Sinar matahari mendesak masuk ke dalam kamar seorang pemuda yang masih terlelap di bawah selimutnya. Pemuda tersebut tak merasa terusik sedikitpun, hingga suara pintu yang diketuk menyapa indra pendengarannya.
"Dinan bangun. Kamu ngga kuliah?" Ucap seseorang di balik pintu yang ternyata Bunda Dinan.
Karena tak kunjung mendapat sahutan, akhirnya Bunda Dinan masuk ke dalam kamar putranya.
"Dinan bangun! Udah jam 7!" Ucap Bunda Dinan sambil menyibakkan selimut yang masih menutupi tubuh putranya.
"Bentar Bunda, 60 menit lagi." Dinan masih memejamkan matanya.
"Ya kamu telat dong! Cepet bangun atau Bunda guyur!"
"Iyaaa." Dinan langsung bangkit dan menuju kamar mandi.
Setelah selesai mandi dan berpakaian, Dinan turun dan langsung menuju meja makan. Di sana terlihat sang Bunda tengah membereskan bekas sarapan Ayah dan adiknya yang sudah terlebih dahulu berangkat.
"Pagi Bunda. Sini Dinan bantuin." Dinan mengambil alih serbet yang digunakan Bundanya untuk mengelap meja.
"Ngga usah, kamu sarapan aja. Bentar lagi berangkat kan?"
"Gapapa Bunda, masih lama." Dinan mengelap meja makan dan membawa piring kotor ke wastafel untuk dicuci oleh sang Bunda.
"Bunda nanti Dinan pulang telat ya. Dinan ada rapat dulu sama anggota HIMA." Ucap Dinan sambil mengelap piring yang telah dicuci sang bunda.
"Iya. Jangan lupa makan." Peringat sang Bunda.
"Siap!" Yaudah nih udah selesai. Dinan berangkat ya."
"Sarapan dulu!" Cegah sang Bunda.
"Hehe, ngga usah ya Bunda. Udah mepet nih." Dinan hanya nyengir.
"Kamu ini, tadi emang niatnya ngga mau sarapan!" Ucap sang Bunda sambil menjewer telinga kanan Dinan.
"Ah sakit Bunda, iya-iya aku makan dulu." Akhirnya Dinan menyerah, ia duduk dan mengambil makanannya.
Saat sedang menyantap makanannya, ponsel Dinan bergetar. Terlihat chat masuk dari Dea. Semenjak kejadian terakhir Dinan melihat Devi bersama seseorang yang tak ia kenali, Dinan memutuskan untuk berhenti berharap pada Devi. Dinan selalu mengabaikan pesan dari Dea. Ia benar-benar berusaha sebisa mungkin melupakan Devi meski nyatanya sampai sekarang senyum Devi masih menjadi favorit Dinan.
Entah apa isi pesan dari Dea, Dinan sebenarnya ingin sekali membacanya lalu menanyakan bagaimana keadaan peri cantiknya sekarang. Namun Dinan takut justru rasa sakit yang akan didapatkannya, akhirnya Dinan lebih memilih untuk mengabaikannya.
"Bunda, Dinan berangkat ya." Ucap Dinan sambil menyalami sang Bunda.
"Iya hati-hati." Ucap Bundanya.
***
Devi terdiam menatap boneka peri yang kini dipegangnya. Hari ini ia diijinkan pulang karena kondisinya membaik. Devi senang sekaligus sedih, senang karena ia akan pulang dan sedih karena ia tak dapat lagi bertemu dengan Dinan.
Semenjak kejadian Bobby mengunjungi dirinya, ia tak pernah lagi melihat Dinan. Hampir setiap sore Devi menunggu Dinan di taman belakang rumah sakit, namun nyatanya pemuda itu sama sekali tak menunjukkan eksistensinya.
"Dinan.." Devi menarik napas panjang.
"Kamu dimana? Aku pulang hari ini, lalu dimana aku bisa bertemu kamu lagi? Kamu tau, Dinan? Malaikat dengar doa kamu, aku rindu kamu." Gumamnya lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite The Stars
Teen FictionWhat if we rewrite the stars Say you were made to be mine