Aku menatap laporan pemotretan iklan salah satu produk perusahaanku. Aku melempar ke atas meja dengan kasar. Salah satu penanggung jawab pemotretan kemarin hanya menunduk dengan wajah pucat. Aku menghela nafas kesal. Bagaimana bisa? Pemotretan yang harusnya berjalan mulus tiba-tiba berhenti gara-gara modelnya tiba-tiba menghilang dengan alasan ibunya sakit? Memangnya perusahaan milik dia?
Aku mencoba untuk meredam semua emosiku saat pintu tiba-tiba terbuka dan menunjukan wajah mamahku yang sedang merengut. Sialan. Kenapa disaat seperti ini mamah datang. Bikin tambah hancur moodku saja. Aku memberikan kode kepada bawahanku untuk keluar. Mamah masuk dan langsung duduk di sofa.
"Bagaimana dengan calon menantu mamah? Apa sudah ada?"
Aku mengurut pelipisku perlahan. Berharap bisa menghilangkan rasa sakit yang semakin menjadi semenjak kedatangan mamah."Mah--"
"Apa?! Mau tunggu mamah mati dulu kamu baru menikah? Hah?" Wajah mamah memerah menahan kesal.
"Iya aku lagi cari."
"Cewek di perusahaan ini banyak. Memangnya kamu tidak ada yang tertarik?"
Aku menggeleng pelan."Tidak. Mereka hanya mau hartaku mah."
Mamah memandangku dengan tatapan kesal."Tidak apa-apa. Yang penting kamu menikah!"
Shit shit shit. Mamah selalu memaksakan semuanya. Bahkan Mamah pernah bilang tidak apa-apa jika calon istriku Office Girl yang penting aku menikah. Oh god! Aku benar-benar tidak memikirkan pernikahan saat ini.
Sekertarisku memasuki ruangan setelah mengetok. Wajahnya terlihat sedikit pucat."Ada masalah untuk project sore ini Pak."
Mamah terlihat tidak suka melihat sekertarisku yang masuk tiba-tiba dan menganggu. Mamah berdiri lalu menghampiriku. Saat sudah berada didepanku mamah menghela nafas frustasi.
"Kamu tidak gay kan Van?"
Aku hanya menatap mamah dengan wajah lelah."mah. Aku akan kasih menantu secepatnya."
Kemudian aku duduk setelah mamah meninggalkan ruanganku dengan wajah sendunya. Sialan! Ini project besar. Jangan sampai masalahnya fatal dan membuat perusahaan ini rugi. Penanggung jawab pemotretan hari ini masuk keruanganku. Dia melaporkan bahwa salah satu modelku yang sedang melakukan pemotretan dan bajunya bolong dibagian perut. Sialan! Dia lagi. Aku benar-benar tidak tahan. Perusahaan yang bekerja sama denganku sangat menyukai model pembuat masalah itu. Tetapi kali ini aku tidak bisa tinggal diam.
"Apa dia sudah melakukan pemotretan semua produk?" Tanyaku.
Penanggung jawab pemotretan hari ini yang kutahu bernama Via hanya menunduk takut. "Tinggal satu lagi yang sangat penting pak."
Aku menggebrak meja."Pecat. Semua. Yang. Menghambat!"
"Te termasuk model--"
"SIAPAPUN!"
"Ba baik Pak."
"Keluar." Ucapku dengan dingin.
Sialan. Projectnya harus selesai sore ini. Besok sudah harus mulai di sebar ke seluruh iklan di koran dan majalah. Tetapi pemotretan selalu saja tidak mulus. Padahal aku sudah memberikan toleransi kemarin.
Setelah makan siang aku benar-benar harus mengecek pemotretan siang ini. Memang tidak ada yang bisa kuandalkan disaat seperti ini. Semua menatapku heran saat aku menaiki lift ke lantai 7. Semua menunduk. Aku mengerutkan kening saat mendengar suara teriakan di ruang pemotretan.
"Kamu akan saya laporin! Kalau sudah memecat orang ya sudah tidak usah pakai foto itu untuk iklan sampah kalian!" Teriak suara cewek yang tidak familiar ditelingaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
ERVAN
Romance"Temani aku makan siang." Ervan menjalankan mobilnya keluar dari butik. "Aku masih pake sendal jepit. Tasku juga didalam. Berhentiin mobilnya." Ucapku dengan kesal. Ervan hanya diam dan tidak meladeni ucapanku. Wajahnya masih datar. "Ervan! Hei!" ...