11 lelah

671 96 3
                                    

Karena badannya sudah kembali sehat. Rain dengan percaya diri pergi ke kedai kopi miliknya. Sudah tiga hari ini ia tidak ke sana. Untung saja Rain tidak mendapat kabar masalah perihal kedainya. Setidaknya permasalahn kedai tidak menjadi hal yang perlu Rain pikirkan dulu.

"Selamat pagi," ujar Arjuna yang sudah berada di depam pagar rumah Rain.

"Kamu bikin kaget aja. Udah lama di sini?"

Arjuna mengeleng. Menyerahkan helm yang langsung dipakai oleh Rain. Setelahkejadian kemarin saat Arjuna merawat dirinya Rain sedikit terbuka. Tidak enak juga menolak Arjuna. Lelaki itu sudah berbuat baik kepada Rain. Hal itu membuat Arjuna senang. Ia berharap perlahan rasa Rain akan ikut terbawa dengannya.

"Saya nggak pernah bosan kalau nunggu kamu. Mau ke kedai kopi kan?"

"Iya, makasih ya udah mau aku repotin."

"Makasih juga," ujar Arjuna.

"Makasih buat apa?"

"Sudah ngrepotin saya," jawab Arjuna.

Sepertinya Rona merah terlihat begitu menarik untuk Arjuna saksikan. Beda dengan Rain yang menundukkan kepala karena malu. Kenapa sekarang Rain merasa lain? Benar kalau hati Rain perlahan mulai luluh dengan perlakuan Arjuna? Tapi mengapa separuh dari sisa senangnya dengan Arjuna masih mengharapkan Awan?

Merelakanmu pergi dari bayang-bayang rasaku saja aku belum bisa. Padahal hanya aku yang mencintaimu sedalam ini Wan, batin Rain.

"Awan pasti udah khawatir sama kamu."

Awan khawatir sama Rain? Rasanya itu tidak mungkin. Walaupun khawatir, Awan tetap saja mengunakan label teman. Rain naik ke atas motor Arjuna. Melingkarkan kedua tangannya dan menyenderkan kepalamya ke pundak Arjuna. Saat ini Rain butuh tempat untuk bersandar. Sudah lama Rain bertahan jatuh cinta sendirian. Apa sekarang waktunya pergi? Merelakan Awan yang memang bukan takdirnya. Lalu siapa takdir Rain sekarang, Arjuna?

"Rain, kamu itu terlalu sempurna untuk disia-siakan. Kenapa tidak menghargai dirimu sendiri? Berhenti mengejar, takdir perempuan itu dikejar."

Rain mendengar suara Arjuna yang sedikit mengema. Mungkin karena Rain menyenderkan kepalanya di punggung Arjuna,"Jangan berlebihan menilaiku Jun. Kalaupun takdir perempuan dikejar tidak ada salahnya kan mengejar duluan?"

"Dan sakit hati sendirian maksudmu? Jujur menurut saya kamu itu cuma takut."

"Takut?" Rain mengeraskan suaranya. Jalanan begitu padat ditambah suara klakson yang membuat obrolan mereka terganggu.

Arjuna menganggukkan kepalanya. Melirik ke arah spion untuk melihat wajah Rain, "Iya kamu takut. Kamu takut kalau orang yang mengejar kamu bernasib sama denganmu. kamu takut karena bukan Awan yang menyukaimu. Intinya kamu belum siap dengan cinta yang baru. Takutmu karena sakit hatikan?"

Rain sendiri belum mengerti dengan kebimbangan hatinya sendiri. Bisa jadi semua yang Arjuna bicarakan benar. Rain hanya takut melewati hidup baru. Karena dari dulu dunianya hanya tentang Awan. Mencintai Awan dan membuat Awan jatuh cinta dengannya. Hanya itu rencana awal Rain. Nyatanya jagatraya berkata lain. Mendatangkan Arjuna yang menawari Rain cinta disaat yang bersamaan pula Rain lelah mengejar Awan.

"Nggak tahu," suara Rain melemah.

"Bagaimana kalau kita cari tahu?"

Ide Arjuna membuat kening Rain berkerut, "Caranya?"

"Gampang, kamu cukup jadi pacar saya."

