Hingga suatu hari Devdas akhirnya kembali, dia lebih dulu pergi menemui Paro sehingga membuat Kaushalya ibunya merasa tidak senang sebab dia menginginkan dirinya yang harus menemui Devdas lebih dulu. Kebencian Kaushalya terhadap Sumitra semakin membesar setelah mendapatkan hasutan dari kakak ipar Devdas yaitu Kumud. Devdas dan Paro sering kali menghabiskan waktu bersama.
"Katakan, kau tidak pernah merindukan desa?" tanya Paro
"Tidak pernah, kecuali ketika aku bosan dengan makanan di asrama, aku merindukan masakan Ma. Dan waktu di London, saat seseorang berteriak padaku, aku teringat dengan ayahku. Bukan orang lain. Di malam malam yang panjang, tepukan lembut nenek. Tidak ada yang lain." kata Devdas
"Dev... Dan.."
"Dan?"
"Aku?" tanya Paro dengan sendu
"Tidak pernah. Atau mungkin pernah sekali? Ah ya kau tak pernah terlintas di pikiran, Paro."
"Aku tak pernah terlintas di pikiran?"
"Hal-hal yang terlintas di pikiran adalah hal yang penting. Tapi kau tidak penting, Paro."
"Benar-benar Dev, hanya kau yang penting. 5 surat, 5 kali sehari. Berapa kali aku membacanya setiap tahun? Dan berapa kali dalam sepuluh tahun? 18.250 kali. Sepenting itulah kau, dan selama sepuluh tahun sampai hari ini, aku menjaga nyala lampu yang kuhidupkan untukmu. Berapa jam sudah lampu ini menyala?" jawab Paro dengan mata berkaca kaca
"Jika aku hitung." kata Devdas mencoba menghitung jari jarinya.
"87.600 jam. Begitu penting dirimu, setiap saat aku mengingatmu berapa detik dalam sehari?"
"Aku tahu, aku akan memberitahumu."
"Kau tidak pandai berhitung." mata Paro berkaca kaca dan saat dia membalikkan badan. Devdas menarik bahunya dan berkata,
"Hei, pernah sekali saat aku merindukanmu."
"Kapan?"
"Setiap kali aku bernapas. Bagi mereka, kenangan, adalah sesuatu yang bisa untuk dilupakan. Bodoh. Begitu mudahnya kau menghitung waktu waktu itu? Tanpa memikirkan setiap waktu yang berlalu membawaku pergi? Dalam nyala lampu yang kau hidupkan, justru akulah yang terbakar." ucap Devdas dengan mata berkaca kaca melihat Paro pergi setelah itu.
Next?
Komen.