5. LIMA

3 0 0
                                    

Aku sedang makan siang sama Sherly. Setelah pertemuan kami yang singkat kemarin akhirnya aku mengajak Sherly untuk bertemu kembali. Sherly banyak bertanya tentan Ervan. Tetapi aku tidak menjawab dan selalu mengalihkan pembicaraan. Mengingat Ervan. Aku sangat malu jika mengingat kemarin sore saat Ervan menciumku. Setelah hampir 1 menit berciuman, pintuku diketuk oleh Hana. Aku langsung buru-buru mendorong Ervan dan merapihkan bajuku yang sedikit terbuka keatas.

"Kenapa muka lo merah?" Tanys Sherly. Sial aku lupa sedang bersama manusia kepo.

"Ngga papa."

Wajah Sherly terlihat menyebalkan."hayo mikirin apa?"

"Apa sih!"

"Hahaha btw. Gue ga nerusin sekolah gue."

"Serius? Kenapa sher?"

Setelah lulus dari S1. Sherly ke luar negeri untuk melanjutkan sekolah S2nya. Sedangkan aku mulai merintis butikku. Walaupun Sherly dipaksa oleh orang tuanya untuk melanjutkan sekolah, tetapi aku tidak menyangka kalau ujung-ujungnya bakal berhenti seperti ini.

"Gue ngga kuat. Males lanjutin."

"Terus bokap nyokap lo gimana?" Tanyaku. Setauku mereka merupakan orang yang tegas.

"Udah pasrah. Mereka merasa bersalah udah maksa gue."

"Apa rencana lo kedepan?"

Sherly mengangkat kedua bahunya."cari suami?"

Aku memukul kepalanya."Gila!"

"Biar kaya lo. Sekalinya dijodohin dapetnya kaya Ervan."

"Eh tapi, apa Ervan udah jatuh cinta sama lo?"

Aku terdiam lalu mengangkat bahu menandakan kalau aku juga tidak tau. Aku langsung melihat pesan yang semalem Ervan kirim kepadaku. Singkat tapi ntah mengapa aku tersentuh.

Ervan: Aku flight.

Tetapi apa ini hanya perasaanku saja yang sudah mulai tertanam untuk Ervan? Aku baru menyadari. Ervan tidak pernah mengucapkan cinta kepadaku. Ha? Memangnya Ervan benar mencintaiku? Aku mendengus tidak percaya dengan pemikiranku sendiri. Ervan bersikap baik karena dia menghargaiku. Ya setidaknya aku masih dihargai sebagai calon istrinya.

***

Aku sedang berada di rumah Ervan. Ini sudah satu minggu sejak Ervan pergi ke Turki. Aku sedang menemani Tante Tina sambil bertanya tentang butik. Tante Tina mencertakan kalau butiknya sudah diambil alih oleh managernya. Jadi, Tante Tina tidak ikut terjun langsung karena dilarang oleh Om Handoko. Jadi Tante Tina hanya dirumah melakukan aktifitas seorang ibu rumah tangga biasa. Seperti sekarang, aku dan Tante Tina sedang membuat kue bolu.

"Nih. Ervan sangat suka bolu pandan. Nanti Tante kasih resepnya ke kamu ya. Jadi kalau kalian sudah berumah tangga Ervan betah dirumah."

Aku mengangguk. Tante Tina juga mengajarkanku masak ayam rica-rica kesukaan Ervan. Kalau dulu, saat mamah ingin mengajarkanku masak, aku selalu menolak mentah-mentah ajakan mamah. Tetapi sekarang, ntah kenapa aku sangat bersemangat saat membayangkan akan memasak untuk suamiku nanti.

Aku melihat Tante Tina yang memotong cabai dengan lincah. Aku jadi takut. Apa Ervan akan marah saat mengetahui aku tidak bisa masak? Bagaimana kalau dia kangen masakan mamahnya saat denganku? Bagaimana ini?

"Ra? Jangan bengong. Ntar tangan kamu kepotong."

Aku melihat bawang putih yang sudah tidak berbentuk. Ada yang potongannya besar ada yang kecil. Aku tersenyum kikuk."Maaf Tante."

Tante Tina tersenyum lalu mengambil alih bawang putihnya."Ini dipotongnya harus sama. Pelan-pelan aja." Tante Tina memotong dengan perlahan.

"Maaf ya Tante. Aku gini aja ga bisa."

ERVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang