TEN

0 0 0
                                    

Zee melajukan mobilnya di atas rata-rata, tak peduli suara klakson mobil lainnya. Dia tetap melajukannya. Sesampai di rumah sakit, dia memarkirkan mobilnya, berlari dan menesuri koridor rumah sakit.

"Maaf, membuat anda menunggu," ucap Zee, nafasnya masih memburu.

"Silahkan duduk!!" perintah Jref, Zee pun duduk berhadapan dengan direkturnya.

Sebuah pembicaraan yang serius, direktur Jref meminta Zee untuk melakukan operasi ini. Sebenarnya, bukan Zee yang berhak untuk meng-operasinya. Namun, dokter bedah yang bertugas tak sempat melakukan operasi itu, sehingga Zee lah yang harus menggantinya.

"Pasien di ruangan 35, menurut diagnosis, aorta pasien pecah. Belum di ketahui penyebabnya. Ku harap kau bisa mengatasinya dalam waktu dekat ini," jelas Jref. Pasien akan mati jika tak di tangani secepatnya, aorta yang pecah mengakibatkan pendarahan yang berlebihan. Waktu operasi akan di laksanakan 20 menit lagi, Zee undur diri dan berlalu menuju ruangannya. Mengganti pakaiannya dengan seragam operasi.

"Kau akan melakukan operasi di mana?bukankah kau tak memiliki jadwal operasi sekarang," tanya Vizzo. Apakah Vizzo memata-matainya sehingga jadwal operasi Zee pun di ketahuinya.

"Perubahan jadwal," balas Zee singkat. Dia bergegas menuju ruang operasi, meninggalkan Vizzo yang sedari tadi mematung.

Pintu operasi terbuka, perawat lainnya telah siap melakukan operasi. Kali ini Zee di bantu oleh dr. Geotty.

Disisi lain, sebuah monitor lebar di ruangan khusus memperlihatkan proses operasi di ruangan itu. Direktur Jref dan dokter lainnya melihat aksi operasi Zee.

"Aku selalu kagum olehnya," puji Freppi.

Perut pasien membesar, aorta pasien telah pecah. Dengan telaten Zee mendaratkan scalpel-nya, perlahan mengiris perut pasien.

Darah bersimbah, perawat Yo menyedot darah itu menggunakan suction coagulator.

Zee memasukkan tangannya, mencari letak aorta yang pecah.

Prattt...

Darah terciprat memenuhi pakaian Zee dan mukanya.

"Dokter, detak jantung melemah, kondisi vital menurun," ucap Ferry panik, begitupun dengan direktur jref yang menyaksikan kejadian ini melalui monitornya.

Kedua tangan Zee telah berlumur darah, berbeda dengan dr. Geotty yang juga ikut panik akan kondisi pasien.

"Dokter Geotty, masukkan tanganmu!" perintah Zee. Geotty merasakan gemetar pada tangannya, sebelumnya dia tak pernah mengalami proses operasi seperti ini.

Mau tak mau Geotty menuruti perintah Zee, dengan tangan gemetar, tangannya masuk dan memegang aorta pasien.

"Dokter, apa pasien tidak apa-apa? Bagaimana jikalau...."

"Anggap saja kau sedang melakukan operasi pada mayat," jelas Zee. Tiada raut cemas atau panik di wajah Zee.

"Dokter Geotty pegang erat aorta-nya!!" Zee menyadari kepanikan Geotty, darah terus melimpah sehingga menyusahkan Zee untuk menjahit aorta pasien.

"Apakah operasi akan gagal?" tanya rekan Jref yang sedang menyaksikan operasi di layar monitor lebar itu.

*Vote&Comment

C I R U J A N O [On Going]Where stories live. Discover now