Alaney Kaffalio

433 162 384
                                    

"Assalamu'alaikum, Laney pulang!"

Aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah. Di sana sudah ada mama dan papaku yang terduduk santai seperti menunggu ... kepulanganku?

Segera aku menghempaskan tubuhku di atas sofa. "Ma, mau es dong," ucapku sembari mengibas-ngibaskan tanganku di depan wajahku. Rambutku sudah basah. Begitu juga dahiku.

Namun papaku menatapku dengan tatapan yang tajam seperti ingin menerkamku. "Baru pulang kamu malam-malam begini?!" tanya papaku dengan sedikit berteriak.

"Abis futsal, Pa. Marahnya ntar aja ya," jawabku. Aku melirik ke arah mama dan papa secara bergantian. "Ma?" panggilku.

Hening. Kedua orang tuaku masih saja menatap dengan tatapan menahan amarah.

Srek!

Papa membanting sebuah amplop berwarna kuning kecokelatan. Dahiku berkerut seolah bertanya apa itu?

"Futsal, futsal, futsal dan futsal. Otak kamu itu selalu futsal! Liat! Papa dipanggil ke sekolah gara-gara kamu bolos les tiga kali! Pasti kamu bolosnya ke tempat futsal kan?!" bentak papa.

Oh ayolah! Les itu tidak penting. Bahkan les itu tidak bisa menjadikanku pintar sama sekali. Aku akan mengantuk jika terus-terusan mendengar penjelasan dari kakak Sri. Ya, kak Sri itu adalah guru les semua mata pelajaranku.

Papaku meminta aku mengikuti les agar ada perbaikan nilaiku yang berwarna pink. Maksudku merah.

"Papa, otak Laney itu nggak kuat nahan pelajaran banyak-banyak. Lagian di sekolah kan juga belajar! Nggak perlu ada pelajaran tambahan," bantahku.

Papaku berdiri dan menunjukkan jari telunjuknya ke arahku. "Semua fasilitasmu Papa tahan! Mulai hari ini kamu tidak boleh futsal lagi!" tekan papa.

Mataku membulat sempurna. "Kenapa nggak boleh? Laney juga perlu olahraga, Pa!" bentakku. Aku tak terima diatur-atur begini.

Tanpa mendengarkan ucapanku barusan, papaku langsung berjalan menuju kamarnya.

Brakkk!

Bisa kudengar suara pintu terbanting. Sebagai tanda papaku benar-benar sedang marah.

Aku berjalan mendekati mamaku. "Ma, bujuk papa, dong!" rengekku dengan wajah memelas.

Mamaku menghela napas berat. "Kamu ini bikin marah papa saja! Lain kali kurangi futsalmu itu dan ikuti les dengan baik!" titah mamaku. Aku hanya mengangguk walaupun aku tahu hal itu sangat mustahil untukku.

Segera aku memeluk lengan mamaku. "Bujuk papa jangan marah ke Laney lagi ya, Ma," lirihku.

"Nanti Mama bantu," ucap mamaku mengacak rambutku. "sekarang kamu mandi, ya! Bersihin badan kamu itu!"

Aku memeluk pinggang mamaku dengan erat. "Makasih, Mama," ucapku dengan manja.

Mama membalas pelukanku kemudian berdiri. "Mama ke dalam kamar dulu, ya."

Aku menggangguk. Sembari berdiri dan melangkahkan kakiku menuju kamarku untuk membersihkan diri. Sebelum itu, aku berjalan menuju ke dapur dan membuka lemari es. Mengambil satu botol air dingin yang sudah menggoda tenggorokanku.

Glek ... Glek ....

Aku meneguk habis minuman itu dan melempar botolnya ke sembarang arah.

。‿。‿。‿。

Aku berjalan santai sembari mengelap rambutku yang basah dengan handuk kecil. Dengan tangan kiriku memegang ponsel.

Cklek!

Pintu kamar terbuka dengan tangan yang memegang handuk kecil dan bantuan dorongan tubuhku.

"Papa nggak mau datang ke sekolah Laney. Mau ditaruh di mana muka Papa di depan pak Wahyu?!"

"Tapi kan hal seperti itu wajar untuk anak seusia Laney, Pa."

"Kalau aja Papa yang punya lapangan futsal itu, udah Papa gulung tuh lapangannya!"

Aku terkekeh mendengar ucapan papa barusan. Kamarku berseberangan dengan kamar mama dan papaku. Jadi, jika papa dan mamaku berbicara, telingaku bisa mendengarnya.

Aku berjalan mendekati pintu kamar mama dan papa. Telingaku kutempelkan erat dengan pintu.

"Maafin Laney, Pa. Nanti Mama bilangin ke dia jangan bolos lagi."

"Ini semua gara-gara kamu karena terlalu memanjakan Laney!"

"Iya maaf, Pa. Mama nggak akan terlalu manjain Laney."

"Tadi juga anak perempuan itu bilang ke Papa kalau Laney kerjaannya pacaran terus! Pusing Papa ngadapin Laney itu!"

"Anak perempuan? Siapa?" batinku. Pasti ada yang mengantarkan surat panggilan itu ke rumah. Buktinya dulu aku juga membuat ulah namun tak ada yang berani mengantarkan surat panggilan itu ke rumahku.

Aku berlari menuju depan untuk mengambil surat panggilan itu. Akan kucari tahu siapa yang berani mengirimkan ini ke rumah!

。‿。‿。‿。

Helo! Terima kasih sudah mampir!

Cerita ini sudah lama ku publish di tahun 2018 dan ku unpublish karena hiatus.

Sekarang ceritanya aku publish kembali dengan mengubah judul dan juga alurnya. Harap-harap kalian suka ya sama cerita ini! ( ◜‿◝ )♡

Kalau kalian suka sama cerita ini, silakan vote!

Kalau kalian tertarik sama cerita ini, silakan komen!

Kalau kalian tertarik banget sama cerita ini, silakan share!

Jangan lupa jaga kesehatan, ya!

Salam sayang,
Teteh

ALANEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang