BAGIAN DUA

270 71 42
                                    


***

"Sayang, jangan lari-larian. Ingat kamu masih sakit." teriak Erika – mama Ria.

"Iya ma," ucapnya riang. Suara yang lembut dan terkesan sangat ceria.

Ria, anak yang sangat baik. Dia penurut, sampai-sampai orang yang ingin dekat dengannya selalu saja menghindar.

Anak-anak seumuran dia, yang begitu manis juga manja pada orangtuanya.

Entah kenapa. Teman-teman nya selalu menganggap bahwa Ria adalah anak kecil yang sangat manja.

Setiap hari yang ia dengar hanya ejekan  anak-anak seusianya. Tak memiliki teman, padahal Ria anak yang baik dan ramah.

Ria anak manja lah.

Ria anak mama lah.

Ria anak mami lah.

Ria tak meladeninya. Katanya gini 'emang kalo aku bukan anak mami atau bukan anak mama? Aku dilahirin dari mana? Liang lahat? Yakali. Itu tempat orang mati.'

Seketika teman-teman nya selalu berhenti mengoceh jika Ria sudah bicara seperti itu.

Ria sama sekali gak rugi punya teman sedikit. Yang penting mereka akan selalu ada untuknya. Saling melengkapi satu sama lain.

Sampai suatu saat, Ria melihat seorang anak laki-laki yang tampan. Ria melambaikan tangan padanya. Sedang dia hanya acuh tak acuh.

Ria melambaikan tangannya sekali lagi, dengan senyum yang sangat lebar.

Laki-laki itu menunjuk dirinya sendiri sambil melirik Ria. Seolah mengatakan isyarat 'aku?' Ria mengangguk senang.

Laki-laki itu mengangkat kedua alis nya, seolah mengatakan 'kenapa?'. Tanpa ragu, Ria berjalan ke arah dia.

Ria menyodorkan tangan nya seolah meminta berkenalan. Dia mengedikan bahunya, lalu Ria mengambil paksa tangan laki-laki itu.

"Aku Ria, Kamu?" Ria memperkenalkan namanya dengan penuh percaya diri.

"Manusia." Jawabnya singkat, padat dan sangat padat.

Seketika Ria tertawa dengan kencang. Sambil memukul mukul pahanya pelan. Seolah ini sangat-sangat lucu.

"Aku tahu kamu manusia. Aku bukan anak indigo yang bisa lihat hantu," ucapnya sambil terus tertawa. "Kamu lucu tahu, kamu mau kan jadi sahabat aku?" lanjut Ria.

"Sahabat? Bahkan aku gak kenal sama kamu."

"Ya kan tadi aku minta kenalan, aku Ria. Euforia Senjakala, nama kamu siapa?" tanyanya sedikit lebih serius sekarang.

"Pandu, Pandu Alkesh."

"Aku Ria, Ndu."

"Ndu? Nama aku Pandu, bukan Ndu" kesalnya.

"Kan kita sahabat, jadi...aku panggil kamu 'Ndu' sebagai nama pemberian dari aku." jelasnya lagi.

Euforia (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang