JEDA

17 3 2
                                    

Sejak sore kemarin awan mengabu seperti menandakan kesedihan kesedihannya. Ternyata benar kabar tak baik sampai juga pada saya.

Melalui pesan singkat yang di kirimkan Adera yang berisikan kabar yang sedikit membuat saya terkejut melihatnya.

Tapi tidak mengapa kabar itu mampu mengabarkan semuanya perihal harapan yang saya angankan belum terbalas pada siapa yang mendamba.

Kini senyumnya membeku di keheningan, hadirnya samar di kegelapan. Dia tak lagi menjadi satu-satunya harapan, bukan sebab karna saya tak bertahan melainkan ada orang lain yang membuatnya nyaman.

Saya masih menjadi pengagumnya, hanya saja dia yang terlalu jauh terlampau, tak mampu saya raih lagi lengannya sebab senyumnya bukan lagi hak saya.

Hingga mata ini menjadi saksi hampanya pagi, sepinya siang dan sunyinya malam.

Nyatanya hanya rindu yang bergemuruh.

Pada akhirnya dia hanya menjadi sebatas bayangan semu.

Kisah ini hanya jadi janji yang omong kosong, yang hanya sekedar memberi harapan, yang membuat candu, tanpa adanya temu, yang berujung membungkus luka tersemat di dada.

Bisakah terobati, setelah tanpa sengaja terlukai.

Bisakah, kau mengembalikan rasa bahagiaku, sebelum kau datang  padaku.

Tidak.

Kau tidak akan mampu.

Sebab, aku sudah mencoba menjauh, berharap ruang kosong lebih berarti, untuk kudekap. Nyatanya rindu berkata lain. Menetap tanpa mau berubah.

Saya hanya bisa melihat kenyataan bahwa pada dasrnya saya memang bukan siapa-siapa

Tapi saya tidak suka apa yang telah diperbuat orang itu. Orang itu yang tidak ingin saya sebut namanya.

Biarkan saja

Saya teringat perkataan ayah di meja makan waktu itu

Kata ayah jadi orang harus tau diri jangan belaga jangan biarkan orang lain benci pada kita

Yasudah lah biarkan dia dengan jalannya.
Saya dengan kesendirian, saja


*******

KK KKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang