Ketika Sumitra ingin memberi sindor ke Kaushalya tangannya tiba tiba dipegang Kaushalya sambil berkata.
"Apa ini." ucap Kaushalya sambil memegang tangan Sumitra
"Tanda pertunangan. (tangan Sumitra dihempas sangat kuat) anakku untuk anakmu. Paro dan Devdas." ucap Sumitra sedikit terkejut melihat Kaushalya melempar piring yang dipegang Sumitra.
"Apakah kau sudah kehilangan akal sehatmu, Sumitra? Aku mengundang Ibu dan anak untuk menghibur tamu tamuku dengan sedikit tarian dan drama." ucap Kaushalya sambil menunjuk Sumitra. Dan berkata lagi
"Lihat Kumud, ternyata kau benar! Pemilihan waktu Sumitra-kaki selalu tepat. Dia tahu bagaimana memanfaatkan kesempatan. Sebagai anak, putrinya mencuri jambu dari kebun kita (sambil menunjuk nunjuk Sumitra) kini dia mengincar anakku?" ucap Kaushalya pedas.
"Tidak, Didi. Itu tidak benar. Devdas dan Paro adalah kekasih dari kecil. Mereka jatuh cinta, mereka tidak bisa hidup tanpa satu sama lain. Sebagai satu keluarga yang besar, mungkin kau tidak pernah tahu, tapi aku tahu bagaimana mereka saling rindu. Kumohon jangan ditolak, Didi. Walau jika itu artinya kau tidak memiliki kepentingan lagi denganku nantinya." kata Sumitra berkaca kaca sambil memohon.
"Mengapa menimba air dari sumur beracun? Kau tidak bisa mengkhianati takdir. Tapi asal keturunanmu tidak berubah, yaitu gadis gadis penari. Ya, kami para tuan tanah memakan ikan tetapi kami tidak akan membiarkan tulang tersangkut di kerongkongan. Menganggapmu sebagai tetangga, sangat buruk. Sebagai sebuah keluarga, memalukan. Bahkan jika kau sementara melupakan aibmu, tapi kedudukanmu? Jangan kau mencoba untuk mencemooh kami dengan menawarkan koin yang buruk!" ucap Kaushalya tegas dan Kumud pun datang sambil berkata.
"Choto-ma, biarkan saja choto-ma. Kita selalu bisa membicarakannya dengan Dev. Sekarang tinggal Parvati. Jika dia tidak bisa menahan diri, suruh dia menemui Dev. Kehormatan di kalangan tuan tanah tidak bisa dinodai oleh urusan seperti ini." ucap Kumud sinis ke arah Sumitra. Dan kemudian Sumitra menampar Kumud dan berkata.
"Perempuan yang tidak pantas dari tuan tanah! Jangan mengganggu ketika orang tua bicara!" kata Sumitra penuh amarah.
"Sumitra!" teriak Kaushalya.
"Cukup! Menjawabmu sama saja menjatuhkan martabatku. Dulu kau kupanggik kakak. Mulai sekarang, cukup Kaushalya. Dan kaushalya, kau juga bernyanyi di hari putriku lahir. Ingat Badi-ma? (nenek) dia mengambil putriku dari pelukanku mengatakan Paro adalah Putrinya! Dengan senyuman, aku bahkan berkata iya. Sedikit yang aku tahu bahwa bahkan di rumah besar milik tuan tanah ini seorang wanita terhormat dari rumah itu memiliki pikiran yang sempit. Sampai menghitung jumlah jambu dicuri dari salah satu kebunnya. Hitunglah, berapa jumlah jambu yang dicuri putriku? Katakan! Hiks..... Hiks..... Hiks..... Dicuri. Dan aib? Ya, kami memang menjual putri kami. Tapi kau juga menjual, Kaushalya. Kami menjual putri kami, secara terbuka. Tapi kau menelan mahar dan putrinya juga. Baik atau buruk, koin bisa diketahui dari dentingannya. Tapi kau tidak akan tahu. Karena kau cukup tuli sehingga tidak bisa mendengar kata hati anakmu. Kau buta, karena tidak bisa melihat cinta mereka. Tidak lama lagi kau akan berdiri terpaku menyaksikan kehancuran putramu. (sambil berjalan) aku bersumpah, putriku akan menikah dengan keluarga yang lebih kaya dari keluargamu. Dalam seminggu jika aku gagal, lalu datang, meratapi kematianku pada hari ke delapan. Aku datang untuk mengucapkan semoga kau melahirkan seorang putra yang tampan. Tapi kini yang kuharapkan adalah melihat seorang putri yang akan kau lahirkan." ucap Sumitra sambil berjalan ke luar pintu sambil menangis.
Next?
Komen.