Aphelion Part I

16 0 3
                                    


"Kak Justin tega!" Protesnya setelah duduk di kafe yang dijanjikan Justin, kali ini benar-benar Justin yang datang. Lelaki itu tertawa melihat ekspresi tak terima junior kesayangannya.

"Tega darimana toh dek? Kan kakak bantuin kamu menemukan passion kamu dengan jalan-jalan." Balasnya tak henti tersenyum geli karena berhasil mengerjai Tyara.

"Iya tapi gak di sana juga." Sergahnya. "Males harus ketemu Opa Andre."

"Silaturahmi itu baik dek." Ucapnya berusaha menghibur. "Lagian kan itu kakeknya, bukan ketemu sama Adrian juga."

"Iya aja deh." Balasanya memutar bola mata, Tyara menyeruput jus stroberi kesukaannya dengan emosi campur aduk yang tak dimengertinya.

"Kak. Aku mau tanya, tapi jangan pikir macem-macem ya!" Ucapnya kemudian.

"Iya, mau nanya apa?" Tanya Justin menyetujui.

"Gimana sih pertama kalian kenal?" Tanya Tyara dengan gerakan kode bahwa orang yang dimaksud adalah Adrian. Justin kembali terkikik, gadis dihadapannya ini tengah membuka hati kembali pada sahabatnya.

"Hm... gimana ya?" Gumamnya tengah berpikir, mengingat-ingat. "Waktu itu ketemu pas dia pulang dari Amerika, baru-baru jadian juga sama istri. Benci banget liat dia awalnya, udah ganteng, kaya, lulusan Berklee dan lebih ngeselin lagi dia tuh sahabatan sama istri dari kecil."

"I see. Itu beneran ngeselin banget. Dalam hati nanya kan, mana ada laki-laki dan perempuan sahabatan? dari kecil lagi!" Komentar Tyara. "Tapi kok bisa sahabatan sama dia, kak?"

"Bener banget." Ucap Justin menyetujui komentar Tyara. "Ya makin kenal dia, si cassanova yang bisa pacaran sama tiga perempuan dalam satu waktu, bikin kakak jadi bersyukur dia gak pernah memandang istri sebagai perempuan."

"Lha kok bisa? Kak Tiffany kan cantik banget!" Tanyanya bingung. Justin tersenyum tipis mendengar pertanyaan polos itu.

"Karena mereka udah kayak saudara, orangtua istri dan mendiang ibunya bersahabat karib." Jawabnya dibalas ekspresi paham Tyara. "Itulah Adrian sebelum ketemu kamu. Kakak aja heran pas dia cerita dia ketemu soulmatenya."

"Soulmate?" Tanya Tyara bingung.

"Iya, dia bilang dia gak butuh apa-apa lagi setelah ketemu kamu. Bahkan semua pacarnya dia putusin dan semua mantannya yang masih nguber-uber dia ignore." Jawab Justin santai. "Kakak kepoin akun kamu, eh kaget, kamu mirip banget sama mamanya, versi muda." Lanjutnya membuat Tyara semakin sulit mencerna informasi yang berat ini.

"Kakak aja gak percaya awalnya kamu bisa mengubah si cassanova jadi mono-lover." Ucap Justin membuat kepala Tyara pening seketika. Terngiang obrolannya dengan Opa Andre dihari anniversary tahun pertamanya dengan Adrian.

"Maaf ya Tyara, Opa bukan gak merestui kalian. Opa sangat setuju kalau suatu hari kamu jadi istrinya Adrian. Tapi cucu Opa itu cassanova, Opa takut kamu kecewa." Ucap Opa Andre setelah perbincangan panjang basa-basi mengenai kuliah dan keseharian Tyara.

Tyara tercenung. Apakah semua orang hanya tak percaya pada Adrian, sehingga mereka berpisah karena kesalahpahaman. Atau memang ia tak layak bersanding dengan pria sempurna itu? Sesak jiwanya membuatnya tak mampu berkata-kata.

"Dek, are you okay?" Tanya Justin menyadarkan Tyara. "Kamu tiba-tiba pucet."

"Eh. Gapapa kak." Jawabnya tersenyum tipis.

***

"Oke. Siapkan penerbangan satu jam lagi." Ucap Arya setelah meminta kakaknya berkemas.

"Iya Oma, Adri dan Arya akan sampai ke Jakarta pagi ini." Adrian pun sibuk dengan neneknya yang memberinya kabar tak terduga.

***

Sepanjang perjalanan pulang Tyara mencoba menyadarkan diri dari semua fakta yang memberatkan pikirannya, dari promosi habis-habisan Lily hingga cerita terpercaya Justin tentang sosok Adrian.

Semua kata-kata mereka bercampur bagai video kusut yang terngiang-ngiang di kepalanya, membuat Tyara semakin pening akan kenyataan bahwa hatinya tak berhenti peduli pada lelaki yang sudah dianggapnya masa lalu itu.

***

"Hei, pak bos!" Pekik Lily kaget saat berbalik dan melupakan dirinya yang tengah berlatih dance tanpa komando langsung menghambur memeluk Arya.

Arya yang disambut dalam pelukan kehangatan oleh sosok Lily tersenyum miris, ia merengkuh gadis mungil itu erat.

"Arya-san, aku bau keringat lho!" Bisik Lily membuatnya tertawa.

"Gapapa, bau keringat juga kamu tetep cantik." Balas Arya tak melepaskan pelukannya. Antara rindu, sedih dan pedih melebur begitu saja dalam kedamaian bersama Lily.

"Gombal aja ih." Gumam Lily ceria.

Keduanya duduk di sisi ruang latihan seraya saling memandang penuh cinta. Arya merasa begitu beruntung disaat terberatnya ini ada Lily disisinya. Gadis yang begitu ceria dan lembut seindah namanya itu sudi menerima hatinya yang penuh beban.

"Opa koma." Ucap Arya menjelaskan kepulangannya yang mendadak. Lily terdiam, ada perasaan ngilu mendengar kabar tak terduga.

"Udah jenguk ke sana?" Tanya Lily menggenggam tangan Arya. Lelaki itu mengangguk dan tersenyum tipis, ada awan mendung yang menaungi wajah tampan itu dan membuat kedua matanya berkaca-kaca.

"Nii-san di sana, nemenin." Jawabnya. Arya menghela nafas berat, seolah helaan nafas itu melambungkan semua kepedihannya yang tak terungkap dalam kata-kata.

Lily merangkul lelakinya untuk bersandar. Tanpa kata, Arya bersandar penuh kepasrahan di bahu mungil Lily dan gadis itu mengelus kepala itu sayang.

Keheningan dalam kedamaian tak sekisruh suara hati keduanya. Arya tak henti meratapi kesedihannya yang tak sempat memperhatikan kakeknya yang telah renta, sedangkan Lily merasa ikut sedih akan kepedihan yang dirasakan Arya, karena Lily tahu, meski Arya adalah cucu kesayangan Opa Andre setelah Adrian, Arya tak pernah memiliki tempat di keluarga besar Purnama Grup.

***

Melody MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang