04 - Sahabat?

282 92 75
                                    

"Anjir!" umpat Alaney.

Kedua mata mereka saling bertabrakan dengan tatapan yang mematikan. Seolah ada dendam yang harus dibayar sekarang juga.

"Ternyata elo yang nganterin surat panggilan ke rumah gue?!" bentak Alaney.

Zaza melirik kiri dan kanan. Takut ada guru yang melihat mereka berdua. "Ya santailah! Emangnya kenapa? Salah?" ucap Zaza pelan.

Alaney menarik tangan Zaza dengan kasar. Membawanya keluar dari ruangan BK.

"Lo nggak usah sok cari perhatian ke orang tua gue, deh!" kesal Alaney. Ini kali pertamanya seorang perempuan membuatnya kesal. Padahal Novera lebih sering menganggunya. Tapi setidaknya, Novera tak pernah membuat Alaney kehilangan fasilitas dari orang tuanya.

"Buang-buang waktu banget gue cari perhatian ke orang tua lo!" balas Zaza. Ia menaikkan sebelah alisnya. Kemudian tersenyum remeh.

"Gara-gara lo, fasilitas gue dicabut sama papa gue, Anjir!" decak Alaney.

"Bodo amat! Bukan urusan gue." Setelah mengatakan itu, Zaza pergi menuju kelasnya meninggalkan Alaney yang mematung di depan pintu ruangan BK.

Alaney menarik napas panjang. "Gue nggak boleh terpancing emosi lagi gara-gara cewek!" ucapnya kemudian melangkah menuju kelasnya.

。‿。‿。‿。

Teng!

Jam istirahat kedua telah berbunyi. Semua siswa-siswi SMA Saturnus berhambur keluar kelas mereka masing-masing. Mereka menyerbu ke dalam kantin sekolah. Tetapi tidak dengan Zaza. Perempuan itu masih asyik menulis di atas buku.

"Za, lo mau ke kantin, yuk!" ajak Ola yang sedang memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.

Zaza menggeleng. "Gue lagi males ke kantin."

"Ayo, dong! Gue traktir, deh! Emang lo nggak laper?"

"Nggak. Tolong jangan paksa gue," jawab Zaza. Ia sengaja tak ingin ke kantin karena tidak membawa uang saku. Uang itu ia simpan untuk keperluan lain yang lebih penting.

"Yaudah deh, lo mau gue beliin apa?"

"Nggak usah."

Ola mengerucutkan bibirnya kemudian berjalan menuju keluar kelas diikuti beberapa temannya yang ada di kela itu. Sudah rutinitas mereka pergi ke kantin bersama. Sudah rutinitas Zaza pula tetap di dalam kelas di jam istirahat sejak ia bersekolah di SMA Lentera.

Zaza menulis sebuah tulisan di lembaran ujung bukunya. Tanpa sadar air matanya menetes kala menuliskan tulisan tersebut.
"Gue rindu bunda, gue rindu ayah." tulisnya.

"Kayaknya ini deh kelasnya. Iya, kan?"

Telinga Zaza menangkap suara seorang perempuan yang nampaknya semakin mendekat.

Benar saja, dua orang perempuan berjalan angkuh masuk ke dalam kelas Zaza. Tak ada siapa-siapa selain Zaza dan kedua perempuan tersebut.

"Tutup pintunya!" titah seorang perempuan pada seorang temannya. Perempuan itu adalah perempuan yang sama saat Zaza memasuki ruangan BK. Novera.

Zaza mengalihkan fokusnya kembali pada sebuah buku yang tadinya ia tulis. Tak menghiraukan kedatangan Novera dan temannya yang semakin mendekat ke arah Zaza.

"Owh ... lagi nulis, ya? Emm ... ambis juga ternyata ya kamu. Tapi kok, attitude-nya nggak ada?" sindir Novera. Zaza masih diam.

"Oowh ... ini cewek yang tadi sok-sokan ngelawan lo di ruangan BK, Ver? Adik kelas ternyata. Masih di bawah umur." Temannya ikut menyindir Zaza.

Zaza memutar bola matanya malas. Ia melirik teman Novera. Sekilas nama yang tercetak di nametag itu singgah di manik hazel milik Zaza.

"Permisi kakak kelas terhormat, Kak Bela. Gue nggak ada urusan sama lo, kacung!" sarkas Zaza. Memang benar, urusannya hanya dengan Novera. Bukan dengan Bela yang hanya ikut campur urusan mereka berdua.

Bela mendekatkan tubuhnya tepat menabrak meja Zaza. "Berhadapan sama Novera, otomatis lo berhadapan sama gue! Novera itu sahabat gue!"

"Iya gue paham, kacung!" ledek Zaza.

Novera mengeraskan kepalan tangannya. Baru kali ini adik kelas seberani itu pada geng mereka. Dua lawan satu saja mampu membuat mereka mematung?

Tanpa aba-aba, Novera langsung menjambak rambut panjang Zaza dengan sekuat tenaga. Namun, Zaza sama sekali tak bereaksi. Ia justru berdiam saja dengan wajah lempengnya.

Merasa tak ada penyerangan balik, Novera mengendurkan jambakan tangannya pada rambut Zaza itu. Memberi peluang Zaza untuk langsung menarik tangan Novera. Ia berdiri kemudian melipat tangan Novera ke belakang. Membuat perempuan itu meringis kesakitan.

"Aw! Tangan gue! Bel, bantu gue dong!" ringis Novera.

Zaza tersenyum menyeringai. "Lo ikut campur, gue patahin tulang kering lo! Mau?!" bentak Zaza pada Bela yang terkesiap membantu Novera.

"Ini sakit banget, Bego! Lepasin tangan gue!"

Merasa puas membuat lawannya melemah dan kesakitan, Zaza melepas cekalan tangannya di pergelangan tangan Novera.
Kemudian kembali duduk di bangkunya.

"Ayo cabut!" ajak Novera pada Bela. "Awas ya, lo!"

"Iya ... udah awas kok!" kekeh Zaza.

Pintu kelas XI IPA 2 terbuka. Novera dan Bela sudah melenggang pergi menuju kelasnya.

Semua murid yang mendengar kegaduhan di dalam kelas itu tadi menyerobot masuk ke dalam kelas meminta penjelasan dari mulut Zaza si murid baru. Namun, yang mereka lihat, Zaza sedang menulis dengan tenang.

Jangan lupakan Ola, perempuan itu lari terbirit-birit kala mengetahui sahabat barunya itu dilabrak oleh Novera dan Bela.

"Za, lo kenapa? Lo nggak apa-apa, kan?" tanyanya dengan nada khawatir.

Zaza tersenyum miring. "Kenapa sih? Gue biasa-biasa aja, tuh!" kekehnya. Ia tak mau Ola terlibat di antara pertikaian mereka bertiga. Seharusnya hanya berdua. Tetapi, Novera butuh bantuan Bela.

"Syukur, deh! Kalo lo nggak apa-apa." Ola mendaratkan bokongnya di atas kursi. Meletakkan kantong plastik berisi jajanan yang ia beli tadi di atas meja. Murid-murid setelah mengetahui Zaza baik-baik saja, mereka langsung membubarkan diri.

"Lo mau?" tawar Ola seraya menggeserkan sebungkus roti selai kacang dengan susu kotak ke meja Zaza.

"Buat lo aja."

"Ambil nggak? Lo harus ambil! Kalo nggak, gue nggak mau temenan sama lo," ancam Ola.

Entah mengapa, Zaza yang biasanya tak masalah jika tak mempunyai seorang teman, Zaza yang selalu saja menutup diri, Zaza yang selalu saja ingin to the point, sepertinya kali ini bukan dia. Mendengar ancaman dari mulut Ola membuatnya segera menurut. Ia yakin Ola adalah seorang teman yang tepat untuk dijadikan sahabat.

"Thanks." Zaza mengambil makanan pemberian Ola.

"Cieoo ... diombol!" ucap Ola yang tengah mengunyah makanan.

"Apaan, sih! Kan lo yang maksa."

。‿。‿。‿。

ALANEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang