Jangan lupa vote+komennya
•••
Reza dan Fanya mulai menjalankan hukuman yang di berikan sang guru tercinta.
Putaran pertama mereka masih bersemangat dan saling menyemangati. Kadang-kadang mereka beradu cepat.
Tetapi menjelang putaran ke 10 tenaga mereka mulai terkuras. Deru nafas mereka mulai tak menentu. Ngos-ngosan, itu yang mereka berdua rasakan.
"Fan! Udah berapa putaran sih?!" Teriak Reza dengan nafas ngos-ngosan sambil berlari-lari kecil.
Fanya yang berjarak beberapa meter di belakangnya ikut merasakan hal yang sama. Keringat mulai bercucuran membasahi tubuhnya. Ia beberapa kali me-lap keringat yang berada di dahinya.
"Udah 12 putaran Za!" Jawabnya dengan sedikit berteriak dan berusaha mengejar Reza yang berada di depan.
"Za! Tungguin!" Seru Fanya, mulai menambah kecepatan berlarinya walau nafasnya sudah menipis.
"Cepetan!" Reza menghentikan larinya sejenak, menunggu Fanya agar dapat berlari berdampingan. Ada rasa tak tega juga melihat mantannya itu lari sampai ngos-ngosan. Kalau begini, ia lebih memilih membolos tadi.
Langkah mereka mulai sejajar. Reza beberapa kali meraih tangan Fanya agar dapat ia genggam, namun beberapa kali pula Fanya menepis tangan Reza dan melotot ke arahnya.
1 jam pelajaran sudah berlalu, beberapa murid yang sedang jamkos memlih menonton kegiatan mereka berdua. Siapa coba yang mau melewatkan saat di mana sang most wanted SMA Andara itu penuh dengan peluh dan terlihat sangat hot bagi para kaum hawa. Beberapa dari mereka lebih banyak di dominasi oleh siswi.
SMA Andara. Salah satu SMA bergengsi yang berada di ibukota Jakarta itu. Tak asing dengan kata Andara? Kalau dari kalian ada yang menebak kalau sekolah ini milik Fanya, berarti kalain BENAR!. Sekolah itu dulunya sekolah negeri biasa, sekolah yang dulunya di beri nama SMA Cendrawasih itu sempat terbengkalai karena kurangnya perhatian dari pemerintah. Hingga hampir di tutup secara permanen kalau saja Indra-- Papanya Fanya-- tak menyelamatkan sekolah itu. Hingga akhirnya sekolah itu berganti nama menjadi Andara, sekolah swasta yang bergengsi dan menjadi sekolah incaran dari beberapa pelajar.
Kembali ke Reza dan Fanya yang masih setia menjalankan hukuman mereka.
Di ujung lapangan. Tepatnya di bawah sebuah pohon berdaun rimbun yang tampak sejuk itu terdapat seorang guru yang menatap mereka dengan pandangan yang tak percaya. Bagaimana bisa kedua muridnya itu sering sekali melanggar peraturan yang berlaku.
Hukuman mereka telah selesai. Fanya dan Reza memilih duduk selonjoran di tepi lapangan dengan rumput sebagai alas duduk mereka.
Fanya men-selonjoran kedua kakinya. Rasanya kakinya itu akan patah sekarang juga, 20 putaran tidaklah sedikit. Walaupun sudah sering mendapat hukuman yang sama. Tetap saja ia akan merasa ngos-ngosan. Yaiyalah, kan lari.
Reza yang berada di sampingnya ikut melakukan hal yang sama. Ia mendongakkan kepalanya kemudian menutup matanya, menikmati sengatan panas matahari yang mengenai wajahnya.
"Fanya"
Fanya yang merasa namanya di panggil mengarahkan pandangannya ke arah Reza.
"Kenapa?" Tanyanya dengan tatapan yang tetap mengarah ke Reza.
"Panas yah" Jawab Reza yang kemudian beralih menatap menatap Fanya yang berada tepat di sampingnya.
"Yaiyalah bego, ini udah jam 9. Gimana gak panas coba" Kata Fanya.
Reza hanya terkekeh kecil mendengar apa yang Fanya katakan. Ia merebahkan kepalanya tepat di atas paha Fanya.
Fanya yang mendapat perlakuan yang mendadak dari Reza itu hampir saja mendorong kepalanya. Untung saja ia masih memiliki rasa manusiawi. Lagipula ia tak tega. Reza pasti capek, tadi ia menyelesaikan 5 putaran terakhir mewakili Fanya.
"Lo apa-apaan sih?" Tanya Fanya.
"Capek, Fanya" Jawab Reza dengan mata terpejam namun masih dengan kesadaran yang penuh.
"Iya tau, tapi ngapain tidur di pangkuan gue?" Fanya baru saja akan menyingkirkan kepala Reza dari pangkuannya, namun yang empunya kepala malah semakin meng-gencarkan aksinya.
"Anggep aja lo lagi hoki, kapan lagi 'kan ada pangeran tidur di pangkuan lo" Ucap Reza dengan mata yang setia terpejam.
Fanya yang mendengar itu hanya dapat berdecak dan mengutuk Reza dengan segala jenis nama binatang.
"Fanya" Panggil Reza namun tak mendapat sahutan dari orang yang ia panggil.
"Fanya?" Panggilnya lagi.
Reza membuka matanya, melihat ke arah orang yang ia panggil tadi. Fanya tampak anteng menikmati semilir angin siang hari yang berpadu dengan terik matahari.
Reza bangkit dari tidurnya, menatap lekat sang mantan yang tak bergeming sama sekali.
"Fanya?" Panggilnya untuk yang ketiga kalinya.
"Apasih" Ujar Fanya dengan nada kesal.
"Lo cantik, gue suka" Ucap Reza dengan senyum hangatnya.
Fanya yang mendengar itu merasakan desiran aneh, yang ia sendiri tak tahu perasaan macam apa itu, ia merasakan pipinya menghangat.
"Fanya pipi lo merah! Pasti lo kepanasan, ayo ke kelas" Kata Reza dengan menangkup pipi tirus milik Fanya. Perhatian kecil tapi mampu membuat semua yang melihatnya berteriak histeris.
"Hah? E-eh iya" Ujar Fanya gugup, entah mengapa ia merasakan perasaan ini, apa yang salah pada dirinya? Apa karena hukuman yang di kasi Bu Rumi tadi? Atau ia sedang sakit?.
Reza membantu Fanya bangun dari duduknya kemudian merangkul bahu Fanya posesif.
Mereka berjalan melewati koridor utama yang di penuhi para dede gemes. Beberapa dari mereka berteriak heboh melihat kedekatan Reza dan Fanya.
"Haduh kak Reza sweet banget sih"
"Kak Reza gantengnya makin-makin yah"
"Kak Reza,,, aku padamu,,,"
"Kak Reza! Kau mencuri hatikuu,,,"Dan beberapa teriakan heboh lainnya. Reza sama sekali tak menanggapinya, melirik siapa yang bicara saja enggan. Baginya, selama Fanya Zaire Andara ada di sampingnya, maka dia akan jadi cowok paling beruntung yang pernah ada. Fanya hanya miliknya, dan dia hanya milik Fanya. Ingat. Catat. Camkan.
•••
Heyhoo!! Kalau ada salah di koreksi yah
Maaf kalau ceritanya rada absurd:)Sya:)
KAMU SEDANG MEMBACA
True Feelings
Teen Fictionsepasang kekasih saling berhadapan di salah satu restoran terkenal di jakarta. aku tak yakin mereka akan tetap menyandang status 'Sepasang Kekasih' di menit-menit selanjutnya. "gue mau kita putus" ujar sang lelaki -Reza Arkana- tanpa rasa bersalah...