01 - Setia Jus Jeruk

351 131 146
                                    

Langit semakin menggelap. Sudah menjadi hal biasa bagi penduduk bumi yang mengetahui bahwa hari akan berubah dari PM menuju AM setelah hitungan enam jam ke depan.

Seorang perempuan duduk bersila di atas kursi memandangi alarm yang ada di atas meja. Jarumnya menunjuk ke pukul tujuh. Dari siang sepulang sekolah, sang ibu belum juga pulang ke rumah. Membuat perempuan itu khawatir akan kabarnya. Meski tadi pagi sudah diberitahu bahwa ibunya sedang mencari pekerjaan.

Dengan tangan bertopang dagu, perempuan tersebut melamun merenungi nasibnya.

Ting!

Baru hendak menyelam ke dunia lamunan, sebuah suara notifikasi yang keluar dari ponselnya malah membuatnya tersadar.

Dilihat dan dibaca pesan yang membuat ponselnya berbunyi tersebut.

Bunda
Assalamualaikum, Za.
Alhamdulilah bunda dapat pekerjaan.
Ketemu sama teman SMA bunda dulu.
Hari ini belum bisa pulang, mungkin besok.
Zaza nggak apa-apa, kan? Kalo mau makan, mie instan masih ada dua bungkus. Di dalam lemari televisi juga ada uang seratus ribu bunda taruh buat kamu.
Maaf ya, sayang.
(19.45)

Zaza menghela napas pelan. Mau tak mau ia harus bisa menikmati hidup barunya sekarang. Melihat bunda banting tulang menghidupi mereka berdua membuat Zaza tak tega. Ia bertekad dalam hati untuk membalas jerih payah bundanya.

Kedua jari jempolnya kini menari-nari di atas papan tombol. Berniat membalas pesan sang bunda.

Anda
Waalaikumsalam, Bunda.
Iya bunda nggk apa-apa. Bunda jangan sampai telat makan. Muach.

Selepas mengirimkan pesan tersebut, tanpa sadar buliran hangat yang sedari tadi ia tahan menetes kala ia menundukkan kepala. Hawa sepi mulai menyelimutinya. Ia rindu suasana hangat yang memeluk keluarga kecilnya dulu. Jauh sebelum kedua orangtuanya memilih untuk berjalan pada garis masing-masing.

Zaza menyeka air mata yang menetes dan mengalir melewati pipi mulusnya. Pipi yang dulunya jadi tempat hangat yang disalurkan dari cinta ... ayah dan juga bundanya.

Ia berdiri kemudian mematikan lampu. Berjalan menuju kasur tempat ia beristirahat sejenak dari rasa sepi yang akan menguras air matanya. Dengan perut yang kosong, Zaza memaksa dirinya untuk dapat terlelap.

。‿。‿。‿。

"Gue pulang dulu!"

Seorang lelaki dengan tubuh yang penuh keringat membasahi bajunya berjalan menjauhi GOR. Sudah lelah ia bermain selama delapan jam sedari ia pulang sekolah tadi. Pastinya waktu itu ia habiskan dengan mengeluarkan keringat bermain futsal.

Ia merogoh ransel birunya mencari kunci mobil. Namun, matanya menyipit kala melihat cahaya yang ada di dalam ponselnya. Sepertinya ada pesan masuk. Dengan cepat ia menyambar ponsel tersebut. Takut jika sang papa yang galak mengirimkannya pesan.

Raut wajah yang semula menegang berubah menjadi lega. Untunglah bukan Herman yang mengirim pesan. Tetapi tetap saja, lelaki tersebut merasa risi karena menerima pesan dari seseorang yang bisa dibilang selalu menganggunya.

Novera
Malem, Laney.
Lagi futsal ya? Semangat!!
(22.01)

Ya, lelaki tersebut adalah Alaney. Ia berdecak sebal. Menyesal karena telah memberi harapan palsu pada perempuan yang baru saja mengirimkannya pesan. Ini semua gara-gara sahabatnya, Byan.

Bisa-bisanya ia meminjam ponsel Alaney untuk mengirimkan perempuan itu pesan bahwa Alaney menembaknya. Gila saja, yang Alaney cintai saat ini hanyalah futsal. Bahkan korbannya tak hanya Novera, ada banyak perempuan lain yang Byan kerjai.

Namun, yang masih terang-terangan mengejar Alaney hanya Novera. Yang lainnya hanya memendam perasaan cinta sekaligus kecewa. Tak seterang dan seberani Novera. Terlebih lagi Novera adalah ketua OSIS yang disegani satu sekolah.

Pesona yang Alaney miliki mampu memikat siapa saja yang melihatnya. Tetapi dengan pesona tersebut sama sekali tak membuatnya tertarik berpacaran dengan perempuan manapun. Itulah sebabnya Byan memancing mengirimkan pesan ke semua perempuan seolah memang Alaney-lah yang mengirimkan pesan tersebut. Agar Alaney tertarik dengan salah satu dari mereka. Namun, hasilnya tetap nihil. Sampai saat ini belum ada yang mampu menarik hati Alaney.

"Anj1n6 lo Byan!" umpat Alaney kesal setelah membaca pesan yang dikirimkan Novera. Ia muak karena terus-terusan diganggu oleh perempuan itu.

Alaney memasukkan kembali ponselnya ke dalam ransel. Tangannya kini meraih kunci mobil. Bersiap ingin pulang ke rumah. Ia benar-benar sangat lelah dan ingin berendam ke dalam bak berisikan air es sekarang juga!

Mobil melaju dengan cepat. Keasikan bermain futsal membuatnya lupa untuk pulang.

Di perjalanan, ia merasa sangat haus. Berniat ingin membeli minuman dingin yang ada di tepi jalan. Tak peduli entah minuman tersebut sehat ataupun tidak, tenggorokannya sangat kering sekarang.

Kedua matanya menyipit kala melihat kedua orangtua yang sedang duduk bermesraan seperti anak muda jaman sekarang. Mereka tengah menikmati makan ... malam?

"Mang, jus jeruknya satu, ya!" ucap Alaney menyapa penjual jus tersebut.

"Wah ... maaf, Mas. Jeruknya habis!" sesal penjual tersebut.

Alaney memasang wajah kecewa. Ia hanya ingin minum jus jeruk sekarang. Harus jus jeruk! Tak ingin yang lain. Tenggorokannya sedang mengidam.

"Yah! Kenapa habis sih, Mang?" tanya Alaney.

"Kami pembeli jus jeruk terakhir, loh. Mau beli yang di gelas ini aja, nggak?"

Belum sempat sang penjual jus jeruk tersebut menjawab, seorang wanita yang sedang duduk bersama seorang pria yang Alaney anggap mungkin adalah pacarnya tersebut memotong pembicaraan Alaney dan juga penjual jus itu.

Alaney tersenyum mendengar ucapan wanita tersebut. Wanita itu kelihatannya sangat ramah. Terlihat jelas keduanya terkekeh melihat Alaney yang memaksa jus jeruk itu untuk terus ada walaupun sudah kehabisan stok buah jeruk.

Alaney menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Em ... yaudah deh, Mang. Makasih, ya!"

"Nggak mau beli jus alpukat aja?" Kini pria tersebut yang menyahut ucapan Alaney.

"Maunya cuma jus jeruk, Om!" elak Alaney tetap dengan pendiriannya ingin membeli jus jeruk.

"Tetap kekeuh setia sama jeruk, ya?" tanya pria tersebut.

Alaney mengangguk. "Iya, Om. Setia kayak Om sama Tante," ucap Alaney sukses membuat sepasang wanita dan pria paruh baya tersebut saling pandang.

Deg!

Setia?

"Kalo gitu saya mau pulang dulu, Om, Tante," pamit Alaney pada sepasang wanita dan pria paruh baya yang sekarang tengah tertunduk. Entah karena tersipu mendengar ucapan Alaney entah karena malu. Yang jelas keduanya memiliki tatapan aneh ketika tadi mereka berdua saling pandang.

。‿。‿。‿。‿。

Helo! Terima kasih sudah mampir!

Cerita ini sudah lama ku publish di tahun 2018 dan ku unpublish karena hiatus.

Sekarang ceritanya aku publish kembali dengan mengubah judul dan juga alurnya. Harap-harap kalian suka ya sama cerita ini! ( ◜‿◝ )♡

Kalau kalian suka sama cerita ini, silakan vote!

Kalau kalian tertarik sama cerita ini, silakan komen!

Kalau kalian tertarik banget sama cerita ini, silakan share!

Jangan lupa jaga kesehatan, ya!

Salam sayang,
Teteh

ALANEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang