaisar Zian, dan Kaisar Zian langsung ambruk di depan matanya, kedua lutut Kaisar Zian menjadi penopang berat tubuhnya saat ini, Airin menahan belakang kepala Kaisar Zian yang oleng. Tanpa sadar, air mata Airin menetes.

Bibir Kaisar Zian gemetar ketika bahkan memanggil namanya. 

"Ai-Ai...rin...."

Airin tidak mampu menahannya lagi, Kaisar Zian nampak begitu menderita akan sesuatu yan berada di perutnya yang entah dikirim darimana. Airin menarik Kaisar Zian ke dalam pelukannya.

"Tetaplah sadar, Yang Mulia...."

"A....ku ti....dak ku....at la-la...gi....."

"Tidak! Tidak!" 

Airin semakin histeris ketika kedua kelopak mata Kaisar Zian mulai meredup.

"Kasim Ha! Jenderal Liu Won! Bantu aku!"

"Yang Mulia!"

"Yang Mulia, hamba tetaplah sadar."

"Yang Muliaaaaa!"

Airin seketika terlonjak dari tempat tidurnya, bulir keringat dingin jatuh menetes dengan deras dari pelipisnya, wajah dan rambutnya bahkan telah basah kuyup oleh keringatnya sendiri. Napasnya terengah-engah seakan dia telah berlari sangat jauh sekali.

Brakkkk!

Pintu kamarnya dibuka dengan cukup keras, memunculkan sosok Dayang Dang yang berjalan tergopoh-gopoh kearahnya.

Dayang Dang segera berlutut di depan junjungannya.

"Nona, apakah Anda bermimpi buruk lagi?"

Airin menoleh dan segera mengangguk lemah, air matanya telah siap meleleh di kegelapan malam yang sunyi tersebut.

Airin menghela napas, lantas menjambak rambutnya sendiri frustasi, Dayang Dang yang melihatnya tak bisa melakukan apa-apa untuk menenangkan Airin. Dia hanya berdoa semoga apa yang belakangan ini menghantui mimpi Nonanya tidak benar-benar terjadi.

Sudah dua bulan berlalu, dan selama itu Airin selalu saja dihinggapi mimpi yang sama dalam mimpi tidurnya, yaitu Kaisar Zian yang tergolek lemas karena kehabisan darah di depan matanya. Airin terus saja mendapat firasat buruk tentang Kaisar Zian. 

Dia telah mencoba tak mengacuhkan mimpi yang hanya bunga tidurnya saja itu namun semakin lama, intensitas mimpi yang sama itu kian berulang setiap harinya. Bahkan karena mimpi itu, kesehatan Airin mulai terpengaruh, dia hampir tidak memiliki napsu makan setiap harinya, kepala yang terus saja terasa pusing, wajah yang kian kehilangan ronanya.

Tak ada lain yang diharapkan olehnya selain Kaisar Zian bisa kembali secepatnya dan dengan selamat.


******************


Empat bulan telah berlalu, kesehatan Airin kian menurun setiap harinya. Bahkan kini, Airin hanya bisa terbaring di tempat tidur. Kaisar Zian telah berperang selama empat bulan lamanya, sudah banyak kabar yang tersampai kepada Airin sejauh ini. Berita kemenangan Kaisar Zian, Kaisar Zian yang terkadang sakit, sampai pada berita yang membuatnya terbaring di tempat tidur ini, yaitu berita kalau Kaisar Zian terluka parah di peperangan tersebut.

Airin terkadang merasa tingkat kewarasannya perlu diperiksa oleh tabib istana, karena dia mulai sering berhalusinasi tentang Kaisar Zian yang berada di sebelahnya namun dengan keadaan penuh darah.

"Airin sayang.... Ibu tahu kau sangat sedih saat ini, namun ibu mohon, makanlah sesuatu, kau belum makan dua hari ini, bukan?" di sebelahnya, Nyonya Hue dengan setia menemaninya, sejak dipanggil ke istana oleh Dayang Dang setelah Airin pingsan sebulan lalu, Nyonya Hue telah berada di sisinya.

Dia begitu sedih melihat anaknya yang semakin hari kian hancur seperti ini. Dia sungguh tak berani untuk menyampaikan kepada Airin apa yang telah dilihatnya sebulan lalu, bahwa Kaisar Zian di sana, juga sama menderitanya seperti anaknya saat ini. Kesehatan Airin pasti akan semakin menurun saat ini.

Mereka telah terikat begitu kuat, sampai keadaan dimana yang satunya akan ikut merasakan hal yang sama jika yang lainnya merasa sakit. Kesakitan Airin, bermakna kesakitan juga untuk Kaisar Zian.

Dan selain itu, alasan lainnya adalah keduanya mulai menunjukkan reaksi dari takdir yang diberikan oleh mereka berdua, penawar dalam tubuh Airin kian mendekati masa berlakunya, jika Airin tidak segera melakukan apa yang seharusnya dilakukannya maka hidup Airin akan menjadi konsekuensinya, dan karena racun di tubuh Kaisar Zian juga mulai menunjukkan tanda-tanda harus segera diobati. 

"Yang Mulia Kaisar baik-baik saja di sana, sayang. Kau tidak perlu khawatir, bukankah Kaisar Zian sangat ahli dalam peperangan?" ujar Nyonya Hue Fan berbohong.

"Kalau beliau baik-baik saja, Ibu, mengapa tubuhku mengatakan yang sebaliknya? aku merasa kian melemah setiap hari...."

"Bagaimana jika aku telah tiada sebelum aku dapat menyembuhkan luka Yang Mulia? Aku tidak ingin menjadi tidak berguna untuknya Ibu....," ujar Airin begitu lemah.

Sorot Nyonya Hue mulai berkaca-kaca, dia mengedipkan matanya. "Kau akan baik-baik saja, sayang. Yang Mulia juga akan baik-baik saja. Sakitmu sekarang ini bukan karena Yang Mulia di sana juga sedang sakit, namun karena kau begitu merindukan kehadiran beliau." Nyonya Hue tersenyum berusaha meyakinkan Airin. "Jadi lebih baik sekarang kita sama-sama berdoa agar Yang Mulia Kaisar bisa kembali dengan selamat."

Airin mengangguk lemah, dan mulai berdoa untuk keselamatan Kaisar Zian yang entah keadaannya sekarang seperti apa.

"Jangan tinggalkan hamba, Yang Mulia."


TBC

HALOOO, Maaf ya pendek banget part ini. Aku ngak tahu mau ngomong apa dan aku juga udah ngantuk banget sekarang, jadi semoga terhibur ya dengan ceritaku....

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Terima kasih karena telah membaca Mai Sairen sampai sejauh ini

I Purple You 💜💜💜💜💜💜

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Salam,

Aliyza

[√] Mai SairenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang