Hypnosis Mic © KING RECORD, IDEA FACTORY dan Otomate.
Saya tidak mendapatkan keuntungan materiil macam apa pun atas pembuatan fanfiksi ini.
Alternate universe, crossposted dari AO3.
.
.
.
Kopi, kopi, Ramuda perlu segelas kopi. Tapi kepalanya pening, tapi juga ia tetap menembus hiruk-pikuk Shibuya dan ikut bergabung dengan kerumunan penunggu penyebrang jalan, sudut mata melirik angka arloji lalu decak sebal lolos. Ia punya lima belas menit untuk sampai di gedung kantor baru, dikurangi lima menit karena harus mampir dahulu di mobil karavan kopi langganan. Ramuda menahan segala umpatan yang ingin diucapkan, namun berhasil ia tahan ketika lampu hijau tanda penyebrang jalan nyala dan mobil berhenti, kemudian ia bersama ribuan manusia lainnya bergerak selaik lautan semut.
Ponselnya bergetar kecil di saku parka, Ramuda nyaris terjatuh karena senggolan kecil dari arah kanan meski ia berhasil menyeimbangkan dan berpikir tak ada gunanya memaki si pelaku, atau ditraksi getar ponsel sebagai tanda pesan masuk (kalau bukan Ichijiku-oneesan, paling Hifumi dengan segala rengekan pria itu kalau dia tidak ingin dirias oleh wanita dan meminta Ramuda untuk segera muncul), atau palu-palu yang menghantam kepalanya. Amemura Ramuda hanya butuh kopi, titik.
Ia bernapas lega ketika mobil karavan tak jauh dari bistro distrik Shibuya tidak sepenuh yang Ramuda kira; dua antrean menanti, seorang wanita karier sudah lebih dulu pergi dengan gelas kertas di tangan dan pemuda pembawa tas gitar di punggung melangkah maju. Ramuda gunakan jeda waktu itu meraih tiga ratus yen di sela-sela kantung kecil sisi kanan ransel, lalu menarik ponsel dalam saku parka. Dugaannya tidak terlalu meleset, notifikasi dari Hifumi.
RAMUDA
TOLONG AKU T^T
CEPAT DATANG T^T
AKU BENCI DICE
"Espresso seperti biasa, Ramu-chan?"
"Ya?" Ramuda mendongak, barisan depannya kosong, ia lekas beringsut sembari kembali menjejalkan ponsel ke dalam saku tanpa mengetik balasan, masa bodoh juga. "Oh, maksudku, ya, Kaori-neesan. Espresso seperti biasa."
"Campur dua gelas cairan gula?"
"Kau tahu aku dengan baik." Senyum diulas lebar, manis seperti lollipop dan betapa marahnya jika Hifumi sampai melihat apa yang tengah ia lakukan saat ini. Dasar model manja, Ramuda tahu Ichijiku-oneesan mana mau melepas model berbakat (sedikit Ramuda akui, sedikit) seperti Inazami Hifumi, tapi sebal juga saat pria itu selalu bergantung padanya. Apalagi berisik, seolah dia tak ubahnya kloningan Arisugawa Dice.
"Espresso-mu," sahut Kaori, seorang barista wanita dengan mata kecil, lesung pipit di kedua pipi, dan gaya rambutnya yang eksentrik. Terkadang dicat merah, terkadang perpaduan kuning dan ungu. Tapi, hei, ini Shibuya, kau bebas berekspresi dengan gaya apa pun. "Dan jangan terlalu banyak konsumsi manis, Ramu-chan. Nanti sakit gigi."
Tawa Ramuda mengudara, lugas dan kekanakan, kebal untuk tidak menyalahkan soal wajah dan ukuran tubuhnya sendiri. Soal protes seperti aku bukan anak kecil astaga sudah terlalu basi untuk Ramuda ucapkan.
"Trims," balas Ramuda, menggeser koin tiga ratus yen di papan aluminum, gelas kopi diraihnya hingga hangat menjalar. "Semoga harimu menyenangkan, Kaori-neesan!" Ia meninggalkan tempat itu dengan satu kedipan jail di mata dan lambaian tangan, sebelum kembali membaurkan diri bersama khalayak umum.
KAMU SEDANG MEMBACA
saudade [jakuramu]
FanfictionJakurai menanti, Ramuda belum mampu menerima kembali. [Hypnosis Mic. Jinguji Jakurai x Amemura Ramuda. Cover by me]