bag 2

21 1 0
                                    

 Dia Alfiyatun Nisa binti Syafi’i

Alfiyatun Nisa atau biasa dipanggil Ani. Itulah nama yang ku tahu. Nama seorang gadis 16 tahun yang memiliki keindahan suara luar biasa. Suaranya biasa terdengar di music-musik gambus yang ada di pesantren. Santriwati dengan paras yang sejuk dipandang, milik salah satu pondok pesantren terbesar dikota Wonosobo. Bola mata indah yang seakan menggugurkan hati. Bening wajahnya memberikan ketenangan bagi yang melihatnya. Tubuhnya yang ramping membuat wajarnya lelaki normal ingin memeluknya.
“Ani, meriki nduk!” pria berkumis tipis sekitar 35 tahun memanggilnya dari kejauhan. Reflex menoleh Ani yang amat mempesona. Semua orang mengakuinya.
Ani melangkah menghampiri guru vocalnya itu. Pria seisi lorong memasang pandang kepadanya. Beberapa menyapa Ani. “iya, hai, pagi” dan banyak jenis kata lainnya untuk menyapa wanita primadona itu. Ani bukan wanita sombong. Selagi bagi Ani tindakannya tidak berlebihan, maka ia akan membalas sapa dari mereka. Dan mereka yang sapanya dibalas hatinya seakan terbang. Ada juga yang sampai meloncat dan terkadang juga menjerit-jerit kegirangan.
“njeh pak, pripun?” sikapnya sopan dan nampak polos. Tak ada seorag yang tidak ingin mencubit pipinya karena gemas.
“wulan ngenjang sampean maju lomba melih nggih! enten lomba teng Magelang tingkat JOGJA-JATENG” pak guru itu menunjukkan kertas undangan lomba berstempel lomba tingkat Nasional.
“ohh, njehh pak siap” acungan jari jempolnya juga tak bisa dijelaskan oleh kata. Begitu mulus jari-jari rampingnya itu.
Dua pria bagai pinang dibelah dua mendekati Ani, mereka sikembar yang selalu dipanggil Hasyim dan Hisyam. Yah memang itulah nama mereka, “Ani” Hisyam melambai dan memekikkan nama Ani. Ani mengerutkan dahi dan menepuknya ~aduh! bisa gak sih sehari aja gak ketemu dia?~ tanyanya pada tuhan dalam hati.
“ngopo syam?” Jawab Ani kurang antusias. Mendelik pada jam ditangannya yang berwarna merah cerah. berharap ada penyelamat untuknya menghindari si hisyam yang selalu mengejar-ngejarnya sejak awal kenal dengannya. Bukan masalah. Tapi, caranya seakan membuat Ani dipaksa menerima cintanya. Ia benar-benar tak tahu jika itu kawasan pesantren yang haram hukumnya berpacaran. Karena, memang tidak ada pacaran didalam syariat islam.
“drengngng drengng drengngng” dering bel masuk  tiba-tiba berbunyi. Membuat senyum lega Ani mengembang. Dalam hati ia bersyukur dapat menghindar. Ia selalu merasa ilfil.
“Aq pengen ngajak kowe…….” Ucap hisyam belum diakhiri.
“duhh Syam wes bel kie, aku masuk kelas yo, pelajaran saiki jadwale ulangan kie!” potong Ani. Langkah kaki Ani terburu-buru pergi, tanpa peduli dengan teriakan kakak Hasyim yang memanggil-manggil namanya hingga suaranya memenuhi lorong dan membuat tatapan mata orang seisi lorong mengarah padanya.
Keindahan Ani memang begitu dikagumi banyak orang. Tapi, alangkah bodohnya remaja lelaki beberapa tahun lalu. Ketika Ani memiliki perasaan padanya, remaja itu benar-benar tidak mengetahui. Padahal dari pandangan matanya begitu nampak kekaguman pada remaja itu. Ketika remaja lelaki itu berbicara dengan bijaknya didepan banyak orang, atau ketika beraksi dengan jurus silatnya saat latihan bela diri, atau bahkan hanya sekedar melamun dan bernyanyi dengan suara lirihnya. Apapun itu Ani selalu mengaguminya.
