Break.

797 98 3
                                    

Aku memutar-mutar badan pena murahanku dengan gerakan kasar, sudah lima belas menit aku berkutat dengan soal-atau mungkin lebih tepatnya soal sialan yang di berikan dosen yang tidak kalah sialannya, hey! kalian kira, aku bisa belajar di saat tugasku membunuh-bunuh orang?

Punggungku terasa gatal, bukan! bukan karena ada panu-kurap-kadas kulit atau semacamnya, sepertinya ada yang memperhatikanku, entah siapa. Maka dari itu aku memutuskan untuk menoleh ke belakang, sial. Kenapa ada wanita cantik memperhatikanku?

"Hai?" aku menyapa wanita pirang yang ternyata Elle- si saudara sepupu Irwin, Elle merunduk, bisa kulihat kedua pipinya memancarkan semburat merah muda yang sangat kontras dengan kulitnya yang pucat.

"Butterfield?" aku menarik nafasku kesal ketika suara dosen tua itu memanggil namaku, cih. Dia fikir dia siapa berani-berani memanggil namaku yang keren itu? cara penyebutannya saja salah. "Asa Butterfield!"

"Yes, sir?"

"Kalau kau hanya ingin memperhatikan Ms. Fanning, lebih baik kau pergi dari kelasku sekarang juga," aku menghela nafas berat mendengar suara tawa anak sekelas dan Elle yang merunduk karena malu, aku berdiri dan membereskan alat tulisku.

"Kalau itu yang kau mau, kenapa tidak?" aku berdiri membereskan alat-alat tulisku dan mengabaikan seluruh mata yang tengah memandangku dengan pandangan are-you-mad-bro? bahkan si dosen sialan itu memandangku dengan tampang kaget, cih tidak berguna.

-

Aku merenggangkan badanku, berusaha menahan sakit di sekujur tubuhku, di sudut bibirku mengeluarkan darah segar yang sedari tadi aku biarkan, kalian pasti tahu yang membuatku tidak berdaya seperti ini, siapalagi kalau bukan Brooklyn dan kedua temannya yang bodoh itu?

C'mon, memang apa salahnya mengajak Chloe yang tengah sendirian di sebuah kursi taman. Apakah salah aku mengajaknya ngobrol barang sebentar?

"Are you ok?" aku menoleh ketika sebuah suara halus menyapaku, semburat merah di pipinya terlihat sangat jelas di tengah pantulan sinar matahari senja. What a good view. "Kau tampak kesakitan dan di sudut bibirmu ada, darah?"

"I'm okay," aku mengangguk berusaha tersenyum selebar mungkin, tapi siapa tahu aku ingin menangis karena begitu sakit- holy crap, aku tidak mau terlihat lemah di depannya, "kau sedang apa di sini Elle? bukankah sudah waktunya pulang- maksudku waktu pulang sudah habis sedari tadi- crap! what was I talk about?"

Elle tertawa kecil memperlihatkan sederet giginya yang rapi, oh jantung sialan bukan saatnya kau jatuh cinta.

"Tadi aku melihatmu berkelahi dengan uhm- I forget, but one of 'em is Brooklyn Bechkam, right?" aku mengangguk membiarkannya berbicara, lalu menoleh ketika mendengar dengusan nafasnya yang terdengar kesal, "dia memang suka semena-mena dia suka menghajar Ashton, aku benci mereka"

Holy crap! aku jadi ingat bagaimana aku membunuh si idiot Irwin, aku merasa, bersalah mungkin?

"Apakah kau menyayangi Ashton?"

Sedetik kemudian ingin rasanya aku menghajar wajahku sendiri ketika Elle memandang wajahku dengan tatapan hey-cunt-what-are-you-talking-about-? jadilah aku membuang wajah, membiarkan perasaan malu itu hilang.

"Ya tentu saja," Elle menjawab setelah terjadi keheningan beberapa menit di antara kami berdua, "dia satu-satunya keluarga yang kupunya, orang tuaku sudah meninggal dan Ashton sedari dulu sudah hidup sendiri. And now, here I am alone. Berjuang mempertahankan hidup"

Entah setan atau arwah mana yang merasuki-ku tiba-tiba saja tangan sialan ini bergerak sendirinya mengenggam tangan mungil- and holy crap! begitu mulus dan terasa rapuh. Mata Elle yang berkaca-kaca heran menatapku.

"Biarkan aku menjagamu,"

SIal, apa yang baru saja kukatakan?

-

Author note :Hi everyone who still read this story, Aku minta maaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaf banget buat late updatenya, ini semua gara-gara ngestuck dan gaada ide dan sekarang alhamduillah udah ada, semoga kalian suka ya makasih.

Hug and kisses,

Z :)x

The Killer; completedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang