Rain
Kita perlu bicara Wan
Pesan satu jam yang lalu dari Rain. Pesan yang hanya Awan baca tanpa ada minat membalasnya. Hari ini perasaannya sedang kacau. Entah karena Luna atau kedekatan Rain dengan Arjuna. Awan sendiri juga bingung dengan kemauan hatinya. Seakan tak rela jika Rain dekat dengan lelaki lain. Namun iya sadar, sampai kapanpun akan ada dinding pemisah yang sulit Awan runtuhkaan.
"Agggg!!"
"Shit!!!"
"Fuck!!!"
"Brengsek!"
"Bajingann!!" Semua umpatan rasanya belum bisa membenahi perasaannya yang sedang kacau. Awan ingin tenang.
Dret...dret...dret...
"Wan, masih hidup?"
Tanpa berbicara lagi Awan memutuskan telpon secara sepihak. Awan tidak peduli kalau itu bisa membuat Rain marah. Tidak tahu kenapa malam ini Awan ingin bertemu Rain. Dengan cepat Awan menyambar kontak motor di atas meja. Mengenakan jaket dan sepatu kesayangannya.
Jalanan yang sepi membuat Awan cepat sampai di rumah Rain. Namun, dari jarak jauh Awan menghentikan motornya. Tatapannya mengarah tepat di halaman depan rumah Rain. Motor vespa biru, siapa lagi pemiliknya kalau bukan Arjuna.
Arjuna dan Rain sedang duduk di teras rumah Rain. Awan masih diam di tempat mengamati keduanya. Sesekali Rain tertawa dan bercerita yang membuat Arjuna ikut tertawa.
Kedua tangan Awan mengepal dengan kuat. Sudah siap melayangkan tinju. Awan mengambil handphone di saku jaketnya. Ia mencoba menghubungi nomor Rain. Tapi, percuma tiga kali panggilan dan tidak ada satu pun yang Rain angkat.
"Selamat ya Rain udah dapetin Arjuna," ujar Awan sebelum pergi.
===
"Tapi jangan ngejekin ya," ujar Rain yang masih tersenyum. Arjuna menunggu Rain kembali bercerita tentang masa kecilnya.
"Dulu aku pernah nanya sama Mama. Mama, Arjuna itu gantengnya kayak apa sih? Eh, ada orang lewat sambil makan kacang berhenti di depan aku. Terus dia natap aku sama Mama sambil bilang gini 'kayak.."
"Kayak saya," ujar Arjuna memotong ucapan Rain.
Bibir Rain mengerucut. Karena tebakan Arjuna benar, "Ih enggak asyik kamu udah tahu endingnya."
"Saya kan cuma menebak. Lagi pula tahu ending cerita itu menyenangkan."
"Menyenangkan? Apanya yang menyenangkan?"
Arjuna tersenyum melihat Rain yang mulai terbiasa dengan hadirnya, "Kita jadi penasaran awal mula kejadiannya. Saya baca novel kamu juga lihat akhir ceritanya dulu."
"Kamu baca novel aku?"
"Kalau saya enggak baca novel kamu, enggak mungkin saya bisa suka sama kamu."
"...."
Rain menunduk, bingung mencari kata-kata apa yang tepat untuk menjawab ucapan Arjuna. Lelaki itu menggenggam kedua tangan Rain. Mengusap kedua tangan itu dengan lembut, "Rain, mulai sekarang kamu harus terbiasa ya. Terbiasa dengan keberadaan saya."
"Arjuna.."
"Dari pada kamu menunggu Awan yang enggak balas perasaan kamu. Saya siap kok tanggung jawab sama hatimu," ujar Arjuna.
"Kalaupun rasa bisa ditukar, aku bakal ngelakuin itu sekarang Jun," ujar Rain.
Di saat ia ingin mengerti apa artinya dicintai, kenapa Tuhan mengirim orang lain untuknya? Harusnya Rain sadar tidak selamanya Tuhan sepaham dengan pendapatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PETRICHOR [Lengkap]
Teen FictionDi bumi manusia itu aneh. Menginginkan hujan, tapi takut kehujanan. Menyukai panas, tapi tidak mau kepanasan. Seperti halnya Rain yang membenci hujan. Karena hujan adalah kebencian dan petir adalah ketakutan. Bukan berarti ia juga menyukai panas. Ia...