4 tahun lalu, Ani begitu senang ketika mendapat panggilan untuk menjadi vocal lomba hadroh di MTs terbesar dimagelang. Yang secara otomatis menjadikan Ani dan remaja lelaki itu akan sering bertemu pastinya untuk latihan vocal hadroh bersama.
“dengar! MTs kita memang bukan sekolah yang besar, ataupun terkenal. Tapi, lomba ini harga diri MTs MH! Aku meminta kekompakan dari kalian semua. Aku minta keseriusannya ketika latihan. Selaku ketua OSIM, ini bagian dari tanggung jawabku. Aku tidak mengajak kalian menang. Tapi, Setidaknya kita tidak memalukan. Aku tau yang kalian pikirkan adalah lawan kita banyak yang sudah berpengalaman! Tapi, ingat! Menang bukan masalah pengalaman, tapi masalah siapa yang paling sering dan serius latihan dan juga yang berani berinovasi. Jika kita bisa melakukannya, maka kita tidak hanya tampil dengan gemilang tapi kita pulang menggendong trophy lomba hadroh tingkat kedu”
Sebuah motifasi dari remaja lelaki saat latihan hadroh pertama itu membuat seluruh semangat terbentuk rapih dan kukuh. Ani bukan hanya sekedar bersemangat, namun rasa kagumnya semakin menjadi. Walaupun pada akhirnya hanya juara harapan 1 yang mereka dapatkan. Dan Ani begitu girangnya ketika remaja yang dikaguminya itu mengucapkan rasa terima kasih kepadanya.
“Ani, kita juara harapan 1!” ucap remaja itu setengah kecewa, Anipun ikut merasakan sedikit kekecewaan seperti pria kecintaannya itu “tapi, itu udah prestasi besar buat kita an!” pria itu mengusir kecewanya dengan rasa bangganya. Ani menyamai reaksi bangganya “Dan kamu tau itu karena apa?” teka-teki basi “karena suara indahmu Ani! Terimakasi!” Ani menarik napas dalam-dalam sembari menutup mulut dan hidungnya dengan kedua tangan indahnya. ia terenyuh dengan ucapan terimakasih pria pujaan hatinya itu.
“hei! Semua kumpul!” panggil remaja itu pada sirojul muslimin, grup hadroh dari MTsnya itu. Mereka semua berkumpul berdiri membentuk lingkaran. “kok mukanya kecut semua sih? Ga usah sedih! Kita udah sukses lho. Tujuan utama kita bukan menang kan? Tapi, tujuan kita tidak mempermalukan MTs MH kan?. Kita bahkan udah lebih dari tujuan awal lho. Kita malah bisa pulang bawa piala. Latihan dan perjuangan kita gak sia-sia. Bayangkan! kita latihan tanpa pelatih. Dan dari sekian banyak tim yang ada disini, Cuma kita yang datang tanpa pelatih. Mereka udah bener-bener kagum sama kita. Grup mandiri yang sukses membawa piala. Apalagi kita punya pelatih. bisa kalian bayangkan kan?” Mereka semua mengangguk memahami dan menyetujui ucapannya, wajah lega mereka mulai tumbuh, senyum pun mulai mekar dibibir mereka.
Ani sangat senang bisa menatap remaja yang bukan sekedar idolanya. Ani benar-benar jatuh cinta dan bahagia kala itu “oke, karena kita menang, besok dari OSIM akan bikin surat permohonan biar tim hadroh MH punya pelatih. Dan semoga pelatihnya bukan sembarangan” ucap remaja itu tertawa kecil “yaa, semoga setelah kita punya pelatih, kwalitas kita punya power disetiap ajang lomba”
Semua keluarga sirojul muslimin tersenyum penuh harapan dan tertawa kecil oleh candaan remaja pujaan Ani itu. Ani tidak banyak bicara. Ia hanya akan berkata “iya” biasanya. Ani semasa MTs benar-benar terkenal pendiam, penurut, dan terkadang terkesan seperti anak kecil.

tak kan kubiarkan kau menjeritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang