4.EMPAT

2 0 0
                                    

Aku menuruni tangga. Aku melihat Papah sedang membuka laptop di meja makan. Mamah sedang fokus ke makanannya. Aku duduk lalu mamah memberikan roti yang sudah dioles selai ke piringku.

Ini sudah 5 hari Ervan tidak menelfonku. Bahkan dia sudah tidak mengantar dan menjemputku ke butik. Aku berfikiran kalau Ervan memutuskan hubungan perjodohan ini sepihak. Papah dan mamah juga tidak menanyakan kenapa aku sudah mulai membawa mobil lagi. Aku jadi ingat, tukang kunci yang membenarkan mobilku sampai heran melihatku yang sudah sering menghilanhkan kunci. Tapi kali ini kuncinya dibuang Ervan, bukan hilang karenaku.

"Ervan baru pulang dari Amerika. Ngga kamu jemput?" Tanya Papah mengalihkan tatapannya dari laptop kepadaku.

"Masih hidup dia?"

Papah melotot."jangan bicara seperti itu Aira"

Ternyata Ervan ke Amerika. Aku benar-benar malas untuk membiacarakan Ervan didepan Papah dan mamah. Mereka pasti membela Ervan. Lagi pula kenapa coba aku tau Ervan ke Amerika dari Papah? Udah gitu saat hari kepulangannya. Kalau papah tidak bilang mungkin aku seperti wanita bodoh yang hobbynya menduga-duga.

Aku menyalami kedua orang tuaku lalu berjalan ke dalam mobilku. Aku benar-benar tidak habis fikir kenapa selama empat hari Ervan tidak muncul aku masih kesal karena kejadian 4 hari lalu yang dia tidak menjemputku sampai aku dan Wina menunggu di butik sampai malam.

Hari ini butik ramai oleh semua model dari Introfood. Aku menghela nafas kesal saat mengingat perusahaan itu milik Ervan. Sebelun aku tau kalau yang punya perusahaan itu Ervan, aku sudah bekerja sama untuk pemotretan model-modelnya.

"Hai Ra!" Fani memeluk sekilas.

Fani adalah salah satu penanggung jawab atas kerja sama perusahaan Introfood dan butikku. Jadi kalau ada apa-apa aku bisa langsung menghubungi Fani. Seperti kemarin, saat ada tragedi baju bolong, aku langsung memberikan kompensasi kepada perusahaan Introfood melalui Fani.

"Gimana? Aman kan?" Tanyaku.

"Aman nih. Gue urus baju dulu ya." Ucap Fani lalu ia menghampiri salah satu modelnya.

"Aira!" Teriak suara yang sudah familiar ditelingaku. Diva.

"Hai Div. Udah selesai ngukur?" Tanyaku melihat Diva sudah membawa tas.

"Udah nih."

"Ke ruangan gue sini." Aku membawa Diva memasuki ruanganku.

Aku dan Diva membicarakan banyak hal. Diva bercerita tentang Ervan. Kata Diva, Ervan terkenal dingin dan kejam. Dia juga terkenal menyukai laki-laki. Aku sempat terkejut saat mendengar kabar itu. Aku jadi berfikir. Ervan itu cukup tampan untuk ukuran cowok Indonesia. Tetapi dia tidak memilik pacar. Apa dia beneran gay? Bagaimana kalau aku beneran menikahi cowok gay?

"Gue juga percaya kalau dia gay. Kelihatan. Sekertarisnya itu seksi-seksi. Ngga mungkin dia ngga napsu." Ucap Diva sambil memakan camilan dimeja.

"Mungkin."

Tok tok tok

"Maaf Mba Aira. Ada yang mencari." Ucap Hana dengan wajah gerogi.

"Suruh masuk aja."

Aku melihat Ervan masuk membawa beberapa plastik di tangannya. Aku melihat Diva sudah berdiri lalu membungkuk. Aku hampir saja ketawa melihat lehernya yang sudah ingin jatuh kedepan. Tadi Diva menjelek-jelekan Ervan. Saat ada orangnya dia langsung membungkuk seperti itu.

"Permisi." Diva langsung keluar ruangan dengan jurus seribu bayangan karena jalannya sangat cepat.

Pintu tertutup. Di ruangan ini hanya ada Ervan dan aku. Ervan menghampiri sofa lalu menaruh beberapa plastik itu ke meja. Aku masih menunjukan wajah datarku.

ERVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang