01

976 105 13
                                    

"Sensei! Aku suka padamu!"

Lagi-lagi suara cempreng milik seorang gadis mengusik konsentrasi milik seorang pria dengan jas putih panjang.

"Ya ampun, [Name]-kun kau mengejutkanku." Keluh pria berjas putih itu yang sedari tadi berkutat dengan rekam medis milik pasien.

Tangannya naik melepaskan kacamata yang sedari tadi bertengger di hidung mancungnya, menoleh kearah pintu, menampakan kepala seorang gadis yang menyembul dibaliknya.

Gadis dengan senyuman lebar berjalan memasuki ruangan sambil menenteng kardus dengan corak warna-warni.

"Maaf, maaf , hari ini aku belum menyatakan perasaanku, Sensei, hehe," ucapnya lalu duduk di kursi yang sudah disediakan di dalam ruangan itu.

"Meski kau tidak mengucapkannya tidak masalah bagiku," sahut pria itu kalem lalu melirik sedikit kearah kardus yang dibawa oleh gadis dihadapannya.

"Mouuuuuu, jahat sekali Jakurai-sensei ini, humph!" Cibir [Name] lalu menggembungkan kedua pipinya.

Pria dengan nama lengkap Jinguji Jakurai itu terkekeh kecil lalu bangkit dari kursinya berjalan kearah dispenser yang memang tersedia di dalam ruangan, mengambil dua buah gelas lalu diisi dengan air putih kembali berjalan meletakan kedua gelas dihadapan [Name].

"Maaf, aku tidak bisa menyediakan teh seperti biasanya," ucap Jakurai sambil meletakan kedua buah gelas berisi air putih.

"Un! Tidak apa-apa!" Lalu [Name] dengan cekatan membongkar kardus warna-warni itu, terlihatlah macaron yang sama warna-warninya dengan corak kardus.

"Kali ini aku membawa macaron! Kupikir sensei suka!"

Jakurai tersenyum tangannya mengambil salah satu macaron tersebut. Matanya terpejam lalu sekejap, "Selamat makan!"

"Selamat makan!"

Mereka berdua mengunyah dalam diam, keduanya tidak mencoba untuk berbicara.

[Surname] [Name] seorang gadis remaja yang dengan tanpa sengaja bertemu dengan Jakurai Jinguji seorang dokter psikiater.

Jika kalian percaya akan cinta pandangan pertama, itulah yang dirasakan oleh [Name] saat pertama kali bertemu Jakurai.

Perawakan tinggi menjulang dengan rambut berwarna violet panjang terurai tak lupa pembawaan yang sangat tenang dan lugas membuat gadis yang akan beranjak memasuki kepala dua ini jatuh cinta.

Sudah hampir tujuh bulan setelah pertemuan pertama mereka, pertemuan yang akhirnya membuat sang gadis mendatangi dokter tersebut ketika waktu istirahat dan setiap hari pula [Name] menyatakan perasaannya dan setiap kali pula Jakurai tidak pernah menggubris bahkan tidak percaya, Jakurai hanya berpikir bahwa itu hanyalah lelucon yang dilontarkan oleh gadis berumur 19 tahun itu.

Bayangkan saja umur [Name] dan Jakurai terpaut 16 tahun! Wajar kalau Jakurai lebih berpikir bahwa [Name] hanya main-main. Mana mungkin gadis muda menyukai bahkan mencintai seorang pak tua seperti dirinya.

"Enak," komentar Jakurai akhirnya meluncur membuat suasana mencair.

"Benarkah?!" Tanya [Name] antuasias matanya nampak berbinar, Jakurai yang melihatnya terkekeh dibalik wajah tenangnya.

Sang gadis merasa hatinya membuncah mendengar satu kata yang terlontar dari bibir pria yang kini duduk di hadapannya, kalau boleh jujur [Name] sedari tadi merasa harap-harap cemas akan komentar Jakurai, ia tidak ingin jujur bahwa macaron yang ia bawa adalah hasil buatan tangannya.

"Iya, teksturnya sangat renyah namun disisi lain terasa lembut, dan rasa manisnya pun pas," Jakurai mencomot kembali macaron yang ada.

[Name] menunduk sedikit sambil mengulum senyum, meski begitu Jakurai masih bisa melihatnya lalu menanggapi dengan senyuman kecil.

Bagi seorang psikiater mana mungkin Jakurai tidak mengetahui tentang gerak-gerik manusia, apalagi gadis dihadapannya yang kadang mengusik pikirannya ini tidak mungkin tidak terbaca.

"Sensei?" Panggil [Name] kentara ragu, menatap Jakurai dengan tatapan was-was, Jakurai mengernyit sedikit tidak biasanya gadis muda dihadapannya terlihat seperti ini.

"Ada apa, [Name]-kun?"

"Emm...etto..anooo.."

"Apakah ada masalah, [Name]-kun?" Tanya Jakurai, tangannya yang hendak mengambil macaroon untuk kesekian kalinya terhenti.

[Name] menggeleng cepat sambil menautkan jari jemarinya, mengusap agak kasar ia berusaha mengumpulkan keberanian.

"A-apakah.. Sensei.. ettoo.." lagi-lagi [Name] tergagap membuat Jakurai semakin kebingungan.

"[Name]-kun?"

[Name] menarik nafas panjang, "APAKAHSENSEIMAUDATEDENGANKUAKHIRPEKANINI?" dengan kecepatan kilat akhirnya [Name] dapat mengatakan satu kalimat penuh.

Jakurai terperangah mendengar pertanyaan yang lebih kepada ajakan dari gadis itu. Irisnya melebar sesaat tak mampu memberikan kalimat pasti.

"Eh?"

[Name] menyadari dengan cepat rasa panas menjalar keseluruh wajahnya, membuat wajah elok gadis itu memerah melebihi kepiting rebus.

"A-ah! Ah! T-tidak u-u-u-u-usah dipikirkan Sensei! Aku salah berucap!"

Jakurai tersenyum kedua alisnya mulai nampak menjauh, matanya menatap teduh sang gadis, "Baiklah, jam 10 pagi di taman dekat rumah sakit, mari kita bertemu."

"Hah?!"

******

Remember Us This Way • Jakurai JingujiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang