Delapan

1.1K 73 4
                                    


Budayakan menekan bintang sebelum membaca🌟

**

Kay memasuki rumahnya dengan memasang wajah yang kesal. Sehingga ia tidak menghiraukan panggilan ayah-nya yang sedang duduk di teras sambil meminum kopi dan membaca koran.

"Johan, Adikmu kenapa?" Tanya Bobby, ayah dari Johan dan Kay itu sambil menaruh koran di atas meja.

Johan menghentikan langkahnya ketika sang Ayah bertanya kepadanya.

"Kamu marahi lagi?" Tanya Ayahnya lagi.

"Habisanya Kay kemarin pulang telat dan gak ngabarin ke Johan" Ucapnya membela diri "Johan khawatir kalo Kay pulang sampe se-sore itu" Lanjutnya.

"Kemarin kan Adik kamu sudah izin dan pamit ke Papah kalo dia pulang sore. Kenapa kamu masih memarahi dia?"

"Tapi Kay gak izin sama Johan"

Ayah-nya itu menghela nafasnya kemudian memegang pundak Putra pertamanya itu "Adik kamu itu sudah besar. Bukan lagi anak umur 5 Tahun yang selalu kamu atur dan kamu marahi kalau dia tidak mau menuruti perintah kamu"

"Terus Papah nyuruh Johan buat ngasih Kay kebebasan, gitu?" Tanya pria ber-umur 24 Tahun itu pada Bobby, ayahnya.

"Bukan gitu. Maksud Papah, kamu jangan terlalu mengekang apa yang adik kamu lakukan. Cukup kamu pantau dari kejauhan apa yang Kay lakukan, selama itu positif dan tidak merusak moral Kay. Apalagi yang harus kamu takuti?"

Mendengar perkataan dari Ayahnya. Johan terdiam, ia meresapi apa makna dan maksud dari perkataan Ayahnya itu. Selama ini ia selalu menganggap bahwa Adiknya itu adalah anak kecil dan selamanya tetap anak kecil. Sehingga sulit baginya untuk melepas Kay begitu saja dari pantauan-nya.

"Sudah sekarang kamu ganti seragam. Ayah tunggu di meja makan, kita makan siang sama-sama" Ucap Ayahnya pada Johan yang sedang terdiam meresapi perkataan Ayahnya tadi.

Johan mengangguk pelan "Iya Pah"

**

Kay melempar tasnya ke sembarang tempat. Kemudian gadis itu membanting tubuhnya di atas kasur. Cukup sekitar 10 menit ia merutuki kejadian yang terjadi di depan gerbang tadi yang membuat dirinya malu bukan kepalang ketika Andre tiba-tiba datang dan membela dirinya di depan Johan, kakaknya sendiri.

Drt!

Drt!

Drt!

Tiba-tiba ponselnya bergetar. Gadis itu merogoh ponsel di saku roknya. Tiba-tiba kedua matanya Speccless saat membaca siapa pengirim pesan Wattsapp.

"Andre.."

Dengan sigap ia bangun dari posisi tidurnya.

"Ini mimpi?!"

"Gak gak gak! Ini pasti mimpi!" Celotehnya bak orang yang sedang menang kuis. Dengan cepat ia menggendong Al kucing kesayangannya.

"Abang Al coba cakar tangan Kay. Ini Kay mimpi apa gak sih, Ya Allah!" Ia mengendong kucingnya, kemudian mencakarkan tangannya di kuku kucingnya yang tajam itu.

"Aww!" Ringisnya. Ini bukan mimpi, ini benar-benar nyata.

Begitu bahagianya gadis ini menerima pesan dari sang pujaan hati sampai-sampai tanganya gemetar.

"Tenang, Kay. Tenang! Lo harus tenang. Lo gak boleh seneng dulu. Karna bisa jadi dia cuma salah kirim. Akhhhh!" Histeris gadis itu sambil lompat-lompat di atas kasurnya.

Cklkk!

Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Memperlihatkan sosok Kakaknya yang sedang memandang dirinya yang sedang lompat-lompat diatas kasur dengan tatapan aneh.

Ice Boy and StalkersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang