3.TIGA

2 0 0
                                    

Aku menghela nafas berkali-kali. Tadi pagi Mamah bilang kalau perusahaan Papah yang ada di Singapore ada masalah besar. Aku tidak tega melihat wajah lelah Papah tadi pagi. Papah memang memiliki perusahaan di Indonesia dan di Singapore. Tetapi tahun kemarin, perusahaan yang ada di Indonesia bangkrut karena ada penghiatan yang aku tidak mengerti bagaimana ceritanya. Papah hanya bilang aku cukup fokus di butikku saja.

Aku tau Papah pasti trauma, papah takut kalau perusahaan satu2nya itu akan bangkrut lagi. Aku melihat ketakutan di wajah Papah. Tadi pagi, papah bilang kalau ingin pindah sementara waktu ke Singapore. Papah menyuruhku ikut. Tetapi aku belum memberikan keputusan. Kalau aku ikut, siapa yang akan mengurus butikku? Papah tidak membolehkanku untuk tinggal di Indonesia kecuali aku menikah dulu. Kata Papah biar ada yang jaga. Papah pun tidak bisa menuntutku untuk cepat menikah dengan Ervan. Papah berharap aku dan Ervan bisa PDKT terlebih dahulu. Jika sudah ada Ervan, papahpun sudah lega kalau harus meninggalkanku di Indonesia.

Ada satu fakta lagi yang membuatku kaget. Tante Tina ingin menjodohkanku dengan Ervan. Tetapi Papah menolak. Papah tidak ingin aku menikahi orang yang tidak aku cintai. Aku hampir saja menangis mendengar alasan papah. Padahal aku tau, jika aku menikahi Ervan, otomatis Ervan akan menjadikan perusahaan Papah dan perusahaan dia menjadi perusahaan keluarga.

Sekarang tidak bisa seperti itu, karena aku dan Ervan tidak ada hubungan darah. Apa aku harus menerima perjodohan ini? Setelah aku pikir, Ervan tidak buruk. Dia memiliki tubuh besar karena olahraga, lalu hidungnya mancung dan satu yang aku benci. Dia tidak pernah tersenyum tulus. Dia hanya tersenyum kecil itupun jarang.

"Ngelamunin apa?"

"Sherly!"

Lamunanku terhenti saat melihat sahabatku, Sherly. Aku langsung memeluk Sherly dengan senang. Sherly adalah sahabat waktu kuliahku. Dia melanjutkan sekolahnya ke luar negeri.

"I miss u so much Rara." Sherly memelukku kencang.

"Kenapa ngga bilang kalau pulang?" Aku dan Sherly berjalan ke sofa.

"Kejutan! Gimana? Lo udah punya cowok belum?" Tanya Sherly yang membuatku cemberut.

"Lo tau gue ngga laku."

"HAHAHAH bukan ngga laku. Lo tuh terlalu pemilih."

Bukan pemilih. Aku lebih suka dibilang selektif. Aku juga tidak terlalu memikirkan pacar. Umurku sudah tidak muda lagi. Aku lebih mencari suami. Tetapi banyak yang mendekatiku hanya untuk pacaran. Mereka semua yang mendekatiku bahkan tidak berani aku perkenalkan kepada orang tuaku. Mereka banyak yang beralasan minder. Padahal, papahku tidak memandang jabatan seseorang.

Tiba-tiba pintu ruanganku dibuka tanpa diketuk. Aku melihat Ervan dengan wajah datarnya menatapku. Aku mengerutkan kening. Kenapa dia bisa disini?

"Ada apa?" Tanyaku heran.

"Om Arius masuk rumah sakit."

Seperti petir disiabg hari. Aku hanya bisa terdiam. Aku terlalu shok untuk menghadapi ini semua. Aku langsung membereskan semua peralatanku dimeja lalu keluar tanpa memperdulikan siapapun termasuk Sherly.

Saat aku ingin keluar butik tanganku di tahan oleh Ervan."aku antar."

"Dimana alamatnya? Aku bawa mobil." Sherly mengambil kunci mobilnya ditas.

"Rumah sakit Permata."

Di dalam mobil aku menangis saat mendengar penjelasan Ervan kalau papah penyakit jantungnya kambuh. Aku terus menangis selama perjalanan. Bahkan Ervan tidak bisa berbicara apa-apa. Dia hanya melihatku menangis tanpa henti. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan jika aku hidup hanya dengan Mamah.

ERVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang