"Barusan Oneesan bilang apa?"
"Darurat—" Suara di ujung ponsel terputus, bunyinya seperti kasak-kusuk keramaian peron atau kumpulan orang bergunjing; Dice, Dice! Sekarang giliranmu! Nada perintah khas Ichijiku, tapi samar dan tenggelam. Selang sekon berjalan, suara wanita itu kembali muncul walau agak terengah. "Darurat," ulangnya sekali lagi. "Tolong datang ke kantor."
"Eh? Sekarang?"
"Dalam setengah jam kalau bisa, Ramuda-chan. Iya, sekarang."
"Tapi ini hari liburku oneesan—"
"Aku tahu, aku tahu, dear. Tapi ini sangat penting dan kita kedatangan klien penting. Mereka tertarik dengan beberapa rancangan desain yang kau buat dan ingin sedikit berbincang dengan desainernya."
"Oh, astaga,"
"Suatu kesempatan yang bagus, bukan?"
"Dan ini hari liburkuuuuu."
"Ramuda-chan, aku bisa memberimu libur full selama satu minggu kalau kontrak dengan mereka berhasil."
"Oneesan pernah menjajikan hal yang sama padaku, tapi aku tidak ingat pernah merasakannya."
"Kita bicarakan lagi nanti, oke? Cepat siap-siap dan aku tunggu tiga puluh menit dari sekarang, dah!"
Sambungan terputus, Ramuda melempar ponsel ke sembarang arah, ke tempat tidur, dan tenggelam di antara lipatan selimut lalu mengerang keras. Ia mengutuk karena terbangun oleh suara dering ponsel, niat ingin mengabaikan lenyap begitu si penelepon melakukan panggilan terus-menerus setelah dua kali miscall dan Ramuda tahu benar pelakunya adalah Ichijiku Kadenokouji. Sedkit menyesal kenapa ponselnya tidak dalam keadaan mati atau habis batre, jika Ramuda tak ingat pula betapa ia mencintai pekerjaannya.
Perlu waktu nyaris setengah jam Ramuda habiskan dengan persiapan, segelas mineral sebaga sarapan dan sepatu boots ia pakai dengan terburu-buru, agak kesusahan sewaktu kunci diputar di pintu utama dan berhasil, dan menguncinya kembali tapi terlepas lalu jatuh karena ia mendengar interupsi kecil. Pagi, Amemura-kun; Ramuda terlonjak, alisnya bertaut tajam ketika ia menatap pria tinggi penghuni apartemen sebelah (atau perlukah Ramuda menyebutnya tetangga?) dan hampir mendengus. Satu gedung apartemen, iya, iya, Ramuda ingat. Rasanya mustahil kalau semua situasi aneh ini disebut mimpi buruk atau kebetulan semata.
Meskipun Ramuda tak menyangka akan mendapati Jinguji Jakurai, pakaian siap kerja dan tas persegi hitam, berjongkok di depan pintu bersama seekor kucing abu menggeliat di antara jemari panjang itu.
"Sedang apa kau?" Ramuda berkenyit dalam, dan semakin aneh karena ia bertanya. Jinguji Jakurai adalah manusia pertama yang tidak ingin Ramuda lihat di muka bumi ini. "Kalau pelihara kucing jangan bawa-bawa ke depan apartemenku."
"Penghuni baru jangan sok tahu," balas Jakurai, lalu berdiri dan Ramuda terpaksa mendongak. "Bisa dibilang, kucing ini penjaga gedung apartemen. Sebelum kau juga dia dulu yang muncul."
Telepon Ichijiku-oneesan dan kucing di pagi hari, astaga, perpaduan yang sangat unik. Ramuda berharap kepalanya tidak pening lagi seperti kemarin. Bicara panjang lebar juga tidak ada gunanya, jadi Ramuda hanya mendengus samar kemudian berbalik pergi yang tak sampai dua langkah ia berjalan, Jakurai kembali memanggil.
"Apa lagi?"
"Sabtu juga kau berangkat kerja?"
Ramuda meringis, kalau boleh jujur ia ingin libur, demi Tuhan. "Panggilan mendadak, harus ke kantor secepat mungkin."
"Profesimu masih desainer?"
"Apa pekerja salariman memakai boots dan parka warna mencolok?"
"Cuma memastikan. Bagaimana keadaanmu?"
Pak Tua banyak tanya, mendadak Ramuda merasa geli. "Sudah mendingan."
"Harusnya kau banyak istirahat, Amemura-kun. Siapa sangka orang sepertimu bisa sangat workaholik."
"Nah, kejutan kalau begitu." Tangan dikibaskan asal, lama-lama buang waktu juga. "Aku duluan."
"Berangkat denganku saja."
Ramuda tertegun. "... hah?"
Jakurai berjalan melewatinya, lugas sekali, kucing abu mengekor dan berhenti di dekat kaki Ramuda. "Arah tujuan kita sama, lagipula—ah, bukan, klinik dan gedung kantormu malah cukup berdekatan jadi—"
"Tidak, terima kasih." Ramuda menjulurkan lidah, mendengus, lalu berlari secepat yang kakinya bisa (semoga kucingnya tidak terkejut). "Urusi saja urusanmu, Pak Tua!"
Jakurai bukan tipe pemaksa (entah kalau sudah di atas ranjang, dulu, Ramuda mulai gila dan kenapa pula ia harus ingat masa-masa orgasme di depan pria itu), tetapi Ramuda sadar betul kalau punggungnya masih diawasi sampai ia hilang di balik tikungan menuju lift, sampai ia bernapas lega karena tidak ada adegan tangan yang menyelip sebelum pintu lift tertutup dan ia tidak jadi seorang diri di dalam. Semakin lama cara berpikirnya tak jauh berbeda seperti Gentaro, Ramuda perlu menimbun diri bersama warna rancangan dibandingkan naskah skenario roman picisan.
Ia tiba di kantor terlambat delapan menit dari waktu yang dijanjikan, sedikit sebal sekaligus beruntung karena klien yang dibicarakan Ichijiku belum kelihatan batang hidungnya, dan rupanya wanita itu sengaja meminta Ramuda datang tiga puluh menit lebih awal sebelum klien. Ramuda memilih untuk ambil jeda sejenak di ruang kerja, sepuluh menit sepertinya cukup kalau hanya memejamkan mata dan meminimalisir pening yang mulai terasa dan Ichijiku membolehkan. Hari ini dua model kebanggaannya terlihat sibuk, Hifumi memberinya kiss bye jenaka juga kedip mata jail, bola mata Ramuda berputar malas tapi ia terkekeh tanpa suara.
Kantor pribadi Amemura Ramuda adalah sebuah ruangan yang cukup luas, penuh dengan manekin di salah satu sudut dan sisanya kain-kain berserakan. Duplikat apartemennya, barangkali, termasuk mesin jahit portabel, tempelen ratusan rancangan atau desain di dinding, dan sofa salem di hadapan meja kerja.
Ramuda kembali tertegun begitu ia berhenti di meja kerja; bungkus roti rasa vanilla, lollipop stroberi, dan satu strip aspirin, juga botol air mineral dengan tempelan sticky note tersimpan bisu di sana. Ada bunyi khas yang mengiang dalam benak Ramuda ketika sederet kalimat singkat dibacanya dengan kening mengerut samar;
Cuma menyampaikan pesan, jaga kesehatan, Ramuda-chan! :D
Pesannya bernada, paling juga Hifumi.
~0.0~
Dusta adanya kalau Ramuda tidak dapat distraksi.
Setiap pagi adalah sekotak susu vanila atau lollipop stroberi, bersama bungkus roti varian rasa.
Setiap pagi adalah pesan serupa, nadanya selalu berujung pada Hifumi.
Setiap pagi bukan berarti setiap hari, selang waktunya dua hari dalam satu minggu.
Ramuda bertanya-tanya tapi ia terlalu sibuk untuk mencari tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
saudade [jakuramu]
FanficJakurai menanti, Ramuda belum mampu menerima kembali. [Hypnosis Mic. Jinguji Jakurai x Amemura Ramuda. Cover by me]