Jealousy (Part 1)

1 0 0
                                    

"Ardi kok masih nggak kelihatan sih?" kata Yuri sambil melihat pintu keluar masuk restoran.
"Apa aku telfon aja ya?" gumamnya sambil melihat ponselnya.

Tak lama kemudian Ardi pun datang dan segera menghampiri kekasihnya.

"Maaf yang telat, tadi macet" ucap Ardi meminta maaf sambil duduk.
"Lewat mana sih kok macet?" tanya Yuri.
"Biasa, lewat jalan yang" jawabnya.
"Ya pasti lewat jalan lah yang".
"Nah itu kamu tahu".
"Iya maksudnya jalan yang mana?".
"Kamu udah order belum? Aku udah lapar nih yang".
"Mulai deh ngeles, ditanya apa jawabnya apa".
"Beneran macet kok, nggak bohong" jelas Ardi.

Tak lama kemudian beberapa pelanggan mulai masuk dan segera duduk di tempat pilihan mereka.

"Sumpah tadi gue takut banget, darahnya banyak banget yang keluar" kata salah satu pelanggan yang baru masuk.
"Udah tahu jalanan banyak kendaraan lewat, nyebrang nggak hati -hati" sahut temannya.
"Padahal ya, lampu masih warna hijau main nyebrang. Ya ketabrak lah, dikira lampu kota Praha, hijau buat pejalan kaki. Jadi macet kan jalanan nunggu polisi datang" celotehnya.

Setelah Yuri mendengar sekilas obrolan mereka yang baru masuk restoran, ia pun segera bertanya kepada Ardi.

"Kamu nggak terluka kan yang? Kok kamu nggak bilang kalau tadi macet gara-gara ada kecelakaan?" tanya Yuri khawatir.
"Aku baik-baik aja kok, nggak ada yang luka. Lagian yang kecelakaan kan orang lain bukan aku".
"Namanya juga khawatir, kamu kan ada ditempat kejadian".
"Ya udah kita lupakan aja masalah tadi. Sekarang aku tanya, kamu udah order belum, lapar nih" ucap Ardi.
"Udah kok, sebentar lagi juga datang orderannya".

Tak lama kemudian orderan mereka pun datang. Satu persatu hidangan diletakkan di atas meja mereka. Akhirnya mereka pun mulai menyantap hidangan tersebut.
Tak disangka seorang wanita yang tak asing bagi Yuri menghampiri meja mereka.

"Hai Ardi.... Apa kabar kamu?" sapa wanita tersebut.
"Hei lama kita nggak ketemu... Kabar aku baik, kamu?" tanya Ardi  balik.
"Baik, eh sama siapa? Pacarnya ya? Kenalin dong!" ucap wanita tersebut.
"Oh iya ini....." jawab Ardi belum selesai.
"Yuri, calon isterinya Ardi" ucap Yuri sembari menawarkan tangannya untuk berjabat tangan.
"Jessie, teman kecilnya Ardi" jawab Jessie sambil berjabat tangan.
"Aku gabung sama kalian ya, soalnya aku kesini sendirian. Dan cuma kalian yang aku kenal disini. Nggak masalahkan?" kata Jessie.
"Iya, nggak masalah kok. Duduk aja disini" sahut Ardi tersenyum.

Akhirnya Jessie pun duduk tepat disebelah Ardi. Tiba-tiba Jessie memegang pundak Ardi.

"Kamu udah tahu belum kalau kita satu kampus?" tanya Jessie tersenyum.

"Oh ya? Kok aku nggak tahu ya?" tanya Ardi sambil menjauhkan tangan Jessie dari pundaknya secara halus.

(Teman masa kecil sih teman masa kecil, udah tahu disini ada calon isterinya main pegang pundak milik orang) gumam Yuri dalam hati.

"Aku sama Yuri satu kelas loh, Yuri nggak cerita sama kamu?" tanya Jessie lagi.
"Ohh satu kelas" jawab Ardi sambil menoleh ke Yuri.
"Ya aku nggak cerita lah, ngapain juga aku cerita" jawab Yuri agak ketus.
"Oh ya kapan kalian nikah?" tanya Jessie kepada Ardi.

Ardi pun akan menjawab tapi tak sempat menjawab.

"Nanti juga nikah kok" sahut Yuri.
"Mas, menunya dong" kata Yuri melambaikan tangannya ke waiters.

Segera waiters tersebut menghampiri meja mereka. Dan memberikan sebuah buku menu.
"Silahkan mbak, bisa dipilih menunya".
"Sama kayak teman aku aja deh mas, yang ini" jawab Jessie menunjuk makanan yang dimakan Ardi sambil tersenyum melihat Ardi.
"Baik mbak, mohon ditunggu" kata waiters tersebut lalu segera ke dapur untuk memberikan list orderan.

KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang