Sabtu, hari dimana Devi bebas bangun pukul berapapun ia mau karena ia tak ada jadwal kuliah. Tetapi berbeda dengan Sabtu ini, pukul 6 pagi Devi sudah bangun. Ia lalu menuju kamar mandi untuk membasuh wajah dan menyikat giginya. Iya itu saja, ia tidak mandi.
Tunggu, jangan berpikir jika Devi itu jorok. Ia tidak mandi karena ia akan berolahraga bersama sang kakak. Jadi untuk apa Devi mandi, toh nanti ia akan berkeringat.
"Udah siap?" Kepala Dea menyembul dari balik pintu.
"Sebenernya aku masih ngantuk." Jawab Devi.
"Yaudah sana tidur lagi." Dea memberengut menatap adiknya itu.
"Haha, jelek." Devi menertawakan ekspresi sang kakak.
"Ayo cepat, keburu malam lagi loh." Devi berjalan keluar kamarnya meninggalkan Dea yang masih terheran.
"Anak itu makin absurd aja sih, untung adek." Monolog Dea.
Dea segera menyusul Devi, ternyata adiknya sedang mengisi botol minum.
"Ayo Kak!" Devi memegang lengan Dea kemudian menyeret sang kakak. Dea hanya pasrah.
Devi dan Dea jogging mengelilingi komplek perumahan mereka. Dulu mereka sering melakukan olahraga berdua setiap Sabtu dan Minggu pagi, tetapi semenjak keadaan Devi memburuk, mereka sama sekali tak ada waktu untuk melakukannya.
Setelah lima kali mengelilingi komplek, Dea dan Devi memutuskan untuk beristirahat sejenak di taman komplek. Mereka duduk pada salah satu kursi taman tersebut.
"Nih!" Devi menyodorkan botol minum pada Dea.
"Kamu?" Dea menatap Devi.
"Kakak ngga lihat itu airnya cuma setengah? Aku udah minum duluan. Hehe."
"Dasar! Pantesan kaya ada yang aneh."
"Apa yang aneh?"
"Tumben-tumbenan ngasih minum aku duluan, eh ternyata udah diminum." Devi tertawa mendengar jawaban Dea.
"Kenapa sih ketawa mulu?"
"Nanti kalau aku nangis, kakak ikutan nangis."
"Iya juga sih."
"Nanti malam aku mau pergi." Devi bersuara setelah hening beberapa saat.
"Kemana? Sama siapa?" Tanya Dea.
"Dinan. Aku ngga tau mau kemana."
"Hah? Kamu udah ketemu dia? Kapan?
Devi menceritakan pada Dea bagaimana ia dapat bertemu lagi dengan Dinan. Dea tersenyum mendengar cerita Devi.
"Cieee ngedate" Dea menggoda sang adik.
"Apaan sih."
"Pantesan kamu banyak ketawa dari kemaren."
"Hmm. Tapi aku takut."
"Takut apa?"
Devi terdiam, kemudian menatap lekat sang kakak.
"Dev.."
"Takut jatuh dari motornya Dinan." Devi memotong ucapan Dea sambil terkekeh.
Dea tertawa mendengar ucapan Devi. Mengapa dengan adiknya ini?
"Malah ketawa." Devi cemberut
"Ya aku kira takut apaan! Meluk Dinan lah kalo takut." Dea masih terkekeh.
"Huh, sama aja kaya Dinan!" Devi menatap tajam sang kakak.
***
"Dek, Ayah kemana?" Dinan menghampiri Najwa yang tengah menonton TV.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite The Stars
Roman pour AdolescentsWhat if we rewrite the stars Say you were made to be mine