"Kalau gagal?" Rain melepas pelukannya. Sedikit menyodorkan kepala ke depan sejajar dengan kepala Arjuna, "Artinya aku bakalan sakit hati lagi? Males ah, capek sakit terus."

"Kalau gagal berarti jawabannya satu," ujar Arjuna menenggok ke kanan.

Tidak usah mengeluarkan suara, Arjuna tahu Rain belum mengerti ucapannya, "Kalau gagal berarti kamu jodoh Awan. Berarti kata-kata saya tadi salah. Berarti kamu berhak mengejarnya lagi."

Arjuna menghembuskan nafas. Kembali fokus ke depan melihat jalanan, "Perihal sakit hati itu wajar. Saya tidak bisa memberi kamu janji tidak akan sakit hati kalau pacaran dengan saya. Kita manusia kadang ego berperan lebih aktif daripada kata hati kita sendiri. Saya cuma bisa jaga hati kamu semampu saya."

"Berarti aku harus buka hati buat kamu? Harus siap sakit hati buat kamu?" Kata Rain mendongakkan kepala ke atas. Menatap langit yang membiru dengan cerah.

"Semua tergantung kamu. Dan tergantung kita kedepannya bagaimana."

Jalanan masih ramai. Arjuna melengak lenggokkan vespa birunya demi mendapatkan jalan. Rain yang ada di belakangnya masih diam. Mengamati jalan dengan pikiran melayang. Meninggalkan Awan nyatanya terlalu berat buat Rain. Meski status mereka masih dan akan tetap sama. Sebatas teman. Tapi, Rain yakin Awan punya alasan kenapa ia menolak Rain. Kenapa ia menyuruh Rain menjauhkan rasa darinya. Apa semua karena Luna? Kalau iya dengan senang hati Rain akan pergi.

"Arjuna, aku bingung mau jawab apa."

Rain semakin bingung karena Arjuna tidak menangapi ucapannya. Tidak mungkin juga kalau Arjuna marah dengan Rain.

Arjuna berhenti di depan kedai milik Rain. Jam menunjukkan pukul sepuluh dan kedai kopi Rain sudah mulai ramai. Rain tersenyum masih banyak ternyata orang yang tertarik dengan kedai miliknya. Arjuna berjalan terlebih dahulu. Meninggalakan Rain yang masih sibuk melepas helm.

Satu pasangan menarik perhatian Rain. Meski dari luar dan di dalam penuh Rain bisa menebak siapa orang itu. Ada Awan dan Luna sedang duduk di kursi biasa yang Awan tempati bersamanya. Keduanya terlihat tertawa. Awan juga terlihat lebih bahagia. Rain mengatur nafasnya. Mengedipkan kedua matanya. Mencoba menahan air mata yang menerobos pertahanannya.

Untuk apa menangisimu yang sudah bahagia? Harusnya aku ikut senang bukan, batin Rain.

Arjuna yang tahu Rain masih berada di belakang mengembalikan badan. Kembali berjalan menemui Rain. Perempuan itu tidak menyadari kehadiran Arjuna. Bahkan Awan yang menatapnya dari dalam kedai.

"Kamu sakit lagi?"

"Iya," jawab Rain dengan lesu.

"Mau saya antar ke dokter sekarang? Atau kamu mau saya antar pulang lagi?"

Rain mengelengkan kepala, "Dokter aja nggak bisa nyembuhin penyakitku."

"Udah tahu sakitnya apa? Berarti udah tahu siapa yang bisa mengobati?"

Sekali lagi Rain mengangguk, "Sakit hati dan kamu yang bisa mengobati. Itukan maksud kamu?"

"Jadi..." Arjuna mengangkat satu alisnya,"Tawaran saya kamu terima?"

"Aku nggak bisa nolak tawaran."

Arjuna tersenyum menarik tubuh Rain ke dalam dekapannya. Rain membalas pelukan Arjuna. Meski kedua mata Rain menatap Awan yang sedang berpelukan dengan Luna. Awan juga membalas tatapan Rain. Keduanya beradu pandang.

Maaf aku lelah mengejarmu yang semakin jauh. Sekarang aku juga berhak bahagia, batin Rain.

PETRICHOR [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang